Memahami Takdir dan Jodoh

Siapakah jodoh kita? Seperti apakah jodoh kita? Bagaimana profilnya? Sesuai nggak dengan kita? Bagaimana kalau tidak? Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya dikaitkan dengan konsep soal hidup, mati, lahir, jodoh, sebagai suatu takaran yang telah ditetapkan Allah dalam lauh mahfuz. Inilah konsep TAKDIR.

Dalam sejarah peradaban Islam, pandangan soal takdir telah melahirkan dua mazhab yang saling bertentangan, yakni Mazhab Jabariyah dan Qodariyah. Terdapat perbedaan pandangan ketika kita mulai berpikir apa peran ikhtiar, seberapa besar peran free will manusia, seberapa peran hak prerogatif Allah dalam menentukan takdir, kenapa Allah memerintahkan untuk berdoa, berusaha, ikhtiar, berapa kontribusi peran Allah dan peran manusia dan lain-lain.


Beberapa pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu mengemuka. Mazhab jabariyah dikenal sebagai faham deterministik, sedangkan lawannya adalah mazhab qodariyah yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan 100 persen atau free will, yang mengatakan bahwa " setiap peristiwa berada pada kendali manusia sepenuhnya".

Dalam paham Jabariyah, manusia digambarkan bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Sedang yang berpaham Qadariyah akan menjawab, bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, bukan Allah.

Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk menentukan dan mengerjakan perbuatannya. Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan aqli (argumen pikiran).

Lalu Bagaimana Dengan Soal Jodoh?

Soal ini selalu menjadi perbincangan menarik, seakan tidak ada habisnya membicarakan masalah ini. Berbagai penjelasan para ‘alim pun belum bisa memberikan kepuasan setiap insan. Apakah jodoh adalah murni taqdir Allah yang tidak ada hubungannya dengan ikhtiar manusia? Apakah murni ikhtiar manusia dan tidak ada hubungannya dengan Allah? Atau apakah kedua-duanya berperan, Allah dan ikhtiar manusia? Berapa persen masing-masing menentukannya?

Bahwa jodoh berkaitan dengan taqdir adalah benar. Bahwa kita pada dasarnya sudah ditaqdirkan oleh Allah memiliki jodoh masing-masing adalah juga benar. Namun apakah yang ditentukan oleh Allah itu adalah sesuatu hal yang definitif sebagaimana persepsi kita ketika kita telah menentukan untuk diri kita sendiri?

Mungkin saja berbeda, kita tidak tahu dan tidak pernah tahu kecuali telah terjadi. Mungkin saja Allah telah memberikan range tertentu, bukan sesuatu titik. Mungkin saja Allah telah menetapkan jodoh kita pada range tertentu, katakanlah antara 40 - 80. Berapa kemudian yang kita dapatkan di dunia tentunya tergantung dari ikhtiar dan doa kita, namun tidak akan keluar dari batasan range tersebut.

Kalau seseorang suka mengaji dan suka menghadiri majlis taklim mungkin probabilitas untuk ketemu jodoh juga lebih banyak dari kalangan yang suka mengaji. Sebaliknya yang suka dugem dan ke diskotik akan sangat besar kemungkinan ketemu jodoh dengan kalangan yang punya hobi sama. Hal ini sejalan dengan firman Allah: Laki-laki baik2 untuk wanita baik2. Wanita baik2 untuk laki-laki baik2.. Sunnatullah.

Ingatlah..biasanya ( tidak 100 %) jodoh seseorang itu berbanding lurus dengan kualitas diri kita. Lingkungan tempat kita biasa bergaul sedikit banyak akan mempengaruhi siapa kiranya jodoh yang akan kita dapat.
Tugas kita sebagai makhluk adalah memikirkan dan mengikhtiarkan kehendak Allah yang kedua, yaitu apa yang dikehendaki Allah dari kita, biasa menyebutnya disebut takdir ikhtiari yaitu ketetapan Allah yang ada kaitannya dengan usaha manusia. Inilah tugas kita sebagai makhluk.

Allah menghendaki kita menuntut ilmu, silaturahim, sholat, dzikir, berdoa, berusaha dan lain-lain. Termasuk dalam hal jodoh, Allah menghendaki kita agar berusaha mencari dan menemukan jodoh terbaik kita masing-masing. Sebelum mendapatkannya, kita tidak tahu pasti siapa jodoh kita.
Jodoh adalah taqdir yang sekaligus berkaitan dengan peran Allah dan ikhtiar manusia. Jodoh bukan taqdir mutlak, tapi taqdir ikhtiari. Sehingga kaidah dalam menemukan jodoh adalah usaha / ikhtiar secara syar’i dan tawakal. Artinya tawakal / pasrah / doa mengiringi usaha kita dalam menemukan jodoh tersebut akan menentukan seperti apakah jodoh yang kita dapatkan.

Dan ternyata inilah yang akan dinilai oleh Allah; proses usaha / ikhtiar dan tawakal kita kepada Allah. Dengan demikian hasil dari proses tersebut akan kita pandang sebagai "yang terbaik". Hati kita pun akan ikhlas menerima. Sehingga tidak ada istilah sakit hati, patah hati maupun duka hati.
Manusia diberi kebebasan sepenuhnya untuk berkehendak (free will) tetapi hasil akhirnya bukan hanya ditentukan oleh upaya manusia itu sendiri melainkan Allah jualah sangat berperan untuk menentukan hasilnya. Bukankah takkan ada sehelaipun daun kering yang jatuh ke bumi tanpa seijinNya?

Free will adalah berkaitan dengan konsekuensi sebab akibat. Kalau dalam hal ibadah maka akan ada pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Sedangkan dalam muamalah maka akibatnya sudah akan tampak di dunia. Inilah kenapa orang-orang barat yang tidak mengenal agama, atheis,  malah tampak lebih memperoleh kualitas standar kenyamanan hidup yang lebih tinggi di dunia, lebih maju, lebih modern, lebih berkembang dibandingkan dengan negara-negara muslim yang notabene telah memiliki way of life. Karena mereka lebih mengoptimalkan rasio dan akalnya, lebih giat bekerja dan belajar sehingga sunnatullah juga kalau mereka mendapatkan hasil yang tampak lebih baik di dunia.

Manusia hanya berupaya, Allah jua yang menentukan hasilnya. Dengan demikian, keputusan apakah kita akan pergi ke mesjid atau ke tempat maksiat semata-mata itu ditentukan oleh kehendak kita sendiri, Allah sama sekali tidak ikut campur. Allah hanya ikut campur dalam perkara yang menyangkut hasilnya. Sampai tidaknya kita ke tempat yang akan dituju sepenuhnya ditentukan oleh Allah.

Dari sini kita dapat mengerti mengapa Islam mengajarkan bahwa niat yang baik akan diberi ganjaran. Dan juga mengapa Al-Qur’an mengatakan bahwa kita terlarang merasa ‘pasti’ tetapi ucapkanlah ‘Insya Allah’. Juga mengapa Islam mengajarkan bersyukur apabila kita sampai dengan selamat di tempat yang menjadi tujuan kita.

Siapa Jodoh Saya?

Untuk mengetahui, tepatnya menebak siapa jodoh kita dalam bahasa ikhtiarnya, maka hal itu juga sangat ditentukan bagaimana kita mengetahui "siapa diri kita".
Sangat sulit menebak siapa jodohnya bagi orang yang belum mengenal dirinya. Oleh karena itu orang yang sudah faham siapa dirinya akan mudah untuk menemukan jodohnya. Jadi, ikhtiar yang harus kita lakukan pertama kali agar mendapatkan jodoh terbaik adalah memperbaiki diri sendiri. Karena Allah telah berjanji laki-laki yang baik adalah untuk perempuan yang baik, dan perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik pula. Seberapa baik kualitas diri kita, insaAllah tidak akan jauh berbeda dengan jodoh yg akan kita dapat. Misalkan kualitas iman kita adalah mencapai range berkisar 60%, maka jodoh kita kualitasnya tidak akan jauh berbeda dengan kualitas diri kita. Dan itu yang umum terjadi di dunia nyata kita.

Siapapun jodoh kita, tidak begitu masalah karena memang kita tidak pernah tahu siapa sosok yang telah dipilihkan oleh Allah untuk mendampingi kita. Yang jadi masalah adalah penerimaan kita kepada sosok yang menjadi jodoh kita tersebut. Apakah hati kita menerimanya dengan ikhlas kemudian mensyukurinya dengan prasangka baik kepada Allah atau justru hati kita menolak dan mengingkarinya dengan prasangka buruk kepada Nya?

Mungkin kelak jodoh kita bukanlah sosok yang selama ini menjadi dambaan dan pujaan hati. Mungkin jodoh kita bukanlah yang kita idam-idamkan. Mungkin jodoh kita bukanlah sosok yang mempunyai kesempurnaan fisik dan tidak sesuai dengan hati kita. Tapi pernahkan kita membayangkan bahwa ternyata dia adalah sosok manusia terbaik yang Allah anugerahkan kepada kita?

Boleh jadi kita membenci sesuatu padahal itu amat baik bagi kita. Juga boleh jadi kita mencintai sesuatu padahal itu amat buruk bagi kita. Allah lebih mengetahui sedang kita tidak tahu apa-apa. Point penting adalah bukan bagaimana kita mencari jodoh yang sempurna untuk kita, tetapi bagaimana kita bisa mencintai jodoh kita yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.

Barakallahufikum..semoga bermanfaat
Wassalam

1 komentar:

  1. orng minang ya..he sama. kdang kita tidak bisa memisahkn antara cinta dn nafsu. bisa tolong jelaskn uda

    BalasHapus