Menggali Sumur Zam Zam

Nadzar Abdul Muthalib Jika Telah Selesai (Oleh: KH.Kasmudi Assidiqi )

Abdul Muthalib bernadzar karena Allah Azza Wajalla ketika diperintah menggali sumur zam zam. jika telah selesai menggali sumur zam zam dengan sempurna, dan dia mempunyai sepuluh anak laki-laki maka dia akan menyembelih salah satunya karena Allah Azza Wajalla. maka Allah menambah kemulyaannya dan kemulyaan anaknya, maka dilahirkan untuknya sepuluh anak laki-laki dari enam istri yaitu : 1) Al Harits, 2) Abdullah, 3) Abu tholib, 4) Az Zubair, 5) Al Abbas, 6) Dhiror, 7) Abu Lahab, 8) Al Ghoidaq, 9) Hamzah, 10) Al Muqowwam, ketika sempurna anak laki-lakinya yang berjumlah sepuluh, dan agung kemulyaannya. dia menggali sumur zam zam dan telah sempurna baginya air minumnya maka dia mengundi anak-anaknya, siapa yang harus disembelih, maka keluarlah dalam undian itu kepada Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wasallam.

Lantas berdirilah Abdul Muthalib untuk menyembelih Abdullah, putra kesayangannya, dan berdiri pula paman-paman dari pihak ibunya dari Bani Makhzum, dan pembesar-pembesar Quraisy lainnya serta orang-orang yang berpikiran cemerlang di antara mereka. mereka berkata,”Kamu jangan menyembelih putramu itu, karena jika kamu lakukan akan menjadi kebiasaan orang-orang Arab”, dan berdiri pula anak-anaknya bersama-sama orang Quraisy tentang itu. maka berkatalah orang-orang Quraisy kepada Abdul Muthalib,”Sesungguhnya di tanah Hijaz ada seorang dukun yang mempunyai pengikut jin, maka bertanyalah kamu kepadanya, maka kamu harus tetap di atas urusanmu. jika dukun itu menyuruhmu untuk menyembelihnya, maka sembelihlah. Dan jika dukun itu memberi jalan keluar lainnya, maka terimalah.”
Berangkatlah mereka kepada dukun Hijaz untuk menanyakannya, dan berceritalah Abdul Muthalib tentang nadzarnya. Berkatalah si dukun,”Pulanglah kalian pada hari ini sehingga datanglah padaku jin yang mengikuti aku, maka aku akan bertanya kepadanya.” Maka pulanglah mereka semuanya hingga hari esok. Kemudian mereka berpagi-pagian datang kepada si dukun, maka berkatalah dia,”Ya, telah datang padaku kabarnya. Berapakah denda di antara kalian?”
Mereka menjawab,”Sepuluh onta”
 Image
Berkatalah si dukun,”Pulanglah ke negaramu dan berkurbanlah sepuluh onta, buatlah panah undi nasib di atas onta dan di atas temanmu (Abdullah). Maka jika yang keluar itu onta, maka sembelihlah onta itu. Dan jika yang keluar undiannya itu temanmu, maka tambahlah sepuluh onta lagi kemudian buatlah panah undi nasib atas keduanya. Sehingga ridho Tuhan kalian, jika yang keluar itu onta, maka sembelihlah onta-onta itu. Maka sungguh telah ridho Tuhan kalian dan selamat teman kalian”

Maka pulanglah orang-orang Quraisy ke Mekkah, lantas Abdul Muthalib mengundi atas Abdullah dan atas sepuluh onta, ternyata undiannya yang keluar adalah Abdullah. Orang-orang Quraisy pun berkata,”Wahai Abdul Muthalib, tambahlah untuk untuk Tuhanmu hingga ridho”. Maka tidak henti-hentinya ditambah sepuluh onta, tetapi undian yang keluar tetap Abdullah.Orang-orang Quraisy pun berkata,”Tambahlah untuk Tuhanmu sampai Dia ridho”. maka Abdul Muthalib terus melakukannya sampai seratus onta. Maka keluarlah undian itu atas seratus onta.Berkata orang-orang Quraisy atas Abdul Muthalib,”Sembelihlah! sesungguhnya Tuhanmu telah ridho.”

Dia berkata,”Kalau begitu aku tidak adil kepada tuhanku sampai keluar undian tiga kali”. Maka Abdul Muthalib mengundi lagi atas Abdullah dan atas seratus onta, maka tiap-tiap diulang, ternyata yang keluar adalah onta. Ketika undian tiga kali berturut-turut keluar seratus onta, maka Abdul Muthalib menyembelih onta-onta itu di dalam jurang-jurang, di lereng-lereng, dan di puncak-puncak gunung. Tidak dihalangi daripadanya manusia, burung dan binatang-binatang buas. Maka tertarik orang-orang desa di sekitar Mekkah untuk mengambil daging-daging diyat, dan binatang-binatang pun saling berebut sisa-sisa yang masih tertinggal, sedangkan Abdul Muthalib dan anak-anaknya tidak seorang pun yang ikut memakan onta-onta yang disembelihnya sebagai diyat, dan sejak saat itulah berlaku bahwa diyat itu seratus onta. Kemudian datang Islam menetapkan bahwa diyat adalah seratus onta.

Ketika Abdul Muthalib pulang menuju rumahnya, dia bertemu dengan Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhroh bin Kilab yang sedang duduk di Masjidil Harom. Wahb adalah seorang bangsawan Quraisy yang paling mulia di kota Mekkah waktu itu. Maka (terjadilah kesepakatan) Wahb menikahkan putrinya yang bernama Aminah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah dari Rosulillah Sholallohu ‘alaihi Wasallam.

Di dalam riwayat lain secara ringkas diriwayatkan oleh Al Azroqi: Sehingga memungkinkan bagi Abdul Muthalib untuk menggali sumur zam zam dan sangat berat sakitnya (dalam mengerjakannya). Maka Abdul Muthalib bernadzar jika Allah memberi anak laki-laki kepadanya sepuluh orang, maka salah satunya akan disembelih. Kemudian Abdul Muthalib menikah dengan beberapa perempuan lantas dilahirkan baginya sepuluh anak laki-laki. Ketika diadakan undian maka keluarlah undiannya kepada Abdullah bin Abdul Muthalib, anak yang paling disayanginya. Maka berdoalah dia,”Ya Allah, apakah dia yang lebih Engkau senangi ataukah seratus onta?”. Kemudian Abdul Muthalib mengundi lagi antara Abdullah dan seratus onta, maka keluarlah undian atas seratus onta. Oleh sebab itu, maka Abdul Muthalib menyembelih seratus onta sebagai diyat.

Demikianlah apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidaklah akan terjadi. Allah Ta’ala telah memelihara ayah Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wasallam dari penyembelihan dan ditebus dengan seratus onta. Supaya menjadi kenyataan kehendak Allah yang akan menjadikan Abdullah bin Abdul Muthalib menjadi perantara lahirnya seorang Nabi yang mulia yaitu Nabi Muhammad Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wasallam, yang menjadi penghulu dunia dan menjadi rohmat bagi segenap alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar