A. Dua status Rasulullah
Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya bahwa untuk terwujudnya jama'ah maka mutlak harus ada Imam sebagai ulil amri (orang yang memiliki perkara) artinya sang Imam mempunyai hak perintah dan melarang dalam urusan yang ma’ruf (baik) tidak maksiat firman Allah
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Raulullah dan kepada “Ulil Amri” (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisih) dalam suatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (AL-Quran) dan (Sunnah) RasulNya jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu) dan lebih elok pula kesudahannya. QS. An-Nisa’ : 59
Sesama hidupnya Rasulullah menyandang dua status, status yang pertama adalah sebagai Nabi atau Rasul dan status ini berlaku sampai hari kiamat karena setelah beliau wafat tidak ada Nabi atau Rasul lagi yang diutus Allah, sebagaimana yang telah difirmankanNya
Muhammad bukanlah bapak dari salah satu kalian akan tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS. Al-Ahzab : 40
Status yang satu lagi adalah sebagai imam yang dibai’at atau Amirul Mu’minin, banyak dalil-dalil yang membuktikan bahwa Rasulullah dibaiat oleh para sahabat antara lain.
1. Firman Allah
Bahwasanya orang-orang yang berbai’at (janji setia) kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. QS. Al-Fath : 10
2. Syair para sahabat saat menggali parit dalam persiapan perang khandaq
Dari Anas dia berkata; Orang-orang Muhajir dan Anshar menggali parit di sekeliling Madinah dan sambil mengangkat tanah mereka berkata (bersyair): Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad atas menetapi Islam selama kami masih kekal (hidup), kemudian Rasulullah menjawab syair mereka; Ya Allah sesungguhnya tiada kebaikan melainkan kebaikan akhirat maka berilah barokah bagi orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajir. HR. Al-Bukhari : 3791
3. Dan masih banyak lagi
Seperti dalil kisah baiatnya para wanita yang Hijrah dalam surah Al-Mumtahinah : 12 , kisah peristiwa baiat Aqabah dan kisah rombongan tamu yang berdatangan ke Madinah untuk masuk Islam serta berbaiat kepada Rasulullah setelah peristiwa Fathul Makkah, dll.
B. Wajibnya mempunyai Amir / Imam
Status beliau sebagai imam yang di baiat ini berlaku hanya semasa hidupnya saja, setelah beliau wafat maka para sahabat sebagai umat Islam yang hidup pada masa itu segera bermusyawarah untuk membaiat seorang imam atau khalifah bahkan hal itu mereka lakukan sebelum mereka menyelenggarakan jenazah Rasulullah , hal ini dikarenakan mereka memahami hakikat wajibnya mempunyai Imam yang dibaiat sebagai syarat sahnya berjamaah dan bahwa tidak mempunyai imam adalah suatu ketidak-halalan
Dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda; Ketika jumlah mereka tiga orang mereka menjadikan salah satu dari mereka menjadi Amir. HR Abu Daud : 2242
Dan di dalam riwayat Ahmad Dari Abdullah bin Amir, sesungguhnya Rasulullah bersabda: . . . Dan tidak halal bagi tiga orang yang hidup di kawasan permukaan bumi kecuali jika mereka menjadikan amir kepada salah satu mereka. HR. Ahmad : 6360 (telah menshahihkan pada kedua Hadis tersebut Syaikh Al-Bani, di dalam As-Shahihah . 3/36)
Imam Haramain Abu Al-Mu’ali Al-Juwaini berkata: Adapun para sahabat Rasulullah bersependapat; segera mendirikan keamiran adalah wajib, sampai-sampai karena sibuk dengan acara mengangkat imam mereka meninggalkan persiapan mengebumikan jenazah Rasulullah sebab khawatir akan adanya serangan fitnah. Ghiyatsul umami fi At-Tiyatsi Ad-dzulmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar