Man Ahabba Lillaah

Sabda Nabi: man ahabba lillaahi... ~ barang siapa yang cinta Karena Allah; ...faqod istakmalal iimaani ~ maka sungguh sempurna keimanannya. Dalam arti luas, hadits itu berlaku untuk cinta-mencintai sesama mahluk. Tetapi dalam resensi ini, yang dimaksud adalah cinta dalam arti sempit khusus urusan kasmaran antara laki-laki dan perempuan.

Masalahnya, di hare gene, seperti apa sih model cinta yang semata-mata yarjuuna rahmatahu ~ mengharapkan sorga, dan, wa yakhoofuuna ‘adzaabahu ~ takut dengan neraka? Tanpa didahului pelanggaran yang membuat muara panah asmara, pernikahan, justru tidak barokah.


Hare gene menikah tanpa pacaran? Ah, manna bissa?

Eureka! Model cinta tsb dapat ditemukan di “Ayat-Ayat Cinta”, novel 400an halaman terbitan Basmala-Republika. Heboh, karena dalam 30 bulan saja sudah terbit 21 kali, atau naik cetak setiap 40 hari.

Novel karya Habiburrahman El Shirazy, novelis asal Semarang, alumni Al Azhar University, Mesir ini sarat dalil. Sarat dakwah bil hal. Contohnya, betapa kerasnya usaha ingin menjadi hafidz Al-Quran dan Qiro’ah Sab’ah di tanah Fir’aun yang bersuhu 41 derajat Celcius. Maka itu, buku ini layak dibaca oleh komunitas lembaga dakwah.

Tidak semua isi buku ini sreg dengan keyakinan. Ikhtilaf. Misalnya tentang tempat roh: (1) di alam kubur dengan ”nam solihan” tidur sesyahdu pengantin baru; (2) di alam kubur dengan siksaan sampai kiamat; atau (3) roh syuhada di tembolok burung di sorga. Nah, di novel ini, roh masih bisa dolanan, silaturahim lewat mimpi.

Tokoh utamanya adalah seorang Mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar. Lalu ada gadis Mesir Kristen tapi hafal Surat Maryam, gadis Islam blasteran Jerman-Turki, gadis Islam Mesir berkulit mencrang putih bersih tetapi kedua ortu nya berkulit gelap, dan santriwati berdarah biru putri Kyai dari tanah Jawi.

Banyak hal yang layak diteladani dari sang tokoh. Misalnya rencana kehidupan yang sudah dipersiapkan 10 tahun ke depan. Nikah bukan karena ketemu seseorang yang nyetrum lalu jatuh cintrong lalu pacaran lalu nikah. Sang tokoh, boro-boro pacaran, sentuhan dengan wanita, pada kondisi apapun, tidak mau. Sayang, di novel itu tidak disebutkan hadits bahwa daripada menyentuh wanita non-muhrim, lebih baik ditusuk kepalanya dengan jarum besi membara.

Ketika umumnya orang berlagak bonafide didepan calon pasangan dan calon mertuanya, yang memiliki integritas tinggi justru membuka kebokekannya. Atau, walaupun multimilyuner yang kartu ATM nya saja isinya jutaan dollar Amerika, tetap low-profile merendahkan-diri, tidak “membeli cinta”. Pernikahan didasarkan atas kesolihan. Yang pria karena melihat wanita solihat-sederhana-bersahaja. Gak tahunya kaya. Yang wanita karena melihat pria solih-berilmu-berkarakter, memegang teguh prinsip, dan berpendirian kuat. Gak tahunya miskin. Aha! Bagi pasangan solih-solihat, itu mah no problem!

Karena cinta segi 5, pernikahan itu berbuntut kepada penyesalan dari 3 wanita lainnya yang merasa “kecolongan”. Akibatnya? Ada yang jadi bagai mayat hidup. Ada yang berbalik benci. Ada yang sampai koma. Klimaksnya, atas permohonan sang isteri, tokoh kita itu “dipaksa” menikahi 1 wanita lainnya. Wah seru! Wajar, buku ini jadi novel best seller. Masih balita saja sudah terjual 160 ribuan eksemplar. Hebring untuk ukuran buku Indonesia.

Swear! Banyak pasangan yang berhasil membina bahtera rumah-tangga tanpa didahului pelanggaran. Percaya dalil man ahabba lillaah. Yakin akan kekuatan solat istikhoroh: Alloohumma in kunta ta’lam anna haadzal amro khoirun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aakibaati amrii faqdurhu lii wayassirhulii tsumma baariklii fiihi ~ ya Alloh, seandainya Engkau tahu bahwa perkara (calon pasangan) ini baik bagiku dan bagi agamaku dan bagi penghidupanku dan bagi akibat perkaraku, qodarkanlah dan mudahkanlah dan kemudian barokahilah ...

Lalu apakah yang solat istikhoroh itu bagi cowok doang? Tidak. Wanita pun harus melakukannya, walaupun memang menurut hadits, hasrat wanita ditutupi oleh rasa malu yang besar. Maka itu umumnya wanita dalam posisi menunggu. Simak saja modif lagu Bunga Citra Lestari berikut:

Cinta, cinta, jantungku berdebar tiap kuingat padamu. Cinta, cinta, mengapa ada yang kurang saat kau tak ada? Cinta, cinta, melihatmu memandangmu itu yang kumau.

Kau tak sempat tanyakan aku, ‘cintakah aku padamu?’ Tiap kali aku berlutut, aku berdoa: “Suatu saat kau bisa cinta padaku”. Tiap kali aku memanggil, didalam hati: “Mana cinta? Mana cintaku?”

Cinta, cinta, apa kabarmu? Kabarku baik-baik saja. Cinta, cinta, begitu banyak cerita tak habis tentangmu. Cinta, cinta, “salamku untukmu dari hati yang terdalam” ...

Nah, bagi yang memutuskan akan membaca bukunya, selamat jumpa dengan -urut abjad- Aisha, Fahri, Maria, Noura dan Nurul. Semoga dapat menyelami model “man ahabba lillaah ...”. Siapkan tissue, sebab air mata mestinya mengalir. Jika tidak, jangan-jangan hati sedang dalam proses mengeras menjadi batu. Bisa karena kurang dzikir. Atau kebanyakan ketawa, karena fainna tuktsirud dohhaaki tumiitul qolbi ~ sesungguhnya memperbanyak ketawa itu mematikan hati.

Hare gene menikah tanpa pacaran? Bissa sajja! Itu hanya masalah pilihan: apakah calon pasangan akan menggunakan benchmark, acuan yang sama, menggunakan Al-Quran dan Al-Hadits, ataukah menggunakan benchmark, cara jahiliyah? Pacaran, free-sex (pergaulan-bebas), samen-leven (kebo-kumpul)? Na’uudzubillah! Afahukmul jaahilliyyaati yabghuun ~ apakah hukum jahiliyah yang kalian cari?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar