Tiba-tiba
saja ayat tentang “Kun Fayakuun” menjadi beken. Pertama, karena buku
“Kun Fayakuun”, bahkan “Kun Fayakuun For Kids” segala. Kedua, karena
film/VCD “Kun Fayakuun”. Ketiga, karena seminar “Kun Fayakuun For Your
Business”. Entahlah, nanti akan muncul “Kun Fayakuun” versi apa lagi.
Padahal ayat itu bukan ayat sembarang ayat, melainkan ucapan Allah ketika menghendaki sesuatu. Mulai dari penciptaan alam semesta, penciptaan Adam, penciptaan Hawa, penciptaan Isa, dst, dst, yang atas semua yang dikehendaki-Nya Alloh cukup mengatakan “Kun” Jadi! Maka jadi.
Munculnya ayat itu berulang-ulang sebanyak 8 kali di surat:ayat 2:117, 3:47, 3:59, 6:73, 16:40, 19:35, 36:82, 40:68 tentunya untuk semakin menegaskan kepada ummat manusia bahwa Alloh itu adalah Dzat Yang Maha Menguasai atas segala sesuatu. Adapun manusia, boro-boro menguasai makhluk ataupun dzat lain, menguasai diri sendiri saja tidak bisa. Tulisan ini bukan resensi atas berbagai versi tersebut diatas tadi.
Ubun-ubun
Bagaimana manusia bisa menguasai sesuatu jika ayat Al-Quran menyatakan bahwa ”Maa min daabbatin illaa Huwa aakhidun binnashiyatihaa – tidak ada makhluk yang melata kecuali Alloh memegang ubun-ubunnya”?.
Nah, karena ubun-ubun semua manusia itu ternyata berada di dalam genggaman Alloh, maka apapun yang dikerjakan manusia, semua itu semata-mata adalah karena kehendak-Nya.
Di hadits diriwayatkan Adam nanti akan ramai-ramai dikeroyok disalahkan anak-turunnya mengapa melanggar perintah Alloh memakan buah khuldi sehingga Adam-Hawa diusir dari sorga, beranak-pinak di dunia, bermusuh-musuhan, perang, dan saling mengalirkan darah. Padahal perintah Alloh sederhana sekali: “Walaa taqrobaa haadzihis syajaroh - Jangan dekat-dekat ini pohon”.
Awalnya Adam itu menurut. Tetapi lalu Iblis berbisik bahwa sebenarnya maksud Alloh melarang Adam memakan buah itu supaya Adam tidak jadi makhluk yang kekal, tidak tua, tidak mati. Akhirnya setelah menggoda dengan berbagai cara, termasuk melalui rayuan Hawa, Iblis berhasil.
Bagaimana respons Nabi Adam? Hanya tersenyum. Mau bagaimana lagi kalau Alloh Dzat Yang Maha Memegang Ubun-ubun menghendaki jalan ceritanya demikian? Mau bagaimana lagi kalau Adam awalnya digerakkan untuk taat, tetapi kemudian Adam digerakkan untuk menentang?
So, pergerakan bermilyar-milyar manusia di muka bumi ini, semua adalah atas kehendak Alloh. Tidak terkecuali antum yang saat ini ubun-ubunnya sedang dipegang dan digerakkan oleh Alloh untuk membaca artikel Fa Aina Tadzhabuun.
Wayang
Para leluhur sejak zaman baheula mengibaratkan manusia sebagai wayang. Tentu ada perbedaan diantara keduanya. Namanya saja ibarat.
Perbedaan pertama, wayang dikendalikan dalang bukan dari bagian kepala melainkan dari bagian bokong.
Masih ingat wayang yang di Jabar bernama Dawala atau di Jatim dan Jateng bernama Petruk?.
Karena terserah maunya dalang, kumaha aing, maka Dalang Asep Sunandar Sunarya jadi beken karena membuat lakon aneh, diantaranya berjudul “Dawala Jadi Raja” .
Ingin tahu bagaimana seorang punakawan yang bentuk hidungnya lebih cocok dipakai untuk nakut-nakutin wanita tetapi bisa menjadi seorang raja? Masukkan saja judul lakon itu kedalam search engine-nya www.youtube.com. Saksikan sendiri bagaimana sekali bokong wayang golek dikuasai, tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang dalang untuk menjadikan wayang berbuat apa saja. Kumaha dewek.
Perbedaan kedua, wayang golek tidak punya hati, tidak punya mata, tidak punya telinga. Tidak bisa menentang.
Bagaimana dengan manusia?. Ini dia fiman Alloh didalam Al-Quran:
Manusia punya hati, tetapi tidak faham: “Lahum quluubun laa yafqohuuna bihaa.”
Manusia punya mata, tetapi buta: “Walahum a’yunun laa yubshiruuna bihaa.”
Manusia punya telinga, tetapi tuli: ”Walahum aadzaanun laa yasma’uuna bihaa.”
“Ulaa-ika kal an’aaaaaam, bal hum adlol”. Manusia yang demikian itu bagaikan binatang, bahkan lebih sesat, leuwih atah-adol, daripada binatang. Bangkawarah.
Nah, mending mana? Mending jadi manusia, atawa mending jadi Dawala?
Rentang Waktu
Menjadikannya Alloh atas segala sesuatu, mulai dari hitungan sepersekian detik, sampai hari, sampai bulan, sampai tahun. Semua sesuai dengan kehendak-Nya.
Contoh yang menurut kehendak-Nya terjadi di dalam hitungan detik adalah ketika Sulaiman meminta para ilmuwannya untuk memboyong kursi singgasana sejarak ribuan kilometer, dari istana Bilqis ke istana Sulaiman.
Salah satu dari ilmuwan menyanggupi memindahkan singgasana “Anaa aatiika bihi qobla an yartadda ilaika thorfuka – Hamba sanggup mendatangkan singgasana Ratu Bilqis sebelum Paduka Raja Sulaiman membuka pejaman mata”.
”Yaa Allah Yaa Dzal Jalaali wal Ikroom Innaka ‘alaa kulli syaii-in qodiir - Ya Alloh Dzat Yang Memiliki Keagungan Dan Kemuliaan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” seru ‘Ashof sang ilmuwan. Dan, JLEG! Seketika Sulaiman membuka mata, seketika itu juga singgasana Bilqis sudah didepan matanya. Ya iya lah, Bilqis cantik-jelita yang menempuh perjalanan sekian lama tentu saja terbengong-bengong ketika melihat singgasananya sudah ada di istana Raja Sulaiman.
Contoh yang menurut kehendak-Nya terjadi dalam hitungan puluhan tahun adalah perjalanan Musa bersama kaumnya yang mencari pintu gerbang Baitul Maqdis. Kurang hebring bagaimana Musa yang tongkatnya bisa menjadi ular. Kurang hebroy bagaimana Musa yang sekali pukulan tongkatnya bisa membelah lautan. Sebuah peristiwa akbar yang tidak pernah terulang dalam sejarah kehidupan manusia, dan tercatat di semua kitab agama samawi. Tetapi untuk menemukan gerbang Baitul Maqdis? Masya Allah, diperlukan waktu 40 tahun!.
Kedua contoh rentang sangat ekstrim tadi – hitungan detik dan puluhan tahun – adalah sama-sama kehendak Alloh: “Kun Fayakun”.
Komparasi ‘aple-to-aple’ yang lebih sebanding adalah kejadian Adam dan Isa. Adam dijadikan JLEG! Langsung dewasa, sedangkan Isa terlahir seperti manusia biasa: dikandung, dilahirkan, dibesarkan, dan dewasa. Kedua kejadian itu ada di beberapa dari 8 ayat tentang “Kun Fayakuun”.
Jebakan Proses
Manusia banyak yang lupa bahwa segala sesuatu adalah kehendak Alloh. Qodar Alloh.
Ketika sebuah pencapaian atau prestasi diperoleh melalui suatu proses yang rumit dan lama, ketika berhasil, seakan-akan keberhasilan itu adalah karena prestasinya, bukan karena kehendak-Nya.
Ingat tulisan tentang KURMAN – mensyukuri manusia di artikel ‘Syukur’ yang lalu?
Alloh memberikan segala sesuatu, rizqi, termasuk pertolongan untuk suatu keberhasilan, adalah melalui perantaraan manusia, tidak ujug-ujug JLEG! jatuh dari langit.
• Pernah lihat ada orang yang dikenalkan kepada orang lain, lalu setelah mereka dekat, orang yang pertama kali mengenalkan lalu ditinggalkan?
• Pernah lihat ada orang yang setelah menjadi pejabat, kemudian melupakan orang-orang yang membantu melapangkan jalannya?
• Pernah lihat yang “menjadi orang” kemudian lupa kepada yang membesarkannya? Menyekolahkannya? Dan menganggap semua itu adalah prestasinya?
Itulah yang dinamakan jebakan proses. Karena prosesnya panjang dan berliku, lalu lupa kepada berbagai pihak yang sebenarnya digerakkan oleh Alloh untuk membantunya.
Bagaimana menghadapi orang yang tidak KURMAN? Jika diingatkan seakan-akan mengundat-undat kebaikan, jika dibiarkan jelas perbuatannya tidak KURMAN. Serba salah, bukan?
Asmarandana
Jika semua perbuatan, termasuk perbuatan dosa-pun, sebagaimana dilakukan Abah Adam, ternyata semua digerakkan oleh Alloh, lalu “fa fiima na’mal? – untuk apa lagi kami beramal?” tanya sohabat kepada Nabi.
Ini dia jawab Nabi: ahli sorga sepanjang hidupnya akan mengamalkan amalan ahli sorga sampai mati saat mengamalkan amalan ahli sorga. Sedangkan ahli neraka sepanjang hidupnya akan mengamalkan amalan ahli neraka sampai mati saat mengamalkan amalan ahli neraka. Dalam artikel terdahulu, yang pertama disebut husnul khotimah dan yang kedua disebut suu-ul khotimah.
Lalu bagaimana “menyiasati” supaya ubun-ubun tidak digerakkan untuk mengamalkan amalan ahli neraka?
Ah, kan Rosulullah sudah mengajarkan seabrek-abrek do’a untuk sukses masuk sorga selamat dari neraka. Do’a-do’a itu saja terus menerus dipanjatkan.
Dalam pupuh Asmarandana, berikut pitutur karuhun:
“Eling-eling mangka eling. Rumingkang di bumi alam. Darma wawayangan bae. Raga taya pangawasa. Lamun kasasar lampah. Nafsu nu matak kaduhung. Badan anu katempuhan”
Ingatlah, maka ingatlah. Hidup di alam dunia. Hanya sekedar sebagai wayang. Raga tidak berdaya. Kalau langkah tersesat. Nafsu yang membawa menyesal. Badan yang akan menerima akibatnya (di neraka).
Pilihannya hanya dua: (1) Berdo’a - beribadah - beramal solih pol-polan mengharapkan Alloh mengatakan ”Kun” masuk ke dalam sorga? Atau, (2) Cuek-bebek ibadah malas aras-arasan sampai Alloh mengatakan “Kun” masuk neraka? Na’uudzu billaahi min dzaalika! Fa aina tadzhabuun?
Oleh: Ir.H. Teddy Suratmadji, Msc
sumber : Website Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Padahal ayat itu bukan ayat sembarang ayat, melainkan ucapan Allah ketika menghendaki sesuatu. Mulai dari penciptaan alam semesta, penciptaan Adam, penciptaan Hawa, penciptaan Isa, dst, dst, yang atas semua yang dikehendaki-Nya Alloh cukup mengatakan “Kun” Jadi! Maka jadi.
Munculnya ayat itu berulang-ulang sebanyak 8 kali di surat:ayat 2:117, 3:47, 3:59, 6:73, 16:40, 19:35, 36:82, 40:68 tentunya untuk semakin menegaskan kepada ummat manusia bahwa Alloh itu adalah Dzat Yang Maha Menguasai atas segala sesuatu. Adapun manusia, boro-boro menguasai makhluk ataupun dzat lain, menguasai diri sendiri saja tidak bisa. Tulisan ini bukan resensi atas berbagai versi tersebut diatas tadi.
Ubun-ubun
Bagaimana manusia bisa menguasai sesuatu jika ayat Al-Quran menyatakan bahwa ”Maa min daabbatin illaa Huwa aakhidun binnashiyatihaa – tidak ada makhluk yang melata kecuali Alloh memegang ubun-ubunnya”?.
Nah, karena ubun-ubun semua manusia itu ternyata berada di dalam genggaman Alloh, maka apapun yang dikerjakan manusia, semua itu semata-mata adalah karena kehendak-Nya.
Di hadits diriwayatkan Adam nanti akan ramai-ramai dikeroyok disalahkan anak-turunnya mengapa melanggar perintah Alloh memakan buah khuldi sehingga Adam-Hawa diusir dari sorga, beranak-pinak di dunia, bermusuh-musuhan, perang, dan saling mengalirkan darah. Padahal perintah Alloh sederhana sekali: “Walaa taqrobaa haadzihis syajaroh - Jangan dekat-dekat ini pohon”.
Awalnya Adam itu menurut. Tetapi lalu Iblis berbisik bahwa sebenarnya maksud Alloh melarang Adam memakan buah itu supaya Adam tidak jadi makhluk yang kekal, tidak tua, tidak mati. Akhirnya setelah menggoda dengan berbagai cara, termasuk melalui rayuan Hawa, Iblis berhasil.
Bagaimana respons Nabi Adam? Hanya tersenyum. Mau bagaimana lagi kalau Alloh Dzat Yang Maha Memegang Ubun-ubun menghendaki jalan ceritanya demikian? Mau bagaimana lagi kalau Adam awalnya digerakkan untuk taat, tetapi kemudian Adam digerakkan untuk menentang?
So, pergerakan bermilyar-milyar manusia di muka bumi ini, semua adalah atas kehendak Alloh. Tidak terkecuali antum yang saat ini ubun-ubunnya sedang dipegang dan digerakkan oleh Alloh untuk membaca artikel Fa Aina Tadzhabuun.
Wayang
Para leluhur sejak zaman baheula mengibaratkan manusia sebagai wayang. Tentu ada perbedaan diantara keduanya. Namanya saja ibarat.
Perbedaan pertama, wayang dikendalikan dalang bukan dari bagian kepala melainkan dari bagian bokong.
Masih ingat wayang yang di Jabar bernama Dawala atau di Jatim dan Jateng bernama Petruk?.
Karena terserah maunya dalang, kumaha aing, maka Dalang Asep Sunandar Sunarya jadi beken karena membuat lakon aneh, diantaranya berjudul “Dawala Jadi Raja” .
Ingin tahu bagaimana seorang punakawan yang bentuk hidungnya lebih cocok dipakai untuk nakut-nakutin wanita tetapi bisa menjadi seorang raja? Masukkan saja judul lakon itu kedalam search engine-nya www.youtube.com. Saksikan sendiri bagaimana sekali bokong wayang golek dikuasai, tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang dalang untuk menjadikan wayang berbuat apa saja. Kumaha dewek.
Perbedaan kedua, wayang golek tidak punya hati, tidak punya mata, tidak punya telinga. Tidak bisa menentang.
Bagaimana dengan manusia?. Ini dia fiman Alloh didalam Al-Quran:
Manusia punya hati, tetapi tidak faham: “Lahum quluubun laa yafqohuuna bihaa.”
Manusia punya mata, tetapi buta: “Walahum a’yunun laa yubshiruuna bihaa.”
Manusia punya telinga, tetapi tuli: ”Walahum aadzaanun laa yasma’uuna bihaa.”
“Ulaa-ika kal an’aaaaaam, bal hum adlol”. Manusia yang demikian itu bagaikan binatang, bahkan lebih sesat, leuwih atah-adol, daripada binatang. Bangkawarah.
Nah, mending mana? Mending jadi manusia, atawa mending jadi Dawala?
Rentang Waktu
Menjadikannya Alloh atas segala sesuatu, mulai dari hitungan sepersekian detik, sampai hari, sampai bulan, sampai tahun. Semua sesuai dengan kehendak-Nya.
Contoh yang menurut kehendak-Nya terjadi di dalam hitungan detik adalah ketika Sulaiman meminta para ilmuwannya untuk memboyong kursi singgasana sejarak ribuan kilometer, dari istana Bilqis ke istana Sulaiman.
Salah satu dari ilmuwan menyanggupi memindahkan singgasana “Anaa aatiika bihi qobla an yartadda ilaika thorfuka – Hamba sanggup mendatangkan singgasana Ratu Bilqis sebelum Paduka Raja Sulaiman membuka pejaman mata”.
”Yaa Allah Yaa Dzal Jalaali wal Ikroom Innaka ‘alaa kulli syaii-in qodiir - Ya Alloh Dzat Yang Memiliki Keagungan Dan Kemuliaan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” seru ‘Ashof sang ilmuwan. Dan, JLEG! Seketika Sulaiman membuka mata, seketika itu juga singgasana Bilqis sudah didepan matanya. Ya iya lah, Bilqis cantik-jelita yang menempuh perjalanan sekian lama tentu saja terbengong-bengong ketika melihat singgasananya sudah ada di istana Raja Sulaiman.
Contoh yang menurut kehendak-Nya terjadi dalam hitungan puluhan tahun adalah perjalanan Musa bersama kaumnya yang mencari pintu gerbang Baitul Maqdis. Kurang hebring bagaimana Musa yang tongkatnya bisa menjadi ular. Kurang hebroy bagaimana Musa yang sekali pukulan tongkatnya bisa membelah lautan. Sebuah peristiwa akbar yang tidak pernah terulang dalam sejarah kehidupan manusia, dan tercatat di semua kitab agama samawi. Tetapi untuk menemukan gerbang Baitul Maqdis? Masya Allah, diperlukan waktu 40 tahun!.
Kedua contoh rentang sangat ekstrim tadi – hitungan detik dan puluhan tahun – adalah sama-sama kehendak Alloh: “Kun Fayakun”.
Komparasi ‘aple-to-aple’ yang lebih sebanding adalah kejadian Adam dan Isa. Adam dijadikan JLEG! Langsung dewasa, sedangkan Isa terlahir seperti manusia biasa: dikandung, dilahirkan, dibesarkan, dan dewasa. Kedua kejadian itu ada di beberapa dari 8 ayat tentang “Kun Fayakuun”.
Jebakan Proses
Manusia banyak yang lupa bahwa segala sesuatu adalah kehendak Alloh. Qodar Alloh.
Ketika sebuah pencapaian atau prestasi diperoleh melalui suatu proses yang rumit dan lama, ketika berhasil, seakan-akan keberhasilan itu adalah karena prestasinya, bukan karena kehendak-Nya.
Ingat tulisan tentang KURMAN – mensyukuri manusia di artikel ‘Syukur’ yang lalu?
Alloh memberikan segala sesuatu, rizqi, termasuk pertolongan untuk suatu keberhasilan, adalah melalui perantaraan manusia, tidak ujug-ujug JLEG! jatuh dari langit.
• Pernah lihat ada orang yang dikenalkan kepada orang lain, lalu setelah mereka dekat, orang yang pertama kali mengenalkan lalu ditinggalkan?
• Pernah lihat ada orang yang setelah menjadi pejabat, kemudian melupakan orang-orang yang membantu melapangkan jalannya?
• Pernah lihat yang “menjadi orang” kemudian lupa kepada yang membesarkannya? Menyekolahkannya? Dan menganggap semua itu adalah prestasinya?
Itulah yang dinamakan jebakan proses. Karena prosesnya panjang dan berliku, lalu lupa kepada berbagai pihak yang sebenarnya digerakkan oleh Alloh untuk membantunya.
Bagaimana menghadapi orang yang tidak KURMAN? Jika diingatkan seakan-akan mengundat-undat kebaikan, jika dibiarkan jelas perbuatannya tidak KURMAN. Serba salah, bukan?
Asmarandana
Jika semua perbuatan, termasuk perbuatan dosa-pun, sebagaimana dilakukan Abah Adam, ternyata semua digerakkan oleh Alloh, lalu “fa fiima na’mal? – untuk apa lagi kami beramal?” tanya sohabat kepada Nabi.
Ini dia jawab Nabi: ahli sorga sepanjang hidupnya akan mengamalkan amalan ahli sorga sampai mati saat mengamalkan amalan ahli sorga. Sedangkan ahli neraka sepanjang hidupnya akan mengamalkan amalan ahli neraka sampai mati saat mengamalkan amalan ahli neraka. Dalam artikel terdahulu, yang pertama disebut husnul khotimah dan yang kedua disebut suu-ul khotimah.
Lalu bagaimana “menyiasati” supaya ubun-ubun tidak digerakkan untuk mengamalkan amalan ahli neraka?
Ah, kan Rosulullah sudah mengajarkan seabrek-abrek do’a untuk sukses masuk sorga selamat dari neraka. Do’a-do’a itu saja terus menerus dipanjatkan.
Dalam pupuh Asmarandana, berikut pitutur karuhun:
“Eling-eling mangka eling. Rumingkang di bumi alam. Darma wawayangan bae. Raga taya pangawasa. Lamun kasasar lampah. Nafsu nu matak kaduhung. Badan anu katempuhan”
Ingatlah, maka ingatlah. Hidup di alam dunia. Hanya sekedar sebagai wayang. Raga tidak berdaya. Kalau langkah tersesat. Nafsu yang membawa menyesal. Badan yang akan menerima akibatnya (di neraka).
Pilihannya hanya dua: (1) Berdo’a - beribadah - beramal solih pol-polan mengharapkan Alloh mengatakan ”Kun” masuk ke dalam sorga? Atau, (2) Cuek-bebek ibadah malas aras-arasan sampai Alloh mengatakan “Kun” masuk neraka? Na’uudzu billaahi min dzaalika! Fa aina tadzhabuun?
Oleh: Ir.H. Teddy Suratmadji, Msc
sumber : Website Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar