Dulu, ketika masih kecil saya merasa takut sekali ketika Bapak atau Ibu bilang kualat. Misal kita berani kepada orang tua, terus mereka bilang; “Ati-ati lho kualat nanti”. Begitu dalam. Membekas. Walaupun saat itu belum punya pengertian yang benar. Biasanya ditambahi, “Kualat kayak jambu mete lho nanti”, yang kepalanya di bawah. Terbalik. Serasa dunia menjadi gelap dan langit runtuh saat mendengar kalimat itu. Perasaan takut begitu mencekam dan akhirnya kita jera untuk melakukan kesalahan lagi sebab takut kualat.
Seiring bertambahnya waktu, datanglah istilah karma. Ya hukum karma. Ini idiom yang saya terima dari guru SD saya yang kejawen. Prinsip dia, siapa yang berbuat baik akan menerima kebaikan dan siapa yang berbuat jelek akan menerima kejelekan pula. Simple. Jadi orang harus berbuat baik terus agar hidupnya selamat di dunia. Pemahaman yang mirip-mirip kearah reinkarnasi. Warisan hindu budha. Nah pertanyaannya adalah adakah sebenarnya hal itu? Mana dasarnya kalau ada dan bagaimana kita menyikapinya?
Di dalam ilmu quran hadist ada yang disebut sunnatullah. Wa lan tajida lisunnatillahi tabdilla. Bahasa umumnya disebut sebagai hukum alam. Sesuatu yang dapat kita pahami dari beberapa karakteristiknya. Hukum Alam mempunyai tujuh karakteristik. Pertama, berlaku dimana saja (universal). Kedua, berlaku kapan saja dan tak mengenal waktu (timeless). Ketiga, dapat diramalkan (predictable). Keempat, berada di luar kita (eksternal). Kelima, beroperasi dengan atau tanpa pemahaman kita. Keenam, terbukti dengan sendirinya (self evident). Ketujuh, memampukan jika dipahami.
Suatu hukum alam haruslah memenuhi tujuh ciri tersebut. Salah satunya adalah hukum Gravitasi yang berlaku dimana saja, dan kapan saja. Bahkan pemahaman mengenai hukum inilah yang membuat kita mampu menerbangkan pesawat terbang. Anda yang mempelajari fisika, kimia, biologi, astronomi, kedokteran, teknik dan sebagainya tentunya menguasai hukum-hukum yang mengatur segala sesuatu di alam semesta.
Menariknya, hukum alam ternyata juga berlaku dalam kehidupan sosial. Contohnya adalah "hukum kepercayaan". Dimanapun di dunia ini tak ada orang yang suka dibohongi. Karena itu berbohong akan menghilangkan kepercayaan orang. Contoh lain adalah "hukum menang-menang". Siapapun orangnya pasti ingin menang, tak ada orang yang mau kalah. Ada orang yang mengalah tapi tujuannya adalah untuk mencapai kemenangan.
Kenyataannya, orang lebih mudah percaya pada hukum alam semesta ketimbang hukum alam dalam kehidupan sosial. Ini karena hukum di alam semesta menghasilkan efek langsung. Cobalah lemparkan koin/ uang logam Anda, uang/logam itu akan langsung jatuh. Coba masukkan tangan Anda ke dalam air atau api. Seketika itu juga tangan Anda basah atau terbakar. Jadi dalam hal ini time of response-nya adalah nol. Tidak demikian halnya dengan kehidupan sosial. Seorang suami yang selingkuh mungkin tetap dipercaya dan disayang istrinya. Bahkan selingkuh, kata dr Boyke Dian Nugraha, adalah singkatan dari "Selingan Indah, Rumah Tangga Utuh."
Seorang koruptor bisa saja berceramah tentang kebaikan dan dihormati masyarakat. Pedagang yang curang justru makin makmur dan makin kaya. Penguasa yang zalim bisa berkuasa puluhan tahun. Seorang plagiator bisa menjadi ilmuwan yang disegani. Tapi semua ini hanyalah soal time of response. Cepat atau lambat hukum alam akan membuktikan kebenarannya. Sebaik-baik membungkus yang busuk tercium juga.
Persoalannya, hukum alam ada di luar kontrol kita. Pakar Kepemimpinan Stephen Covey mengatakan, "Anda dapat memilih tindakan Anda, namun Anda tak dapat memilih akibat-akibatnya. Mereka diatur oleh hukum alam atau prinsip-prinsip". Jadi, silahkan pilih tindakan Anda, tapi jangan lupa bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi tersendiri yang tak dapat dipisahkan karena berada dalam satu paket. Man amila sholihan falinafsih, waman asaa’a fa’alaiha. Wa-ilallaahi falyatawak-kalil mu’minuun.
Memahami hukum alam memudahkan kita meramalkan apa yang akan terjadi. Cecil B. De Mille yang dalam film The Ten Commandment mengatakan, "We cannot break the principle, we can only break ourselves against the principles. Ini berarti kitalah yang menentukan sendiri akibat yang akan kita terima dalam menjalankan hukum Allah dan Rasul. Rajin sodaqoh, banyak rizqi. Nggak amanat, kojur. Budi ashor, jatuh, dll.Jadi, apakah kita masih mempertanyakan adanya hukum alam ini?
Mungkin saya hanya mengutip sedikit dasar dari quran-hadistnya. Namun setidaknya pemahaman dasar ini bisa menjadikan kita mempunyai pemahaman yang benar tentang hal ini. Jangan sampai malah kita kualat beneran, sebab salah dalam memahaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar