SYUKUR

Salah satu ayat, yang selalu menggetarkan jiwa saya, dalam masalah syukur adalah surat al-Baqoroh ayat 172. Pungkasan kalimat pada ayat itu dengan jelas sekali menunjukkan korelasi antara ibadah dan masalah syukur, yang membuat bulu roma saya berdiri. Arti ayat itu adalah sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” 

Menilik ayat ini, syukur kepada Allah adalah salah satu syarat, salah satu jalan dan suatu bukti bahwa kita menyembah kepadanya. Jadi kalau belum bersyukur kepada Allah, berarti belum lengkap keubudannya (penyembahannya). Oleh karena itu, orang yang beriman harus bisa bersyukur kepada Allah. Wajib hukumnya, hingga para ulama sampai pada kesimpulan bahwa syukur adalah sebagai salah satu pengikat keimanantali iman. Jika masih bersyukur berarti masih ada keimanan di dalam hati orang tersebut. Kalau sudah tidak ada syukur berarti tidak ada lagi keimanan di dalam hatinya.


Ayat ini juga menunjukkan kaitannya bahwa syukur itu dilakukan atas adanya suatu pemberian. Ayat di atas dengan gamblang menunjukkan kepada kita bersyukur atas pemberian Allah berupa rejeki yang kita makan. Sebagai orang iman, jika kita menerima pemberian dari Allah maka wajib harus bersyukur sebagai bukti bahwa kita beribadah kepada-Nya. Adapun ayat lain seperti Surat Ibrohim ayat 7, hanya menunjukkan keutamaan bersyukur yang akan menambah nikmat itu dan ancaman kufur atau tidak bersyukur. Allah berfirman: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

Nah, kaitannya dengan pemberian sebagai salah satu sebab bersyukur, sekarang kita simak hadist di bawah ini, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasai.

Dari Anas r.a. dia berkata, “Orang – orang Muhajirin berkata; ‘Ya Rasululloh orang – orang Anshor mendapatkan seluruh pahala. Kami tidak melihat kaum yang lebih baik dermanya dengan harta yang banyak dan lebih baik pertolongannya dengan harta yang minim daripada mereka. Mereka telah mencukupi kita dalam urusan kebutuhan.’ Beliau menjawab;” Bukankah kalian memuji mereka dan mendoakan mereka?” Mereka manjawab, ‘Tentu.’ Beliau bersabda;”Itu cukup sepadan dengan kebaikan mereka itu.”

Hadist ini menunjukkan bagaimana tata krama membalas pemberian antara sesama manusia. Karena keterbatasan, memuji dan mendoakan adalah hal yang laik dilakukan ketika kita menerima pemberian dari sesama, seperti apa yang telah dilakukan orang-orang Muhajirin kepada orang-orang Anshor. Mereka tidak bisa membalas dengan hal yang serupa, tetapi cukup dengan pujian dan doa itu sudah imbang - impas. Nah, dalam riwayat lain Nabi menjelaskan bagaimana etika menerima suatu pemberian dari sesama manusia, selain memuji.

Dari Jabir r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda, “Barangsiapa diberi suatu pemberian lalu dia mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah dia membalasnya dengannya. Jika tidak maka hendaknya dia memberi pujian karena barangsiapa yang memberikan pujian maka dia telah bersyukur, dan barangsiapa menyembunyikan maka dia telah kufur. Barangsiapa menghiasi dirinya dengan sesuatu yang bukan miliknya, maka dia seperti orang yang memakai dua helai pakaian kedustaan.” (Rowahu at_Tirmidzi (hadist hasan ghorib) dan Abu Dawud).

Lebih jauh Nabi juga memberikan penjelasan apa yang diucapkan sebagai bentuk pujian ketika kita tidak dapat membalas dengan benda sepadan.

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a. dia berkata, “Rasululloh SAW bersabda;’Barangsiapa diberi suatu kebaikan, lalu dia berkata kepada pemberinya – Jazaakallohu khairo/Semoga Allah membalas kebaikan (yang lebih baik) kepadamu – maka dia telah sampai (sempurna) di dalam memuji.”(Rowahu at-Tirmidzi, dia berkata hadist hasan ghorib)

Dengan atsar-atsar ini, menunjukkan dengn jelas kewajiban bersyukur terhadap pemberian baik langsung dari Allah maupun pemberian lewat perantara yaitu manusia. Sebagai kunci dalam masalah syukur ini kita simak hadist berikut,

Dari an-Nu’man bin Basyir r.a. dia berkata, “Rasululloh SAW bersabda; ‘Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit, maka dia tidak bisa mensyukuri yang banyak. Barangsiapa tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Menceritakan nikmat Allah adalah syukur dan menyembunyikannya adalah kufur. Berjamaah adalah rohmat dan berpecah belah adalah siksa.’” (Rowahu Abdullah bin Ahmad fi Zawaaid)

Dari al-Asy’ats bin Qois r.a. dia berkata, “Rasululoh SAW bersabda tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.” (Rowahu Ahmad)

Dari Abu Huroiroh r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda,”Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia.” (Rowahu Abu Dawud dan at- Tirmidzi dia berkata hadist shohih)

Walaupun demikian jangan sampai melewati batas dalam bersyukur kepada manusia ini. Sebab hakikatnya syukur itu kepada Allah sebagaimana tersebut di dalam ummul kitabAlhamdulillah robbil alamin - segala puji bagi Allah tuhan semesta alam. Jadi bagaimana dong? Bersyukurlah kepada manusia, tapi jangan melewati batas. Jangan sampai mengalahkan kesyukuran kita kepada Allah. Lebih jelasnya jangan sampai mengkultuskan manusianya. Sehebat apapun manusia adalah manusia bukan Sang Pencipta. Manusia hanya perantara saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar