Benarkah Warga LDII jika Mengaji Al-Qur’an Dicorat-coret?

Tidak benar. Warga LDII mengetahui sesungguhnya Kitab Suci Al-Qur’an itu adalah salah satu dari Syairulloh (tanda-tanda kebesaran Alloh) yang harus di Agungkan dan dihormati. Berdasar pada dalil firman Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hajji, No. Surat: 22, Ayat: 32, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan barang siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar (tanda-tanda kebesaran) Alloh , maka itu merupakan ketaqwaan hati”.


Maka Al-Qur’an itu tidak boleh dicorat-coret sembarangan. Yang benar adalah di dalam memanqulkan Al-Qur’an dan Al-Hadits di LDII, guru membacakan / mendikte makna setiap kata dalam Al-Qur’an dan Hadits, kemudian murid menulis dengan baik, benar dan rapi makna yang disampaikan oleh guru tersebut, menulisnya tepat dibawah lafadz-lafadz Al-Qur’an dan Al-Hadits yang sedang dikajikan itu. Pendek kata, yaitu guru menterjemahkan Al-Qur’an dan Hadits secara harfiyah lalu murid menulis/mencatatnya secara baik, benar dan rapi yang bisa dibaca dan dapat difahami maksud-maksudnya, bukan dicorat-coret. Alloh telah berfirman di dalam Al-Qur’an, Surat Yusuf, No. Surat: 12, Ayat: 2, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Kitab yang jelas) berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu menggunakan akal”.

Salah satu produk akal adalah pena. Maka di LDII menganjurkan bagi warganya yang masih pemula untuk memaknai (menterjemahkan secara harfiyah) Kitab Al-Qur’an dan Al-Haditsnya ditulis dengan pena kedalam bahasa Indonesia, agar bisa memahami Kitab Al-Qur’an dan Al-Hadits yang memakai bahasa Arab itu. Sehingga mengetahui apa yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits itu. Perhatikan Al-Qur’an Surat Al-Mulk, No. Surat: 67, Ayat: 10, yang mengungkapkan betapa menyesalnya para penghuni neraka karena tidak mau mendengarkan dan tidak mau menggunakan akalnya. Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa, berfirman:
Yang artinya: “Dan mereka berkata: “Seandainya dulu kami mau mendengarkan atau mau menggunakan akal kami, maka kami tidak akan menjadi penghuni neraka sa’ir (neraka yang menyala-nyala)”.

Oleh karena itu cobalah dengarkan dan perhatikan penjelasan kami dalam tanya-jawab ini, kemudian camkanlah dalam-dalam di lubuk hati, lalu fikirkan masak-masak baru tanyakan pada diri anda sendiri “Apakah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang anda jadikan pedoman ibadah itu sudah anda kaji secara kaffah (menyeluruh), lalu mengapa anda tidak dapat membedakan antara LDII sebagai sebuah ormas dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman ibadah orang Islam?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar