MANQUL
Manqul
itu bahasa arab berasal dari kata Naqola. Manqul secara harfiyah
artinya yang dipindahkan. Adapun arti menurut agama Islam adalah
belajar mengaji Quran dan Hadits dengan cara berguru atau ilmu Quran
dan Hadits yang dimiliki oleh seseorang itu diperoleh melalui proses
pemindahan ilmu dari guru ke murid. Adapun sistem manqul ada beberapa
macam cara antara lain:
a) Guru yang membacakan ilmu, murid mendengarkan.
b) Guru sedang mengajar ilmu kepada muridnya kemudian ada orang lain mendengarkannya.
c)
Dengan sistem munawalah yaitu guru memberi hak/wewenang kepada muridnya
yang dipandang sudah menguasai ilmu manqul untuk mengerjakan dan
mengajarkan ilmu tersebut atau guru berkirim surat yang berisi Al Quran
dan atau Hadits kepada muridnya tentang suatu masalah lalu murid
membaca dan melaksanakannya.
Musnad
Musnad
artinya ilmu yang diberikan itu mempunyai sanad/isnad yang shohih.
Sanada/isnad (berasal dari kata asnada) artinya sandaran, tempat
bersandar. Maksudnya mengajarkan (membaca, memberi makna dan
menerangkan) Al Quran dan Hadits dengan sandaran guru yang mengajarkan
kepadanya, gurunya dari gurunya lagi dan seterusnya.
MUTTASHIL
Muttashil
artinya bahwa masing-masing sanad/isnad itu bersambung sampai kepada
Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam. Jadi manqul-musnad-muttashil
artinya mengaji Al Quran dan Hadits secara langsung seorang atau
beberapa orang murid yang menerima dari seorang atau beberapa orang
guru dan gurunya tersebut asalnya menerima langsung dari gurunya dan
gurunya menerima dari gurunya lagi, sambung bersambung begitu
seterusnya tanpa terputus sampai kepada penghimpun Hadits seperti
Bukhori, Muslim, Nasai, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dll yang telah
menulis isnad-isnad mereka mulai dari beliau-beliau (penghimpun Hadits)
sampai kepada Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam.
RO’YI
Ro’yi
(berasal dari kata ro’aa) artinya pandangan, pengelihatan, pendapat,
maksudnya adalah belajar atau mengkaji Al Quran dan Hadits sendiri
tanpa guru, tidak memiliki isnad muttashil atau berguru dari guru yang
tidak berisnad atau membaca buku-buku/ kitab-kitab sendiri kerana
merasa bisa bahasa arab ditafsiri sendiri,diotak-atik sendiri,
difaham-fahami sendiri, diangan-angankan sendiri
Menurut
aslinya mengkaji atau mempelajari ilmu Al quran dan Hadits itu harus
dengan cara manqul musnad, muttashil dan muhlis karena Allah. Kerana
penyampaian ilmu Al Quran dan Hadits dengan cara manqul, musnad,
muttashil adalah cara yang dipraktikkan oleh Rasulullah Shollallohu
Alaihi Wasallam, para sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama sholihin.
Dari
beberapa ayat Al Quran dan Hadits yang telah kita kaji bersama secara
manqul kita telah mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas bahwa
Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam
dengan sistem manqul yaitu dimanqulkan oleh Malaikat jibril secara
teori dan praktik. Misalnya ketika Rasulullah Shollallohu Alaihi
Wasallam menerima kemanqulan bacaan Al Quran diperingatkan untuk tidak
tergesa-gesa menggerakkan lisannya mendahului Malaikat Jibril tetapi
supaya memperhatikan dahulu setelah Malaikat Jibril selesai membacakan
Al Quran, Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam baru disuruh mengikuti
bacaan tersebut.
Firman Allah : “Kamu jangan menggerakkan
lisanmu (untuk mendahului Malaikat Jibril dalam membaca Al Qur'an)
kerana tergesa-gesa dengannya. Sesungguhnya atas kami pengumpulan Al
Qur'an dan bacaannya. Maka ketika selesai kami bacakan Al Quran itu
maka ikutilah bacaannya kemudian sungguh ada pada kami keterangan Al
Quran itu. (Al Qiyaamah 16-19)
Contoh
lagi ialah pada waktu Allah menurunkan wahyu pertama kali yaitu surah
Al-Alaq, Malaikat Jibril membacakan lafaz iqro, maka Rasulullah
Shollallohu Alaihi Wasallam juga menirukan lafaz iqro. Contoh lagi pada
waktu Allah menurunkan wahyu tentang waktunya sholat. Malaikat Jibril
menunjukkan waktunya sholat dengan cara mengajak sholat bersama setiap
waktu solat selama 2 hari berturut-turut yaitu hari pertama dikerjakan
waktu awalnya sholat dan hari kedua dikerjakan pada waktu akhirnya
sholat. Setelah itu Rosululloh dan ummatnya disuruh mengerjakan sholat
pada waktu yang telah ditentukan antara awal dan akhirnya waktu sholat.
Para
sahabat dan para tabi’in juga menggunakan ilmu manqul. Sufyan bin
Uyainah pernah bercerita : Zuhri (perowi hadits) pada suatu hari
meriwayatkan sebuah hadits, maka aku berkata ” Ceritakan padaku tidak
usah pakai isnad”. Imam Zuhri menjawab: “Apakah engkau bisa naik loteng
tanpa naik tangga?”.
Imam Tsaury berkata: “Isnad itu senjata orang mu'min”
Imam
Ahmad bin Hanbal berkata: “Mencari isnad yang luhur itu sunnah orang
dulu karena sesungguhnya teman-teman Abdulloh itu berangkat dari Kufah
menuju Madinah, mereka belajar dari Umar dan mendengarkan beliau”.
Ibnu Mubarok (peroawi hadits) berkata di dalam muqodimah Hadits Riwayat Muslim
“Dari
Ahli Marwa berkata, saya mendengar Abdan bin Usman berkata, saya
mendengar dari Abdullah bin Mubarok ia berkata “Isnad itu termasuk
agama dan seandainya tidak ada isnad maka orang akan berkata (masalah
agama) sesuka hatinya”
Imam Hakim dan lain-lainnya meriwayatkan dari Mathor al Waroq mengenai firman Allah:
“…
datanglah kepadaku dengan kitab sebelum ini atau atsar/labet/isnad dari
ilmu jika kamu sekelian orang-orang yang benar” (Surah Al-Ahqaaf :4)
Dia berkata: “Atsarotin adalah isnadul Hadits”
Muhammad
bin As-Syafi'i yang menyusun kitab Hadits Musnad Syafi'i beliau
mempelajari kitab Hadits Muwatho’ yang disusun oleh Imam Malik. Beliau
hafal di luar kepala seluruh isi kitab Muwatho’ tersebut dan faham
isinya. Mengingatkan wajibnya manqul maka Imam Abu Idris As Syafi'i
memerlukan datang ke Madinah semata-mata untuk menemui Imam Malik dan
mengesahkan ilmunya dengan cara manqul langsung, Imam As Syafi'i
membaca kitab Muwatho’ secara hafalan dan Imam Malik diam
mendengarkannya.
Di dalam Hadits Bukhori diriwayatkan : Jabir
bin Abdillah merantau sejauh perjalanan satu bulan menemui Abdullah bin
Unais hanya untuk mendapatkan satu Hadits Saja.
Mengaji Al Quran dan Hadits dengan cara manqul, musnad, muttashil bukan sekedar metode tetapi hukumnya “WAJIB”
“Kamu mendengarkan dan akan didengarkan dan orang yang telah mendengar dari kamu akan didengar pula.” (Riwayat Abu Dawud)
“Dari
sahabat Jundab ia berkata: Rasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam telah
bersabda: Barang siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Allah yang
Maha Mulya dan Maha Agung dengan pendapatnya (secara tidak manqul),
walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Daud).
Sedangkan
mengkaji Al Quran dan Hadits tanpa manqul atau Ro’yi dilarang dalam
agama Islam dan diancam dimasukkan ke dalam neraka. Berarti hukumnya
“HARAM” berdasarkan dalil
“Dari Ibnu Abbas rodliallohu anhu
berkata bahwa Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda “Barang
siapa membaca Al Quran tanpa ilmu (tidak manqul) maka hendaklah
menempati tempat duduknya di Neraka".
1. ILMU MANQUL MENGESAHKAN AMALAN
Dengan
ilmu manqul amal ibadah seseorang menjadi sah, diterima oleh Allah,
diberi pahala oleh Allah, dimasukkan syurga. Tetapi tanpa manqul atau
ro’yi amal ibadah seseorang tidak sah, tidak diterima oleh Allah, tidak
mendapat pahala bahkan dimasukkan ke dalam Neraka berdasarkan dalil:
Firman
Allah : “Dan janganlah kamu mengatakan/mengerjakan pada apa-apa yang
tidak ada ilmu bagimu (ilmu manqul). Sesungguhnya pendengaran,
pengelihatan dan hati semuanya itu akan ditanya/diurus oleh Allah
(Surah Al Isra’: 32)
“Dari sahabat Jundab ia berkata:
Rosulullohi Sholallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: Barang siapa
yang mengucapkan(menerangkan) kitab Allah yang Maha Mulya dan Maha
Agung dengan pendapatnya(secara tidak manqul), walaupun benar maka
sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Dawud :23-24)
Orang yang
mangaji Al Quran dan Hadits dengan ro’yi (tidak manqul) sama halnya
dengan orang yang menggunakan mata uang asli tetapi dengan cara yang
tidak sah. Umpamanya uang itu hasil curian atau seperti masuk rumah
orang lain tanpa izin pemiliknya atau masuk rumah tidak melalui pintu
atau merusak pintu.
2. ILMU MANQUL MENJAGA KEMURNIAN AGAMA
Kemurnian
agama Islam dapat dijaga dengan cara manqul-musnad-muttashil kerana
kita mengatakan, mengamalkan Al Quran dan Hadits ada
sandarannya/sanadnya/silsilahnya yang sambung-bersambung sampai
Rosulullohi Shollallhu Alaihi Wasallam tanpa berani menambah,
mengurangi atau mencampur dengan pendapat sendiri, angan-angan sendiri,
menafsirkan sendiri, otak-atik sendiri. Sehingga ilmu Al Quran dan
Hadits tetap terjaga kemurniannya. Jika kita berani menambah,
mengurangi atau mencampuri Al Quran dan Hadits di luar kemanqulannya
diancam dimasukkan ke dalam Neraka.
Berdasarkan sabda
Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam : “Takutlah kamu pada Hadits
dariku kecuali apa-apa yang kamu ketahui. Barang siapa yang dusta
atasku dengan sengaja (hadits bukan dari Nabi dikatakan dari Nabi atau
dari Nabi dikatakan bukan dari Nabi) maka hendaklah menempati tempat
duduknya di Neraka dan barang siapa yang mengatakan tentang Al Quran
dengan pendapatnya sendiri maka hendaklah menempati tempat duduknya di
Neraka” (Riwayat at Tirmizi 278)
Terjaganya kemurnian agama
Islam dengan cara manqul-musnad-muttashil jauh dari bid’ah, syirik,
khurofat, tahyul dan lainnya dapat digambarkan sebagaimana air gunung
yang jernih, bersih, sejuk dan terasa segar bagi siapa saja yang minum
di tempat sumbernya (mata airnya). Jika ada orang yang ingin merasakan
(minum) air itu jauh dari sumbernya/tempat mata airnya maka harus
melihat kepada saluran apa air datang ke situ.
Kalau saluran itu
berupa sungai yang terbuka tidak terjaga maka otomatis rasanya akan
berubah bahkan bisa menjadi racun karena banyak orang yang membuang
kotoran,limbah rumah tangga, limbah industri, sampah ke sungai itu,
sehingga sungai itu tercemar. Tetapi jika saluran air itu melalui paip
yang baik dan kuat serta terjaga rapat meskipun jauh dari sumbernya.
Bahkan melalui got-got, wc-wc di dalam kota, maka rasa air yang keluar
dari kran akan sama segarnya dan sama bersihnya dengan air ditempat
sumbernya.
Ilmu digambarkan air, sumber mata air menggambarkan
asalnya ilmu yaitu dari Allah dan Rosulullohi Shollallohu Alaihi
Wasallam. Sedangkan pipa yang baik dan kuat digambarkan sebagai
isnadnya. Inilah gambarannya!
3. ILMU MANQUL MUDAH DIFAHAMI DALAM WAKTU YANG SINGKAT
Dengan
sistem manqul ilmu Al Quran dan Hadits akan mudah untuk difahami dalam
waktu yang relatif singkat, tidak bertele-tele sehingga kita segera
bisa mengamalkannya dengan benar dan sah. Sebagaimana
keterangan-keterangan yang kita terima dari para mubalik dalam jama'ah,
bahwa guru besar kita, pada waktu mengaji secara manqul di Mekah Al
Mukarromah hanya memerlukan waktu 10 tahun saja. Alhamdulillah atas
peparing/kurniaan Allah dalam waktu 10 tahun itu beliau dapat menerima
kemanqulan Al Qur'an 30 juz bacaan, makna dan keterangan dengan
Qiro’atussab’a (21 macam bacaan) dan dapat menamatkan bermacam-macam
hadits yang kesemuanya sejumlah 49 macam Hadits, semua itu dengan cara
manqul dan beliau benar-benar faham terhadap Al Quran dan Hadits yang
diterima secara manqul.
Setelah pulang dari Mekkah, beliau terus
amar ma'ruf kepada sanak saudara, handai taulan, sahabat-sahabatnya,
kenalannya dan siapa sahaja untuk diajak menetapi agama Islam yang haq
berdasarkan Al Qur'an dan Hadits secara berjama'ah. Mereka ada yang mau
dan ada yang menolak juga ada yang merintangi/menentang tetapi beliau
tidak jatuh mental/takut, tetap bersemangat dalam amar ma'ruf dengan
bermacam-macam cara, di antaranya beliau selalu mengadakan pengajian
khataman/asrama Al Quran dan Hadits secara manqul-musnad-muttashil dan
tempat pengajiannya berpindah-pindah. Dalam waktu kurang lebih satu
bulan setiap khataman/asrama bisa mengkhatamkan Al Qur'an 30 juz
bacaan, makna dan keterangan secara jelas, dan mudah difahami sehingga
para peserta khataman pulang dari pengajian merasa puas, senang,
gembira dan mantap.
Sampai sekarang kita terus menerus
melaksanakan pengajian-pengajian Al Qur'an dan Hadis dengan sistem
manqul-musnad-muttashil sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat
memahami Al Qur'an dan Hadits dengan mudah. Separti pengajian
khataman/asrama di pondok-pondok, daerah-daerah pada bulan Romadhon
atau waktu lainya dalam waktu kurang dari satu bulan Al Qur'an 30 juz
bacaan, makna, keterangan dapat dikhatamkan atau 12 Kitab himpunan
Hadits Nabi dapat dikhatamkan dalam waktu kurang lebih satu bulan.
Contoh lagi ialah pengajian Hadits-Hadits Besar seperti Sohih Bukhari,
Sunan Nasa’I, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi dan lainnya dalam waktu
kurang lebih 15 hari satu juz dapat dikhatamkan.
Dengan cara
manqul pengkajian dan pemahaman terhadap isi Al Qur'an dan Hadits jadi
mudah, jelas, cepat dan tepat kerana ada yang menuntun dan membimbing
secara langsung. Sebagai contoh mudah, jelas, cepat dan tepatnya dalam
menerima Al Qur'an dan Hadits secara manqul digambarkan seperti orang
yang disuruh mengambil jarum. Orang yang menyuruh menjelaskan:
“Ambilkan jarum, jarumnya berada di dalam almari pakaian yang ada di
kamar tidur paling bawah, kunci almari ada di atasnya, bukalah almari
pakaian itu dan carilah jarum itu pada rak yang paling bawah di situ
ada bungkusan kain warna hijau, nah di situlah letaknya jarum”. Orang
yang menerima perintah itu dengan sendirinya akan dengan mudah, cepat
dan tepat untuk mengambil jarum yang dimaksudkan.
Sedangkan bagi
orang yang tidak manqul digambarkan separti orang yang disuruh
mengambil jarum dalam almari tersebut belum sampai dijelaskan/dimanquli
dia langsung terus mencari sendiri padahal dalam rumah itu kamarnya
banyak almari, pakainnya banyak dan dikunci, maka orang tersebut tidak
bisa menemukan jarum yang dimaksudkan, seandainya bisa menemukan, itu
hanya suatu kebetulan atau setelah bersusah payah membongkar seluruh
isi rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar