Bapak-bapak, ibu-ibu serta saudara/i sekalian, saudara jama'ah yang dimuliakan Allah Ta'alaa, perlu kita ketahui bersama bahwa mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits sudah lazim, biasa disebut dengan istilah "ta'lim", yaitu mencari ilmu agama Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman aslinya umat Islam. Kemudian mempelajarinya dengan mengikuti petunjuk dari muballigh/ghoh yang sholih, yang mendapatkan petunjuk yang benar secara mangkul, musnad, mutashil dengan tujuan agar ibadah kita terbebas dari bid’ah, syirik, khurofat, takhayul, ro’yi serta hidup kita dalam beragama Islam ini betul-betul bisa merdeka dari kebodohan, keragu-raguan, ketidak-yakinan, ketidak-pahaman, dan dari tidak syahnya suatu amalan ibadah yang kita kerjakan.
Mengapa demikian?
Karena, dikhawatirkan apabila tidak ada petunjuk dari muballigh/ghod yang sholih, yang mendapatkan petunjuk yang benar secara mangkul-musnad, mutashil, maka bisa jadi gurunya adalah syetan, yang menyebabkan terjadinya amalan bid’ah, syirik, khurofat, takhayul, ro’yi itu.
Oleh karena itu mencari ilmu agama, yang biasa kita sebut "mengaji" ini hukumnya wajib! Wajib bagi siapa? Ya, bagi setiap orang yang telah mengaku dirinya sebagai muslim, sebagai orang Islam.
Adapun urgensi (dalil) nya atau dasar hukumnya adalah:
Pertama, berdasar pada firman Alloh Ta'alaa yang tercantum di dalam Al-Qur'an, Surat Bani Isroo'il/Al-Isroo', No. Surat: 17, Ayat: 36, yang berbunyi:
Yang artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti / mengamalkan apa yang kamu tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentangnya…dst”.
Kedua, berdasar pada sabda Rasuulullahi Shollallahu Alaihi Wasallam, yang tercantum dalam hadits Shohih Bukhori Juz 1 hal 25, yang berbunyi:
Yang artinya: “Ilmu diperlukan sebelum berbicara dan beramal”.
Ketiga, berdasar pada sabda Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Abi Daud, No. Hadits: 2499 , yang berbunyi:
Yang artinya: “Ilmu itu ada tiga, dan yang selain itu hanya kelebihan saja (mak: ilmu Bantu), (adapun ke tiga ilmu itu adalah 1. Ayat yang menghukumi, yakni Al-Qur’an, dan 2. Sunnah yang tegak, yakni Al-Hadits, dan 3. Iilmu faro’idh (tata cara membagi harta pusaka / waris) yang adil”.
Keempat, berdasar pada sabda Rasuulullah Shollallahu Alaihi Wasallam dalam Hadits Riwayat Malik bin Anas Fii Muwatho’, yang berbunyi:
Yang artinya: “Telah aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Alloh (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits)”.
Rosulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam, sebagai seorang Nabi dan Rosul memberikan jaminan bahwa kalau amal ibadah yang didasari dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits, maka amal ibadah tersebut tidak akan salah, dan tujuannya tidak akan sesat dan pasti benar. Hasilnya surga, pasti!
Kelima, berdasar pada sabda Rasuulullahi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Hadits Thobrooni, No. Hadits 929, dari Abdillah bin Robi’ah, berkata: Salman Al-Farisiy, berkata:
Yang artinya: “Manusia akan selalu dalam keadaan baik selama orang awal (generasi tua / ulama’ sepuh) masih tetap ada / hidup sehingga orang akhir (generasi muda) mau belajar (pada generasi tua tersebut), kalau orang awal telah mati sementara orang akhir belum belajar (padanya) maka (saat itulah manusia) rusak”.
Akan menjadi sangat jelas lagi jika kita bahas satu persatu tentang hasilnya mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits.Adapun hasil dari mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits, adalah:
1. Amal ibadah sah, dan jika tidak mau mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits maka amal ibadah menjadi tidak sah, sebab telah melanggar dari larangan Alloh Ta'alaa dalam Al-Qur'an, Surat Al-Isroo'/Bani Isroo'il, No. Surat: 17, Ayat: 36, yang berbunyi:
Yang artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti/mengerjakan apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya".
2. Amal ibadah pasti benar dan diterima Allah, sebab Al-Qur'an adalah firman Allah Ta'alaa dan Al-Hadits adalah sabda Rasulullahi Shollallohu 'Alaihi Wasallam yang dijamin pasti benarnya. Oleh karena itu, Al-Qur'an dan Al-Hadits menjadi pedoman ibadah bagi orang Islam yang juga dijamin oleh Alloh dan Rosulullohi Shollallahu 'Alaihi Wasallam pasti benarnya. Oleh karena itu, jangan ada keragu-raguan lagi di hati kita tentang kebenaran Al-Qur'an dan Al-Hadits yang menjadi pedoman ibadah kita ini. Dasarnya adalah firman Allah di dalam Al-Qur’an Surat Al-Isroo’/Bani Isroo’il, No. Surat: 17, Ayat: 9, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus/benar”.
Di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh, No. Surat: 2, Ayat: 147, Allah Ta'alaa berfirman:
Yang artinya: "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu (Muhammad), sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu".
Di dalam Hadits Riwayat Malik bin Anas Fii Muwatho’. Rasuulullah Shollallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Yang artinya: “Telah aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits)”.
Sehingga Alloh Ta'alaa berfirman di dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 59, yang berbunyi:
Yang artinya: “Maka jika kamu berselisih faham/berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Rosul (Al-Hadits), jika kamu beriman dengan Alloh dan hari akhir”.
Sedangkan amal ibadah yang tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits, atau telah menyimpang dari garis Qur'an-Hadits, maka sudah bisa dipastikan tidak akan diterima oleh Alloh, sebagaimana yang telah diungkapkan Rsulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam dalam Hadits Bukhori, yang berbunyi:
Yang artinya: “Barangsiapa mengamalkan pada suatu amalan yang tidak ada (dasar) perkara (ajaran) kami atasnya, maka amalan tersebut ditolak”.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Riwayat Ibnu Majah Juz 1 hal 19, yang berbunyi:
Yang artinya: “Allah tidak mau menerima amalan orang yang mengerjakan bid’ah sehingga dia meninggalkan bid’ahnya”.
3. Dengan mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits akan menambah pengetahuan, pengertian, kefahaman dan menghilangkan kebodohan. Di sinilah letak pentingnya memiliki ilmu pengetahuan agama. Mengingat bahwa sebelum kita mengamalkan sesuatu hendaknya terlebih dahulu kita miliki ilmu tentang amalan yang akan kita kerjakan. Sebagaimana sabda Rasuulullahi Shollallahu Alaihi Wasallam, dalam hadits Shohih Bukhori Juz 1 hal 25, yang berbunyi:
Yang artinya: “Ilmu diperlukan sebelum berbicara dan beramal”.
Di dalam hadits riwayat Thobrooni, Rasuulullahi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: "Hai manusia, sesungguhnya ilmu bisa didapat dengan cara belajar, sedangkan kepahaman bisa didapat dengan cara berusaha paham".
Maka, Rosuululloohi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda di dalam hadits Sunan Ibnu Majah Juz 1 Hal 81, yang berbunyi:
Yang Artinya : “Mencari ilmu itu (hukumnya) wajib bagi setiap orang Islam”.
Apa si yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dicari oleh hadits tadi? Yang dimaksud dengan ilmu dalam hadits di tadi adalah 1. Ilmu Al-Qur’an, dan 2. Al-Hadits, serta 3. Faro'idh, yaitu ilmu tentang membagi harta waris atau harta pusaka dengan adil. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullahi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Abu Daud, No. Hadits: 2499, yang berbunyi:
Yang artinya: “Ilmu itu ada tiga, dan yang selain itu hanya kelebihan saja (mak: ilmu Bantu), (adapun ke tiga ilmu itu adalah: 1. Ayat yang menghukumi, yakni Al-Qur’an, dan 2. Sunnah yang tegak, yakni Al-Hadits, dan 3. Iilmu faro’idh (tata cara membagi harta pusaka/waris) yang adil”.
Dikarenakan ilmu faro’idh itu sudah dimuat di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka kita cukup dengan memiliki ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Lain halnya jika kita masih mempunyai waktu luang, uang, serta kemampuan otak dalam mencernak pengetahuan umum, maka bisa ditambah lagi dengan Ilmu Bantu yang lain, seperti Al-Jabar dan Arithmatiks, yaitu ilmu tentang berhitung. Biologi, Kimia, Kedokteran, dll. Dengan demikian, sudah sempurnalah ilmu untuk bekal mencari kebahagiaan dunia dan akhirot. Sebab tidak ada lagi ilmu lain yang dapat membandingi ilmu yang terkandung dalam Al-qur'an dan Al-Hadits. Karena, Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah sumber dari segala sumber hukum yang sempurna, ditambah dengan ilmu bantu tersebut tentu akan semakin baik lagi.
Oleh karena itu, sangat diharapkan dengan mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits semacam ini, pengetahuan kita tentang agama islam ini akan semakin terus bertambah meningkat. Dengan mengaji seperti ini, kita akan mendapatkan pengertian tentang agama Islam yang kita anut ini adalah agama Islam yang haq, pasti benar, makin membuat hati kita mantap untuk menetapinya.
Lebih dari itu, kepahaman kita dalam beramal ibadah, baik secara teori maupun praktek benar-benar dapat teraplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Di sisi lain, tentang kebodohan kita soal agama akan terus secara perlahan tapi pasti dapat kita rasakan perubahan dan perbedaannya, lambat laun kebodohan itu pasti hilang, sirna. Dan yang paling penting adalah, bahwa dengan mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits ini kita mendapatkan kepahaman agama yang benar, yaitu amalan yang didasari dengan ilmu Al-Qur'an dan Al-Hadits dijamin pasti benar, tidak akan sesat, tidak akan salah dan pasti diterima oleh Allah. Inilah suatu pemahaman agama yang pol nilainya. Karena, dengan memiliki kepahaman demikian, insya Allah akan sulit terpengaruh oleh Islam yang sudah firqoh.
Sebaliknya jika kita tidak mau mengaji Al-Qur'an dan Al-hadits, maka akan timbul berbagai macam kerusakan, seperti krisis mental, moral, iman dan taqwa alias akan diliputi kebodohan. Oleh karena itu di dalam Hadits Shohih Bukhori Rosuululloohi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Umatku rusak ditangan pemuda yang bodoh”. (mak: generasi muda yang tidak memahami perkara dosa-fahala, halal-harom, manfa’at-madhorot, mahrom dan bukan mahrom, baik-buruk, dll. Menuruti hawa nafsu).
Di dalam Hadits Thobrooni Rosuululloohi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Pada hari Kiamat kelak, manusia yang paling menyesal adalah seseorang yang mungkin sekali (mempunyai kesempatan) untuk mencari ilmu di dunia tapi ia tidak mau mencarinya”.
Yang artinya: “Belajarlah, tidak ada seseorang yang dilahirkan dengan keadaan pandai”.
4. Akan menambah kepahaman dalam keimanan terhadap kebenaran Al-Qur'an dan Al-Hadits. Berdasarkan dalil firman Alloh dalam Al-Qur'an, Surat Al-Anfaal, No. Surat: 8, Ayat: 2, yang berbunyi:
Yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Alloh maka gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhan merekalah mereka bertawakkal".
Dengan keimananan yang semakin bertambah, diharapkan akan dapat merubah keadaan, seperti yang semula tidak tertib, tidak disiplin bahkan malas beribadah kian semakin menjadi tertib, disiplin dan rajin beribadah. Bagi yang berakhlak buruk, berthobi'at jelek dengan melalui proses akan berubah menjadi berakhlaqul karimah, berbudi pekerti yang luhur.
5. Mendapatkan pahala yang besar, dan meninggikan tingkatan derajat di surga. Berdasarkan dalil firman Allah dalam Al-Qur'an, Surat Al-Mujaadilah, No. Surat: 58, Ayat: 11, yang berbunyi:
Yang artinya: "Niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu sekalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha waspada terhadap apa yang kamu kerjakan".
Oleh karena itu, di dalam Hadits Riwayat Ad-Dailami, Rasuulullahi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Di sisi Allah, menuntut ilmu lebih utama ketimbang sholat, puasa dan haji serta jihad/berjuang di jalan Allah”.
Mengaji itu supaya dilakukan secara terus menerus sampai akhir ajal kita masing-masing. Yang dimaksud dengan mengaji menurut Allah dan Rasul-Nya, adalah meliputi bacan dan makna serta keterangan Al-Qur'an dan Al-Hadits secara mangkul (ada petunjuk guru) dengan musnad (mempunyai guru) yang mutashil (secara berurutan dari guru ke guru sampai pada Rasulullah) sampai paham.
NB:
- Manqul adalah ada petunjuk guru, atau guru mentransfer ilmunya kepada muridnya.
- Musnad adalah mempunyai sandaran guru.
- Mutashil adalah secara berurutan dari guru ke guru sampai pada Rasulullahi Shollallahu 'Alaihi Wasallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar