Benarkah jika Seorang Anak Masuk LDII Menjadi Keras Kepala dan Sulit Diatur?

Situasi global saat ini, terutama pengaruh westernisasi (budaya Barat) semakin mewarnai kehidupan anak-anak muda, dimana nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah sangat jauh menyimpang dari aturan agama, Al-Qur’an dan Al-Hadits. Akhlak manusia semakin mendekati pada prilaku binatang, yang ditandai dengan hilangnya rasa malu, rasa hormat, tidak mempunyai sopan santun, anak berani dengan orang tuanya, anak muda sudah tidak menghargai lagi pada orang yang lebih tua, banyak terjadi prilaku amoral, seperti tawuran, pembunuhan, pemerkosaan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Nach, boleh jadi, seorang anak kita ada yang terperangkap didalamnya, menjadi salah satu dari korbannya. Cuma kebetulan dia itu sebagai warga LDII. Jadi, LDII dech yang kena getahnya.

Nach, untuk mencegah makin merebaknya prilaku tersebut diperlukan kerjasama dengan kedua orang tua dalam pembinaan akhlaqul karimah secara berkesinambungan, yaitu dengan memberikan contoh kongkrit dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hal itu harus direalisasikan dalam lingkungan keluarga terlebih dahulu, seperti hubungan antara suami dan isteri, bapak dan anak, ibu dan anak, sesama anak, dengan tetangga dan lingkungan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu LDII tidak bisa sendirian, ini diperlukan keteladanan dari seorang ayah dan ibu sebagai public figure dalam keluarga. Pada akhirnya perilaku akhlakul karimah itu akan tercermin dalam perkataan, perbuatan, pola pikir, perasaan dan kepribadian sang ayah, ibu dan anak. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh Rosulullohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam yaitu memberikan keteladanan pada kita dengan akhlaqul karimahnya yang sempurna.
Apabila orang tua berhasil dalam mendidik anaknya sehingga menjadi anak yang sholih dan sholihat, maka orang tua juga yang akan memetik hasilnya, baik di dunia maupun di akhirotnya. Dan sebaliknya, bila gagal mendidik anak-anaknya, maka orang tualah yang akan menanggung beban berat di dunia dan di akhirotnya.Oleh karena itu, kita harapkan bagi orang tua yang punya anggapan sebegitu buruknya terhadap LDII, hendaknya mengoreksi terlebih dahulu, apakah;
Sudah mendo’akan anak-anaknya dengan baik dan benar?
Mendidik anak-anaknya dengan baik dan benar serta sabar, seperti tidak merasa bosan menasehatinya dengan materi dan irama yang baik. Memujinya ketika anak telah mengerjakan tugasnya dengan baik dan benar, yaitu dengan pujian yang wajar dan proposional untuk anak?
Memberi contoh yang baik, seperti memanggil anak dengan panggilan yang baik dan benar. Menyuruh dengan bahasa, nada dan irama serta raut wajah yang baik, segar. Enak didengar dan dilihatnya?
Memperhatikan kebutuhan anak-anaknya, baik kebutuhan jasmani dan rohaninya?
Berbuat adil, baik yang bersifat materi maupun perhatian dan kasih sayang?
Tidak mudah membentak dan melaknat/mengutuknya?

Perlu disadari, bahwa kadangkala benar juga seperti pepatah lama yang mengatakan “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” artinya boleh jadi tobiat anak itu karena mengikuti orang tuanya. Karena salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan akhlak anak, adalah faktor dasar, yaitu dari keturunan, bibitnya. Kita lihat dulu, bagaimana bibitnya. Berbobot apa tidak? Selain itu ada faktor lain yaitu lingkungan dan pendidikannya. Sedangkan di LDII, warganya dididik dengan melalui pembinaan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jadi, tak mungkin warganya akan menjadi anak yang memiliki keras kepala seperti yang dituduhkan itu. Coba saja perhatikan sebagian kecil dari pendidikan yang diajarkan di LDII, berikut ini;
Di dalam Hadits Ibnu Majah Juz 1 hal 16, Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam menggambarkan:
Yang artinya: “Maka sesungguhnya orang mukmin itu seperti unta yang dikeluh (diberi tali kendali) kemana ia ditarik mengikuti (karena sangat ta’at, tunduk, patuh dan gampang diatur)”.
Di dalam Hadits Ibnu Majah, yang berbunyi:
Yang artinya: Rosulillahi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di tanya tentang kedua orang tua. Rosul bersabda: “Mereka berdua (ibu dan bapak) adalah surgamu dan nerakamu”.
Di dalam Hadits Shohih Muslim, yang berbunyi:
Yang artinya: ” Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu”.
Dalam pengertian luas, hadits di atas memberikan suatu pengertian, bahwa jika seorang anak ingin masuk surga, maka salah satu caranya adalah ia harus ta’at kepada ibunya, yakni memenuhi perintah ibunya, selama perintahnya itu tidak syirik, dan atau maksiat. Sebagaimana firman Alloh dalam Al-Qur’an Surat Luqman, No. Surat: 31, Ayat: 15, yang artinya:
Yang artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada ilmu/pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu sekalian mengikuti keduanya, dan bershohabatlah dengan keduanya (selama hidup) didunia dengan baik, dan ikutilah jalannya orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu sekalian akan kembali, maka Aku akan menceritakan kepada kamu sekalian apa yang telah kamu sekalian kerjakan”.
Di dalam Hadits Riwayat Hakim, yang berbunyi:
Yang artinya: ”Keridhoan Robbi (Alloh) itu di dalam keridhoan kedua orang tua, dan murka Robbi itu di dalam murka kedua orang tua”.
Dalam pengertian luas, hadits di atas memberikan suatu pengertian, bahwa jika kedua orang tua meridhoi/merestui apa yang dikerjakan anak, maka Alloh juga akan ikut meridhoinya. Dan sebaliknya, jika kedua orang tua murka/marah terhadap apa yang dikerjakan anak, maka Alloh pun murka/marah terhadap apa yang dikerjakan anak tersebut.
Tho’at kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, mengandung makna sebagai pembeda antara seorang anak yang syukur kepada kedua orang tuanya dengan seorang anak yang kufur kepada kedua orang tuanya, sekaligus penentu layaknya seorang anak disebut orang kafir. Dalam Hadits Shohih Bukhori Juz 8 Hal 2, dari Abi Huroiroh, ia (Abi Huroiroh) berkata:
Yang artinya: “Ada seorang laki-laki datang pada Rosulillahi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, lalu ia berkata: “Ya Rosulalloh, siapakah shohabatku yang lebih berhak aku perlakukan dengan baik? Rosul bersabda: “Ibumu!” Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rosul bersabda: “Ibumu!” Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rosul bersabda: “Ibumu!” Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rosuul bersabda: “Kemudian bapakmu!”.

Sebagaimana sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Di dalam Hadits Shohih Muslim, yang berbunyi:
Yang artinya: “Kamu sekalian jangan membenci bapak-bapak kamu sekalian, maka barang siapa yang membenci bapaknya maka dia sungguh telah kafir”.
Di dalam Hadits Riwayat Sunan Nasa’i, yang berbunyi:
Yang artinya: Dari Abdillah bin Amrin, berkata:” Ada seorang laki-laki datang kepada Rosulillahi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam minta idzin kepada Rosul mau ikut berjihad ke medan perang. Lantas Rosuul bertanya”Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”. Laki-laki itu menjawab “Ya”. Rosul bersabda: “Maka berjihadlah kamu dalam (urusan/keperluan) mereka berdua!”.
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Jihad tidak selamanya harus berperang membela agama melawan musuh Alloh, akan tetapi melayani, merawat, ta’at, membantu, mengatasi kerepotan kedua orang tua pun sudah termasuk jihad.
Di dalam Al-Qur’an Surat Luqman, No. Surat: 31, Ayat: 14, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Dan Kami telah berwasiat kepada manusia (agar berbuat baik) dengan kedua orang tuanya (ibu-bapaknya); ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun (telah menyusuinya selama dua tahun lalu menyapihnya). Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu (ibu-bapak). Hanya kepada-Ku tempat kembali”.
Di dalam Al-Qur’an Surat Bani Isro’il, No. Surat: 18, Ayat: 23, Alloh telah berfirman:
Yang artinya: “Dan Tuhanmu telah memutuskan bahwa kamu sekalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya, dan dengan kedua orang tua supaya kamu berbuat baik dengan yang sebaik-baiknya”.
Di dalam Hadits Abu Daud Juz 2 hal 583, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Barang siapa yang tidak menyayangi anak-anak kecil kami dan tidak mengerti terhadap hak orang tua kami, maka ia tidak terbilang dari golongan kami”.
Coba kita renungkan sejenak, begitu tulusnya hati orang tua kita, merawat dan membesarkan kita. Maka alangkah besar dosanya bila seorang anak sampai berani berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya. Oleh karena itu, Alloh tidak-segan-segan menurunkan adzab-Nya langsung di dunia ini pada anak yang berani menyakiti hati atau fisik orang tuanya. Sebagaimana sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang tercantum di dalam Hadits Thobrooni Fil Kabiir dari Abi Bakroh, yang berbunyi:
Yang artinya: “Setiap dosa, siksanya diakhirkan/ditunda oleh Alloh Yang Maha Tinggi sampai hari kiamat sesuai dengan apa yang Alloh kehendaki, kecuali dosa karena berani menyakiti hati kedua orang tua. Maka sesungguhnya Alloh mempercepat siksa di dunia ini bagi orang yang berani menyakiti hati kedua orang tuanya sebelum sebelum ia mati”.
Bagaimanapun keadaan orang tua, misalnya fisiknya sudah tua renta, mengalami kesulitan ekonomi, strata sosialnya yang rendah dan bukan orang yang terpandang, bahkan belum menjadi warga LDII sekalipun, kita tetap mempunyai kewajiban untuk menghormati dan memuliakannya. Bagi warga LDII yang orang tuanya belum mau ikut bergabung menjadi warga LDII, itu tidak menjadi masalah. Bagi warga LDII yang orang tuanya belum mau mengaji Al-Qur’an dan Al-Hadits, supaya berusaha menasehati dan dibarengi dengan mendo’akan agar kedua orang tuanya diberi hidayah oleh Allohu Sube’haanahu Wa Ta’alaa sehingga bisa bersama-sama masuk surga Alloh dan selamat dari neraka Alloh, dalam rangka memenuhi perintah Alloh yang tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat At-Tahriim, No. Surat: 66, Ayat: 6, yang berbunyi:
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah/jagalah diri kamu sekalian dan keluarga kamu sekalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak pernah menentang Allooh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Alangkah besar hati dan mulianya anak-anak kita, apabila dalam kenyataannya mereka betul-betul terbukti telah melaksanakan tugas dan kewajibannya yang baik sebagai anak terhadap kedua orang tuanya. Lantaran di sela-sela kesibukannya ia masih sempat memberanikan diri untuk mengajak kedua orang tuanya menjalankan kewajiban kepada Alloh yakni mengaji Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan menadahkan kedua tangannya kepada Alloh pertanda mendo’akan kedua orang tuanya agar mendapat hidayah/petunjuk yang benar. Alangkah besar dosa kita sebagai orang tua apabila tidak bisa membedakan mana anak kita yang tidak sholih dan yang sholih, baik dan benar. Apalagi, jika kita sampai tidak bisa menghargai, memuji, memuliakan, dan mensyukuri karunia Alloh tersebut. Ini, sungguh terlalu!
Alangkah indahnya, bilamana kita sebagai orang tua dari anak-anak kita mempunyai kemampuan bersikap dan bertindak yang dapat mencerminkan kebesaran jiwa sebagai orang tua yang arif dan bijaksana? Yaitu, bila disertai dengan kasih sayang di dalamnya. Ucapan terima kasih, sesungging senyum, sapaan ramah atau pelukan bersahabat kepada anak-anak kita yang demikian perhatiannya kepada kita. Ini, sepertinya tindakan yang mungkin sepele saja. Namun dalam liputan kasih sayang, ini jauh lebih tinggi daripada bukit tabungan harta kita.

1 komentar:

  1. Dalam satu posting situs kami di: http://www.jabar.ldii.or.id/apakah-ldii-termasuk-aliran-sesat/ ada pengunjung yang kirim comment sbb:

    "gua benci bgt sama LDII karena garagara ini, gua selalu berantem sama nyokap gua."

    Kami jelaskan sbb:
    @NIK : MasyaAllah…saudariku, sepertinya ada yang salah deh?! Seharusnya setelah mengaji di LDII, saudariku menjadi lebih baik budi pekerti dan budi luhurnya, bukankah di LDII diajari ajaran suri tauladan Rasulullah SAW dalam Buku Bab Tatakrama (satu buku khusus) dan diajari Himpunan Kitabu Adab/budi pekerti (bagaimana adab kepada orang tua, kepada suami, kepada tetangga dsb). Contoh praktek, yang tadinya (sebelum ngaji) tidak pernah cium tangan kepada nyokap, ya lakukanlah! just do it please! karena memang seharusnya demikian. Kalau tadinya (sebelum ngaji) tidak pernah berbicara yang baik (boso), yaa lakukanlah! karena memang seharusnya demikian.Kalau tadinya (sebelum ngaji) datang dan pergi tidak pernah mengucapkan salam, yaa lakukanlah!karena memang seharusnya demikian.

    Ini bukan tujuan menarik simpati, tapi itulah yang seharusnya saudari lakukan bertatakrama dan berbudi pekerti kepada orang tua seperti ajaran dan suri tauladan Rasulullah SAW. Jadi sebenarnya yang salah bukan LDII nya tapi saudariku yang tidak mempraktekkan apa yang diajarkan di LDII. Darimana saudariku dapat ajaran untuk berantem dengan nyokap padahal tidak ada dalam ajaran kami? Rasulullah saja setelah jadi Rasul tidak pernah diceritakan berantem dengan pamannya (Abu Thalib), malah pamannya tersebut yang membela Rasulullah walaupun tidak mau beriman. Rasulullah juga mengajarkan bagaimana berbuat baik kepada tetangga tidak peduli tetangga tersebut beriman atau tidak.

    Coba instrospeksi lagi deh kenapa ada statement “gua benci bgt sama LDII karna grgr gua selalu berantem sama nykp gua” kok ini bisa terjadi??? pasti ada yang salah deh! Biasanya ini kefahaman orang yang “kejeron” atau over acting, padahal tidak diberi tuntunan seperti itu. Sekarang kita tidak usah cerita ajaran agama, kita cerita tentang hal etika saja deh? pantaskah berantem sm nyokap? Jadi nemu ajaran berantem sm nyokap dari mana??? geleng-geleng kepala mode:ON

    LDII | DPW LDII Jabar

    BalasHapus