Si Kecil Bicara ‘Kotor’, Meniru Siapa?

13319688471762076908
Semalam saat pulang kerja, saya dikejutkan oleh keluhan si mbak (PRT) di rumah tentang perilaku anak sulung saya, Danish. Beberapa menit sebelum saya tiba di rumah, Danish sempat merengek kepada si mbak agar ia dibolehkan main ke luar rumah. Mengingat jam sudah menunjukan pukul 20.30 si mbak tak mengizinkan Danish keluar. Mengetahui dirinya dilarang, Danish langsung menunjukan reaksi tak sukanya. Ia menghardik si mbak dengan kata-kata kasar dan kotor!
Mendengar penuturan si mbak tentang ucapan kotor Danish, jelas saja saya langsung naik pitam. Hati orang tua mana yang tak miris mendengar buah hati kesayangannya melontarkan kalimat yang sangat tak pantas apalagi untuk anak seusia Danish yang belum genap 8 tahun.
Bagaimana tidak gusar, selama ini saya dan suami berusaha semampu kami mendidik buah hati kami dengan mencontohkan perilaku baik agar mereka bisa belajar dari kehidupan mereka sehari-hari. Sungguh tak habis pikir darimana Danish mendapatkan kata-kata kotor itu.

Saat si mbak menceritakan perilaku Danish, Danish sempat mengelak dan tak mengakui apa yang baru saja diucapkannya. Saat saya tekankan kalimat apa yang keluar dari mulutnya, ia menjawab bahwa ia tadi hanya mengucapkan XXX dan XXX. Whattt? Lagi-lagi saya dibuat tak percaya dengan apa yang ia ucapkan. Saya tanyakan kepada Danish, apakah ia mengerti arti dari XXX? Ia menggeleng.
1331958455190226172
Saya marah bukan kepalang. Saat kalimat keras saya terucap, tak disangka Danish tak kalah sengitnya menyahuti kata-kata saya. Sungguh sedih melihat Danish sudah berani menjawab teguran keras mamanya. Saya menyesal sekali tak bisa mengendalikan emosi menghadapi si kecil. Memang benar adanya, jika kita bicara keras, maka si kecil pun akan meniru apa yang kita ucapkan.
Saya berusaha untuk meredam emosi yang sungguh bergejolak di hati. Sambil menarik nafas panjang, saya dekati Danish. Kepala Danish tertunduk. Ia tak berani menatap mata saya. Saya raih tangannya dan minta ia menatap wajah saya. Dengan wajah takut, Danish mengangkat wajahnya. Ia nampak merasa sangat bersalah karena telah berani menjawab kata-kata saya .
Dengan bahasa lembut sambil menyentuh rambutnya, saya sampaikan bahwa apa yang ia ucapkan terhadap si mbak bukanlah perbuatan terpuji dan sungguh tak pantas terlontar dari bocah seusianya. Saya tanyakan apakah di sekolahnya Teacher-teacher nya mengajarkan bahasa yang demikian? Danish menggeleng.
Kemudian saya pertegas lagi, apakah Danish pernah mendengar kata-kata kotor keluar dari mulut orang tuanya? Lagi-lagi Danish menggeleng. Lantas, darimana Danish mendapatkan kata-kata kotor itu? Danish lagi-lagi tertunduk. Ia tak berani menjawab. Jika bukan, lantas darimana Danish mendapatkan kalimat yang tak pantas itu? Dari televisi kah? Dari internet kah? Danish kembali menggeleng.
Saya memutar otak, bagaimana caranya agar ia mau berterus terang. Lalu saya kembali tekankan masih berusaha dengan bahasa yang lembut agar ia mau jujur darimana ia meniru kata-kata itu. Saat saya tanyakan kembali apakah ia meniru kata-kata kotor itu dari teman-temannya di sekolah atau teman-temannya di rumah? Danish terdiam.
Saya mencoba menenangkan hati Danish. Saya yakin pertanyaan saya kali ini mengena di hatinya. Saya masih menunggu jawaban Danish. Danish menjelaskan bahwa ia meniru kata-kata kotor itu dari D, teman mainnya di rumah. Nyesss!! Pengakuan Danish sungguh menohok hati saya. Ternyata ia meniru kata-kata kotor itu dari anak tetangga kami. Yang sungguh tak habis pikir adalah D usianya setahun di bawah Danish. Ia masih duduk di kelas 1 SD.
Sambil menatap mata Danish, saya utarakan bahwa ia telah meniru kata-kata yang sungguh tak pantas. Selama ini di sekolahnya Danish selalu diajarkan bagaimana meniru perilaku Nabi Muhammad SAW. Ia juga menyimak dengan baik semua kata-kata saya. Saya mencoba menyentuh hatinya dengan menjelaskan bahwa apa yang ia lontarkan kepada si mbak sungguh bukanlah perbuatan mulia.
Kembali saya sampaikan bahwa Danish harus belajar bagaimana menghargai orang lain, menghormati orang yang usianya lebih tua, menyayangi adiknya dan belajar untuk tidak memaki atau menghardik orang lain. Betapa kecewanya hati orang tua mendengar Danish berperilaku demikian.
Saya katakan, bila orang yang dihardik itu adalah Danish, bukankah Danish akan sedih jika dikatakan buruk? Danish mengangguk. Ia kemudian menjawab ia tidak mau jika dikatakan buruk oleh orang lain. Demikian pula orang lain, mereka pun tak ingin jika Danish mengatakan hal-hal buruk atau melontarkan makian dengan kata-kata kotor terhadap mereka. Hati mereka pasti sedih.
Saya lihat mata Danish berkaca-kata. Dadanya sesenggukan menahan tangis. Tak disangka ia memeluk saya dan menangis. Airmatanya mengalir deras. Saya tanyakan apakah Danish menyesal? Ia mengangguk perlahan. Ia berjanji itu adalah terakhir kalinya ia mengucapkan kata-kata kotor itu. Ia akan belajar untuk menghormati orang lain. Siapapun itu. Danish masih terus memeluk saya, saya katakan betapa sayangnya saya kepadanya. Sungguh lega hati saya karena akhirnya si kecil bisa memahami apa yang saya sampaikan.
Saya yakin banyak orang tua yang mengeluhkan hal serupa ketika mendapati buah hati kesayangannya berkata kotor. Tak ada satu pun orang tua yang sengaja mendidik anaknya dengan ucapan yang tak pantas. Oleh karena itu tak ada salahnya jika kita memperhatikan dengan siapa buah hati kita bergaul. Apakah teman-temannya ada yang sering melontarkan kata-kata yang tak pantas?
Sebagai orang tua, jangan pernah ragu untuk menegur bila mengetahui teman main anak kita berkata kotor. Berilah pengertian kepada si kecil bahwa ucapan itu sungguh tak pantas diucapkan. Apalagi kata-kata yang keluar itu untuk memaki seseorang. Sesungguhnya si kecil pun tak memahami dengan baik bahwa apa yang keluar dari mulutnya adalah kalimat yang tak pantas. Jika kita membiarkan, maka si kecil pun akan menganggap perbuatannya itu dibenarkan.
Satu hal lagi bunda, jangan pernah menegur si kecil dengan bahasa yang keras jika kita tak mau si kecil melakukan hal yang sama. Pendekatan dengan hati akan jauh lebih menghujam ke dasar hatinya dan yakinlah si kecil akan tersentuh hatinya jika kita menyampaikannya dengan bahasa yang halus namun sarat makna.
Tentu anda pernah mendengar puisi bijak Dorothy Law Nolte bahwa anak belajar dari kehidupannya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar