Semalam saat pulang kerja, saya
dikejutkan oleh keluhan si mbak (PRT) di rumah tentang perilaku anak
sulung saya, Danish. Beberapa menit sebelum saya tiba di rumah, Danish
sempat merengek kepada si mbak agar ia dibolehkan main ke luar rumah.
Mengingat jam sudah menunjukan pukul 20.30 si mbak tak mengizinkan
Danish keluar. Mengetahui dirinya dilarang, Danish langsung menunjukan
reaksi tak sukanya. Ia menghardik si mbak dengan kata-kata kasar dan
kotor!
Mendengar penuturan si mbak tentang
ucapan kotor Danish, jelas saja saya langsung naik pitam. Hati orang
tua mana yang tak miris mendengar buah hati kesayangannya melontarkan
kalimat yang sangat tak pantas apalagi untuk anak seusia Danish yang
belum genap 8 tahun.
Bagaimana tidak gusar, selama ini saya
dan suami berusaha semampu kami mendidik buah hati kami dengan
mencontohkan perilaku baik agar mereka bisa belajar dari kehidupan
mereka sehari-hari. Sungguh tak habis pikir darimana Danish mendapatkan
kata-kata kotor itu.
Saat si mbak menceritakan perilaku
Danish, Danish sempat mengelak dan tak mengakui apa yang baru saja
diucapkannya. Saat saya tekankan kalimat apa yang keluar dari mulutnya,
ia menjawab bahwa ia tadi hanya mengucapkan XXX dan XXX. Whattt?
Lagi-lagi saya dibuat tak percaya dengan apa yang ia ucapkan. Saya
tanyakan kepada Danish, apakah ia mengerti arti dari XXX? Ia menggeleng.
Saya marah bukan kepalang. Saat kalimat
keras saya terucap, tak disangka Danish tak kalah sengitnya menyahuti
kata-kata saya. Sungguh sedih melihat Danish sudah berani menjawab
teguran keras mamanya. Saya menyesal sekali tak bisa mengendalikan
emosi menghadapi si kecil. Memang benar adanya, jika kita bicara keras,
maka si kecil pun akan meniru apa yang kita ucapkan.
Saya berusaha untuk meredam emosi yang
sungguh bergejolak di hati. Sambil menarik nafas panjang, saya dekati
Danish. Kepala Danish tertunduk. Ia tak berani menatap mata saya. Saya
raih tangannya dan minta ia menatap wajah saya. Dengan wajah takut,
Danish mengangkat wajahnya. Ia nampak merasa sangat bersalah karena
telah berani menjawab kata-kata saya .
Dengan bahasa lembut sambil menyentuh
rambutnya, saya sampaikan bahwa apa yang ia ucapkan terhadap si mbak
bukanlah perbuatan terpuji dan sungguh tak pantas terlontar dari bocah
seusianya. Saya tanyakan apakah di sekolahnya Teacher-teacher nya
mengajarkan bahasa yang demikian? Danish menggeleng.
Kemudian saya pertegas lagi, apakah
Danish pernah mendengar kata-kata kotor keluar dari mulut orang tuanya?
Lagi-lagi Danish menggeleng. Lantas, darimana Danish mendapatkan
kata-kata kotor itu? Danish lagi-lagi tertunduk. Ia tak berani
menjawab. Jika bukan, lantas darimana Danish mendapatkan kalimat yang
tak pantas itu? Dari televisi kah? Dari internet kah? Danish kembali
menggeleng.
Saya memutar otak, bagaimana caranya
agar ia mau berterus terang. Lalu saya kembali tekankan masih berusaha
dengan bahasa yang lembut agar ia mau jujur darimana ia meniru
kata-kata itu. Saat saya tanyakan kembali apakah ia meniru kata-kata
kotor itu dari teman-temannya di sekolah atau teman-temannya di rumah?
Danish terdiam.
Saya mencoba menenangkan hati Danish.
Saya yakin pertanyaan saya kali ini mengena di hatinya. Saya masih
menunggu jawaban Danish. Danish menjelaskan bahwa ia meniru kata-kata
kotor itu dari D, teman mainnya di rumah. Nyesss!! Pengakuan Danish
sungguh menohok hati saya. Ternyata ia meniru kata-kata kotor itu dari
anak tetangga kami. Yang sungguh tak habis pikir adalah D usianya
setahun di bawah Danish. Ia masih duduk di kelas 1 SD.
Sambil menatap mata Danish, saya
utarakan bahwa ia telah meniru kata-kata yang sungguh tak pantas.
Selama ini di sekolahnya Danish selalu diajarkan bagaimana meniru
perilaku Nabi Muhammad SAW. Ia juga menyimak dengan baik semua
kata-kata saya. Saya mencoba menyentuh hatinya dengan menjelaskan bahwa
apa yang ia lontarkan kepada si mbak sungguh bukanlah perbuatan mulia.
Kembali saya sampaikan bahwa Danish
harus belajar bagaimana menghargai orang lain, menghormati orang yang
usianya lebih tua, menyayangi adiknya dan belajar untuk tidak memaki
atau menghardik orang lain. Betapa kecewanya hati orang tua mendengar
Danish berperilaku demikian.
Saya katakan, bila orang yang dihardik
itu adalah Danish, bukankah Danish akan sedih jika dikatakan buruk?
Danish mengangguk. Ia kemudian menjawab ia tidak mau jika dikatakan
buruk oleh orang lain. Demikian pula orang lain, mereka pun tak ingin
jika Danish mengatakan hal-hal buruk atau melontarkan makian dengan
kata-kata kotor terhadap mereka. Hati mereka pasti sedih.
Saya lihat mata Danish berkaca-kata.
Dadanya sesenggukan menahan tangis. Tak disangka ia memeluk saya dan
menangis. Airmatanya mengalir deras. Saya tanyakan apakah Danish
menyesal? Ia mengangguk perlahan. Ia berjanji itu adalah terakhir
kalinya ia mengucapkan kata-kata kotor itu. Ia akan belajar untuk
menghormati orang lain. Siapapun itu. Danish masih terus memeluk saya,
saya katakan betapa sayangnya saya kepadanya. Sungguh lega hati saya
karena akhirnya si kecil bisa memahami apa yang saya sampaikan.
Saya yakin banyak orang tua yang
mengeluhkan hal serupa ketika mendapati buah hati kesayangannya berkata
kotor. Tak ada satu pun orang tua yang sengaja mendidik anaknya dengan
ucapan yang tak pantas. Oleh karena itu tak ada salahnya jika kita
memperhatikan dengan siapa buah hati kita bergaul. Apakah
teman-temannya ada yang sering melontarkan kata-kata yang tak pantas?
Sebagai orang tua, jangan pernah ragu untuk menegur bila mengetahui teman main anak kita berkata kotor.
Berilah pengertian kepada si kecil bahwa ucapan itu sungguh tak pantas
diucapkan. Apalagi kata-kata yang keluar itu untuk memaki seseorang.
Sesungguhnya si kecil pun tak memahami dengan baik bahwa apa yang
keluar dari mulutnya adalah kalimat yang tak pantas. Jika kita
membiarkan, maka si kecil pun akan menganggap perbuatannya itu
dibenarkan.
Satu hal lagi bunda, jangan pernah
menegur si kecil dengan bahasa yang keras jika kita tak mau si kecil
melakukan hal yang sama. Pendekatan dengan hati akan jauh lebih
menghujam ke dasar hatinya dan yakinlah si kecil akan tersentuh hatinya
jika kita menyampaikannya dengan bahasa yang halus namun sarat makna.
Tentu anda pernah mendengar puisi bijak Dorothy Law Nolte bahwa anak belajar dari kehidupannya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar