Persepsi Umum Tentang Poligami
Poligami bukanlah masalah baru. Poligami sudah ada sejak zaman dahulu. Namun perbincangan mengenai poligami menjadi kurang menarik ketika hal itu dilakukan oleh orang-orang kaya yang maunya hanya mempoligami perawan-perawan muda nan cantik, tidak seperti poligaminya Nabi Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam, yaitu murni menolong janda-janda yang perlu ditolong, anak-anak yatim yang perlu dilindungi. Memang Islam sendiri tidak melarang berpoligami dengan anak-anak gadis muda, tapi kita ini kan hendak mencontoh sunnah Nabi dalam hal berpoligami, seperti apa, dan bagaimana cara beliau berpoligami, lalu siapa yang hendak dipoligami?
- Poligami adalah bentuk ketidak setiaan suami, pelecehan, dan merusak kerukunan rumah tangga. Suami berdalih dengan menggunakan ayat Al-Qur'an dan sunnah Rosul untuk melegalisir perbuatannya, tapi nyatanya tidak bisa melakukan kewajiban adilnya.
- Poligami itu terjadi karena suami kegenitan, mengincar perempuan lain dan perempuan yang diincar juga kegatelan, tidak punya perasaan, tidak peduli walaupun harus merebut suami orang, dasar perempuan tak tahu malu. Poligami bukan melulu karena qodar atau takdir.
- Banyak janda dan perawan usia nikah atau yang sudah dianggap keliwat waktu nikah tetapi belum juga menikah yang perlu diramut (diurusi) dengan cara menikahinya, itu adalah urusan pengatur dan pengurus untuk mencarikan jodoh mereka, yang penting bukan suami saya yang meramutnya, titik.
- Suami yang telah berpoligami nyatanya tidak bisa adil, selalu lebih sayang kepada isteri muda; lebih memperhatikan keperluan isteri muda, tidak peduli lagi pada keperluan anak-anak dan istri yang pertama.
- Kalau memang suami itu berniat poligami untuk peramutan, kenapa perempuan yang dipilih yang masih muda-muda dan cantik-cantik, sedangkan yang tua dan tidak cantik tetap dibiarkan saja.
- Para isteri tidak bisa tinggal diam melihat keluarga yang berpoligami, kasihan isterinya jadi merana, keluarga berantakan, sementara suaminya enak-enakan dengan isteri mudanya. Ini perlu ada tidakan tegas dari para istri agar jadi perhatian bagi suami-suami, bahkan kalau bisa bikin suami-suami itu mejadi suami-suami takut istri.
- Banyak macam cara untuk memperoleh pahala besar tidak hanya dengan berpoligami, seperti membangun masjid, haji, umroh, meraih pahala besar lailatul qodar, dll. Pahala poligami hanya enak bagi laki-laki (suami) tapi tidak enak bagi perempuan karena hanya menagkibatkan penderitaan.
- Banyak suami yang berpoligami, dan nyatanya keluarganya malah menjadi berantakan, oleh karena itu jangan mau bergaul, dan atau berhati-hatilah bergaul dengan mereka nanti bisa-bisa ketularan dipoligami.
Persepsi Tentang Poligami yang Lebih Haq
Para pembaca yang budiman, sebelum terlalu jauh membahas mengapa berpoligami itu diperbolehkan, terlebih dahulu saya ingin menjelaskan tentang anggapan masyarakat jahiliyah terhadap orang perempuan pada zaman dahulu sebelum agama Islam datang, kaum wanita tidak ada nilainya sama sekali. Mereka bagaikan barang dagangan yang tidak mempunyai hak milik sama-sekali. Mereka dipaksa kawin oleh ahli waris dari suaminya, jika si ahli waris menghendakinya maka dikawinnya, jika si ahli waris tidak berselera untuk mengawininya maka orang perempuan tersebut dijual kepada orang lain sementara orang perempuan tidak bisa menolak sama-sekali. Mereka dipaksa juga untuk melakukan pelacuran, mereka tidak mempunyai hak mewaris tapi mereka bisa diwaris. Mereka tidak diperkenankan untuk menggunakan hak miliknya. Pada masa itu wanita dianggap pembawa sial, sumber malapetaka, sumber bencana, sumber kejahatan, aib dan penderitaan. Oleh karena itu orang Arab jahiliyah sama-sekali tidak menginginkan kelahiran anak perempuan. Rasa tidak senang terhadap orang perempuan yang telah mendarah dan mendaging itulah yang menyebabkan seorang bapak dengan teganya mengubur hidup-hidup anak perempuannya.
Alloh Subhaanahu Wa Ta’alaa telah mengungkapkan hal tersebut di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 58-59, yang artinya: “Dan ketika salah satu mereka diberi khabar kelahiran anak perempuan, maka wajahnya langsung hitam dan dia marah, dia bersembunyi dari kaum (masyarakat) karena berita jelek yang dikhabarkan kepadanya. Apakah dia akan mempertahankannya dalam kehinaan ataukah menguburnya hidup-hidup dalam tanah. Ketahuilah, alangkah buruknya hukum mereka itu”.
Pada prinsipnya ajaran Islam membolehkan poligami. UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membolehkan poligami dengan syarat atas musyawaroh dengan isteri pertama. UU ini diperkuat dengan keluarnya UU RI No 7/1989 tentang Pengadilan Agama, khususnya Pasal 49 yang mengatakan pengadilan agama menangani masalah perkawinan (seperti mengurusi poligami) dan lainnya. Kompilasi Hukum Islam (KHI) semakin memperjelas kebolehan poligami di Indonesia. Tetapi, masih ada yang jauh lebih penting yaitu mewujudkan prinsip dalam membina isteri atau rumah tangga yang sudah ada dahulu sampai tercapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah warohmah (harmonis dan romantis), bahagia dan sejahtera barulah meningkat ketahapan berikutnya yaitu berpoligami. Nach, untuk mendukung kearah sana, maka perlu rasanya saya buat grup “KELUARGA BAHAGIA” kehadapan Anda, meski hanya di dunia maya. Ini merupakan resep jitu yang dapat menggugah selera mempercepat lajunya niat baik dan mulia, yakni poligami.
Bagaimana mungkin seorang suami dapat melakukan poligami yang baik, jika dalam kenyataannya, mengurusi dan mengatur serta mencari dan memberi nafkah lahir, bathin kepada isteri satu saja masih keteter, belum lagi ditambah dengan mengurusi anak-anaknya, kalau sudah mempunyai anak. Boleh jadi anggapan saya yang seperti itu adalah salah. Monggo, terserah bagi yang akan melakukan poligami, bagaimana menyikapinya. Memang saya tidak menafikkan, bahwa banyak terjadi dampak negatif dari poligami yang dilakukan oleh komunitas muslim yang sebenarnya belum saatnya untuk berpoligami. Tetapi kita juga melihat adanya pasangan keluarga poligami dimana para isteri bisa rukun dan memberikan idzin kepada suami untuk melakukan poligami walaupun jumlah keluarga yang seperti itu tidak banyak.
Walaupun poligami yang telah berkembang di masa Jahiliyah itu banyak dampak negatifnya, tidak berarti bahwa poligami itu tidak mengandung nilai-nilai positifnya sama-sekali. Karena poligami mempunyai nilai postif itulah maka setelah agama Islam datang poligami tetap dilestarikan dengan meluruskan dan menyempurnakannya, sehingga poligami dalam agama Islam dikemas sedemikian rupa benar-benar menjadi salah satu solusi yang jitu dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam berumah-tangga yang dapat mengakibatkan perbuatan yang dilarang oleh agama Islam seperti perselingkuhan dan perzinahan.
Islam datang bukan untuk memberikan kebebasan, melainkan untuk membatasi, bukan untuk membiarkan kaum laki-laki menuruti hawa nafsunya, tetapi untuk mengikat poligami ini dengan syarat adil, ridho-ridhoan. Kalau tidak dapat berbuat adil, maka tidak diberikan rukhshoh itu kepada yang ingin berpoligami.
Islam adalah adalah peraturan bagi manusia, peraturan yang realistis dan positif, sesuai dengan fitroh, kejadian, realitas, kebutuhan-kebutuhan, dan kondisi kehidupan manusia berubah-rubah, masa-masa yang berbeda, serta keadaan yang beraneka ragam. Selain itu, Islam juga merupakan peraturan yang memelihara akhlak manusia dan kebersihan masyarakat. Maka, tidak mentolerir kenyataan-kenyataan yang merusak akhlak dan mengotori masyarakat.
Poligami boleh dilakukan, namun bersyarat. Bagi Anda yang berminat melakukannya, terlebih dahulu siapkan mental lahir dan bathin, dunia sampai akherat, untuk memenuhi empat syarat, yaitu:
1. Bermusyawaroh dengan isteri tua, yakni isteri pertama.
2. Tidak membuat kerusakan/rugi-merugikan/penganiayaan (KDRT; Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
3. Dapat menambah kelancaran dalam menetapi agama, beribadah dan bisa barokah.
4. Dapat mengatur adil karena Alloh.
Oleh karena itu, apabila kita mengambil satu hukum, maka kita ambil berikut syaratnya, jangan hanya mengambil bolehnya poligami saja, dan meninggalkan syaratnya. Karena hanya akan menimbulkan kerusakan. Awal dari kerusakan itu ialah ketika seseorang berpoligami dia tidak memahami bagaimana berpoligami yang baik dan benar, bahkan sampai ia tidak dapat berlaku adil, berarti dia telah merusak hukum Islam, mencoreng-moreng citra sunnah Rosulullohi Shollalloohu Alaihi Wasallam. Contoh: Seorang perempuan dipoligami melalui jalur tertutup, selama perkawinan mereka telah dikaruniai beberapa orang anak, ternyata dalam perjalanan hidup mereka untuk selanjutnya sudah tidak ada kecocokan lagi sehingga rumah tangga mereka berakhir dengan perceraian. Yang terjadi, ketika isteri yang sudah diceraikan ini akan mengurus haknya dalam hal pengambilan uang nafkah sangat sulit sekali, mantan suaminya sudah tidak mau memberi nafkah kepada anak-anaknya lagi. Posisi isteri yang dinikahi secara jalur tertutup ini, sungguh sangat lemah kekuatan hukumnya menurut Undang-undang Perkawinan.
Apabila laki-laki yang pernah menjadi suaminya itu adalah seorang laki-laki yang tidak mempunyai perasaan, hati nurani dan tidak bertanggung jawab, ditambah dengan 'ulama dan umaro' yang kurang arif dan bijaksana. Maka perkaranya akan semakin runyam. Bisa saling dosa mendosakan. Disini hendaknya diperlukan garis hukum yang tegas dan benar-benar adil, yang dapat mengatur hal-hal yang berkaitan dengan poligami jalur tertutup atau kawin siri, dibawah tangan. Dan dibuatkan perangkat hukum yang akan mengenakan sangsi kepada laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti kasus ini. Jika tidak, maka banyak kaum perempuan akan menjadi trauma, bahkan boleh jadi malah anti pati terhadap poligami dan akan menjadi contoh jelek dalam sejarah poligami di dalam agama Islam ini.
Padahal, poligami yang baik dan benar itu sudah dicontohkan dan telah dipraktekkan oleh Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam yang kemudian telah menjadi sunnah bagi ummatnya, terutama bagi ummatnya yang merasa bahwa kehadirannya di dunia ini menjadi rohmat bagi ummat manusia semesta alam. Di dalam Al-Qur’anul Karim, Surat Al-Anbiyaa’, No. Surat: 21, Ayat: 107, yang artinya: “Dan kami (Alloh) tidak mengutus kamu (Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam) kecuali menjadi rohmat (kasih-sayang) bagi orang-orang seluruh alam”. Maka kalau berpoligami tebarlah kasih sayang ke semua istri dan anak-anak, sehinga derajat poligami dapat terangkat, tidak lagi menjadi momok bagi mereka yang tak paham takdir tentang baik dan buruk, kaya-miskin, hidup-mati, selamat-cilaka. Betul?
Alloh Subhaanahu Wa Ta’alaa telah mengungkapkan hal tersebut di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 58-59, yang artinya: “Dan ketika salah satu mereka diberi khabar kelahiran anak perempuan, maka wajahnya langsung hitam dan dia marah, dia bersembunyi dari kaum (masyarakat) karena berita jelek yang dikhabarkan kepadanya. Apakah dia akan mempertahankannya dalam kehinaan ataukah menguburnya hidup-hidup dalam tanah. Ketahuilah, alangkah buruknya hukum mereka itu”.
Pada prinsipnya ajaran Islam membolehkan poligami. UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membolehkan poligami dengan syarat atas musyawaroh dengan isteri pertama. UU ini diperkuat dengan keluarnya UU RI No 7/1989 tentang Pengadilan Agama, khususnya Pasal 49 yang mengatakan pengadilan agama menangani masalah perkawinan (seperti mengurusi poligami) dan lainnya. Kompilasi Hukum Islam (KHI) semakin memperjelas kebolehan poligami di Indonesia. Tetapi, masih ada yang jauh lebih penting yaitu mewujudkan prinsip dalam membina isteri atau rumah tangga yang sudah ada dahulu sampai tercapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah warohmah (harmonis dan romantis), bahagia dan sejahtera barulah meningkat ketahapan berikutnya yaitu berpoligami. Nach, untuk mendukung kearah sana, maka perlu rasanya saya buat grup “KELUARGA BAHAGIA” kehadapan Anda, meski hanya di dunia maya. Ini merupakan resep jitu yang dapat menggugah selera mempercepat lajunya niat baik dan mulia, yakni poligami.
Bagaimana mungkin seorang suami dapat melakukan poligami yang baik, jika dalam kenyataannya, mengurusi dan mengatur serta mencari dan memberi nafkah lahir, bathin kepada isteri satu saja masih keteter, belum lagi ditambah dengan mengurusi anak-anaknya, kalau sudah mempunyai anak. Boleh jadi anggapan saya yang seperti itu adalah salah. Monggo, terserah bagi yang akan melakukan poligami, bagaimana menyikapinya. Memang saya tidak menafikkan, bahwa banyak terjadi dampak negatif dari poligami yang dilakukan oleh komunitas muslim yang sebenarnya belum saatnya untuk berpoligami. Tetapi kita juga melihat adanya pasangan keluarga poligami dimana para isteri bisa rukun dan memberikan idzin kepada suami untuk melakukan poligami walaupun jumlah keluarga yang seperti itu tidak banyak.
Walaupun poligami yang telah berkembang di masa Jahiliyah itu banyak dampak negatifnya, tidak berarti bahwa poligami itu tidak mengandung nilai-nilai positifnya sama-sekali. Karena poligami mempunyai nilai postif itulah maka setelah agama Islam datang poligami tetap dilestarikan dengan meluruskan dan menyempurnakannya, sehingga poligami dalam agama Islam dikemas sedemikian rupa benar-benar menjadi salah satu solusi yang jitu dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam berumah-tangga yang dapat mengakibatkan perbuatan yang dilarang oleh agama Islam seperti perselingkuhan dan perzinahan.
Islam datang bukan untuk memberikan kebebasan, melainkan untuk membatasi, bukan untuk membiarkan kaum laki-laki menuruti hawa nafsunya, tetapi untuk mengikat poligami ini dengan syarat adil, ridho-ridhoan. Kalau tidak dapat berbuat adil, maka tidak diberikan rukhshoh itu kepada yang ingin berpoligami.
Islam adalah adalah peraturan bagi manusia, peraturan yang realistis dan positif, sesuai dengan fitroh, kejadian, realitas, kebutuhan-kebutuhan, dan kondisi kehidupan manusia berubah-rubah, masa-masa yang berbeda, serta keadaan yang beraneka ragam. Selain itu, Islam juga merupakan peraturan yang memelihara akhlak manusia dan kebersihan masyarakat. Maka, tidak mentolerir kenyataan-kenyataan yang merusak akhlak dan mengotori masyarakat.
Poligami boleh dilakukan, namun bersyarat. Bagi Anda yang berminat melakukannya, terlebih dahulu siapkan mental lahir dan bathin, dunia sampai akherat, untuk memenuhi empat syarat, yaitu:
1. Bermusyawaroh dengan isteri tua, yakni isteri pertama.
2. Tidak membuat kerusakan/rugi-merugikan/penganiayaan (KDRT; Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
3. Dapat menambah kelancaran dalam menetapi agama, beribadah dan bisa barokah.
4. Dapat mengatur adil karena Alloh.
Oleh karena itu, apabila kita mengambil satu hukum, maka kita ambil berikut syaratnya, jangan hanya mengambil bolehnya poligami saja, dan meninggalkan syaratnya. Karena hanya akan menimbulkan kerusakan. Awal dari kerusakan itu ialah ketika seseorang berpoligami dia tidak memahami bagaimana berpoligami yang baik dan benar, bahkan sampai ia tidak dapat berlaku adil, berarti dia telah merusak hukum Islam, mencoreng-moreng citra sunnah Rosulullohi Shollalloohu Alaihi Wasallam. Contoh: Seorang perempuan dipoligami melalui jalur tertutup, selama perkawinan mereka telah dikaruniai beberapa orang anak, ternyata dalam perjalanan hidup mereka untuk selanjutnya sudah tidak ada kecocokan lagi sehingga rumah tangga mereka berakhir dengan perceraian. Yang terjadi, ketika isteri yang sudah diceraikan ini akan mengurus haknya dalam hal pengambilan uang nafkah sangat sulit sekali, mantan suaminya sudah tidak mau memberi nafkah kepada anak-anaknya lagi. Posisi isteri yang dinikahi secara jalur tertutup ini, sungguh sangat lemah kekuatan hukumnya menurut Undang-undang Perkawinan.
Apabila laki-laki yang pernah menjadi suaminya itu adalah seorang laki-laki yang tidak mempunyai perasaan, hati nurani dan tidak bertanggung jawab, ditambah dengan 'ulama dan umaro' yang kurang arif dan bijaksana. Maka perkaranya akan semakin runyam. Bisa saling dosa mendosakan. Disini hendaknya diperlukan garis hukum yang tegas dan benar-benar adil, yang dapat mengatur hal-hal yang berkaitan dengan poligami jalur tertutup atau kawin siri, dibawah tangan. Dan dibuatkan perangkat hukum yang akan mengenakan sangsi kepada laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti kasus ini. Jika tidak, maka banyak kaum perempuan akan menjadi trauma, bahkan boleh jadi malah anti pati terhadap poligami dan akan menjadi contoh jelek dalam sejarah poligami di dalam agama Islam ini.
Padahal, poligami yang baik dan benar itu sudah dicontohkan dan telah dipraktekkan oleh Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam yang kemudian telah menjadi sunnah bagi ummatnya, terutama bagi ummatnya yang merasa bahwa kehadirannya di dunia ini menjadi rohmat bagi ummat manusia semesta alam. Di dalam Al-Qur’anul Karim, Surat Al-Anbiyaa’, No. Surat: 21, Ayat: 107, yang artinya: “Dan kami (Alloh) tidak mengutus kamu (Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam) kecuali menjadi rohmat (kasih-sayang) bagi orang-orang seluruh alam”. Maka kalau berpoligami tebarlah kasih sayang ke semua istri dan anak-anak, sehinga derajat poligami dapat terangkat, tidak lagi menjadi momok bagi mereka yang tak paham takdir tentang baik dan buruk, kaya-miskin, hidup-mati, selamat-cilaka. Betul?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar