Haasibuu
anfusakum qobla an tuhaasabuu – Hisablah diri kamu sekalian (sekarang,
di dunia) sebelum kalian dihisab (nanti, di akhirat). Demikian bunyi
sebuah hadits. Saat ini bulan Desember. Pergantian tahun tinggal
menghitung hari. Tiba saatnya untuk menghisab diri atas semua amal
perbuatan selama setahun yang lalu. Untuk apa? Pertama, untuk
meningkatkan amalan yang sudah benar, dan mensyukuri bisa
mengamalkannya. Kedua, untuk memperbaiki amalan yang masih salah, dan
mentaubatinya.
Apa perlu hisab diri? Di sebuah ormas saja Ketua Umum DPP, Ketua DPD Provinsi, Kabupaten, Kota, Ketua PC dan PAC memberikan LPJ alias Laporan Pertanggung-Jawaban. Bedanya, LPJ disampaikan didalam forum Munas alias Musyawarah Nasional atau Musda alias Musyawarah Daerah dst, sedangkan hisab diri cukup dilaporkan hanya kepada diri sendiri, dan hanya kepada Allah.
Apa yang dihisab diri?
Rukun Iman
Rukun iman adalah percaya kepada: 1-Allah, 2-malaikat, 3-kitab, 4-rasul, 5-kiamat, dan 6-qodar. Terminologi rukun iman berasal dari sebuah hadits dimana Malaikat Jibril menampakkan diri sebagai seorang tua dan datang kepada Nabi dan menanyakan “Mal iimaan? - Apakah iman?”. Orang tua tadi kemudian menjawab sendiri pertanyaannya bahwa iman adalah percaya kepada 6 perkara itu tadi.
Apakah keimanan kepada Allah selama ini sudah benar? Tidak menyekutukan dengan sembahan lain? Tidak menganggap ada dzat lain yang menyamai apalagi melebihi Allah? Dst., dst., tentang iman kepada Allah.
Apakah selama ini amalan karena Allah selalu terjaga? Apakah ketika mengamalkan suatu amalan diiringi perasaan riya (ingin dilihat orang) dan sum’ah (ingin didengar orang).
Apakah ketika tampil ingin disebut jarii’un alias pemberani? Apakah ketika infaq- shodaqoh ingin disebut jawaadun alias dermawan? Apakah ketika mengajarkan ilmu ingin disebut ’aalimun alias orang pandai? Apakah ketika membaca Al-Quran ingin disebut qoori-un alias qori bersuara indah?
Bagaimana keimanan terhadap malaikat? Apakah masih mengatakan ”Si Anu meninggal karena disantet Si Una?”. Padahal mencabut nyawa adalah tugasnya malaikat Ijroil, atas perintah Allah. Jika iman dengan adanya malaikat ’Atid yang mencatat amalan buruk, mengapa masih saja melakukan perbuatan dosa dengan sembunyi-sembunyi?
Bagaimana dengan iman terhadap kiamat? Apakah tergerus dengan pendapat banyak orang bahwa kiamat tahun 2012, padahal Allah-Rasul mengatakan tidak ada seorangpun yang tahu kapan kiamat akan datang?
Bagaimana dengan iman terhadap qodar? Jika beriman bahwa 50 ribu tahun sebelum langit bumi diciptakan, qodar setiap manusia sudah ditentukan, lalu mengapa masih saja tidak menerima ketika Allah memberi qodar yang tidak sesuai dengan harapannya? Dst., dst.
Rukun Islam
Rukun Islam adalah 1-syahadat, 2-sholat, 3-zakat, 4-puasa, dan 5-haji. Terminologi rukun Islam berasal dari sebuah hadits tentang ”Buniyal Islam” alias bangunan dimana ada 5 pilar yang disebut diatas tadi.
Bagaimana lafadz syahadat yang dibaca sedikitnya 9 kali setiap hari saat tahiyyat didalam sholat? Apakah sudah sesuai dengan lafadz yang ada di hadits?
Bagaimana dengan pelaksanaan sholat wajib 5 waktu sebagai ’imaaduddiin pilarnya agama yang adalah kunci suksesnya hisaban di akhirat nanti?
Barangsiapa yang hafidhohaa menjaga sholatnya maka menjaga pula kepada agamanya. Sebaliknya barangsiapa yang sholatnya dhoyya’ahaa amburadul, maka amburadul pula amalan-amalan agamanya. Jadi sholat adalah indikator utama.
Apakah sholat lebih sering berjamaah? Atau lebih sering menyendiri? Apakah lebih sering di masjid? Atau di rumah? Apakah bacaannya berbagai surat dari Juz ’Amma atau ’qulhu lagi qulhu lagi’? Ini bukan isu tentang. Ini isu tentang fastabiqul khoirot berlomba kebaikan.
Sebuah hadits menyebutkan pahala sholat yang sudah berkeluarga adalah 25 kali lipat yang lajang. Maka itu alangkah du’afa di akhirat nanti mereka yang lajang dan sholatnya tidak berjamaah, tapi ‘Home Alone’ terus.
Apakah sholatnya selalu tepat di awal waktu? Atau sudah menjadi ahli sholat di-jama’ dzuhur akhir disambung ashar awal atau maghrib akhir disambung isa awal, tanpa udzur?
Apakah wudhu beberapa menit sebelum adzan sebagai bukti ketidak-sabaran untuk segera sholat menghadap Allah? Atau baru wudlu setelah qomat?
Yang lebih akut lagi adalah ketika tayangan iklan TV menjadi ’qomat’. Artinya, ketika adzan berkumandang dan conflict dengan tayangan favorit di TV, maka tidak ada gerakan meninggalkan TV. Ketika qomat, juga masih tidak beranjak dari TV. Baru ketika iklan ditayangankan, buru-buru mengambil wudhu, dan tergesa-gesa sholat. Itulah yang namanya diqomati iklan TV. Gawatnya, usai salam kembali menonton. Dzikir dan do’a sambil matanya melotot ke TV. Astaghfirullah wa masya Allah.
Bagaimana dengan zakat? Puasa Ramadhan? Haji? Apakah benar-benar belum nishob sehingga belum bisa menunaikan pergi ke tanah suci?
Hablum Minannaasi
Yang tadi adalah hisab diri yang berhubungan dengan hablum minalloohi – hubungan dengan Allah. Bagaimana hisab diri tentang hablum minannaasi – hubungan dengan manusia?
Bagi yang masih memiliki orang-tua, apakah menomor-sekiankan orang-tua sendiri, dikalahkah oleh yang lainnya? Padahal Nabi bersabda ridlor robbii fi ridlor waalid – ridlo Alloh bersama ridlo orangtua?
Bagi yang punya suami, apakah menomor-sekiankan suami sendiri, dikalahkan dengan yang lainnya? Apakah mempersungguh mencari predikat imroatus shoolihat – menyenangkan ketika dilihat, taat ketika diperintah, dan tidak pernah menyelisihi suami walaupun atas hal-hal yang membencikan?
Bagaimana dengan tetangga? Apakah boro-boro berkirim-kiriman makanan seperti di hadits Nabi, bertegur-sapapun dengan tetangga kiri-kanan pun tidak pernah?
Bagaimana takdzim terhadap kalangan ulama dan kalangan umaro? Apakah selama ini sudah menjadi warga yang baik yang taat kepada pemerintah yang sah? Lupa bahwa budi ashor adalah larangan, dan tentunya bakal dicatat malaikat ’Atid jika melanggarnya?
Perberat Mizan
Tugas paling prioritas manusia adalah bagaimana memperberat mizan atau timbangan sehingga lebih banyak amal (’ain = ’amal) daripada dosa (jim = jurman).
Sesungguhnya hanya dengan melaksanakan ibadah wajib yang dikerjakan karena Allah, sudah cukup sebagai jalan menuju kebahagiaan fid dunya wal aakhirat. Tetapi tentu saja menjadi manusia marjinal ’yang penting masuk sorga’ bukanlah yang diajarkan Nabi. Tidak hanya itu, mengamalkan hanya ibadah wajib saja masih memungkinkan tekor alias defisit alias bangkrut pahala. Mengapa?
Karena sholat wajib 5 waktu tidaklah mungkin sempurna.
Bisa wudlunya tidak sempurna. Bayangkan, anggota wudlu yang terlewat terbasahi akan menjadi api neraka. Bisa waktunya molor. Wailul lil musholliin – neraka wail bagi yang sholatnya lalai. Bisa gerakannya tidak tumaninah. Bisa bacaannya tidak pas. Dst,. dst.
Maka itulah Nabi mengajarkan sholat-sholat sunnah: sholat tahajjud di malam hari, sholat dhuha di waktu dhuha, sholat istikhoroh, sholat hajat, sholat sunnah sebelum dan sesudah sholat wajib, sholat tahiyyatul masjid, sholat tasbih, sholat hifdzi, dll. Nah, tiba saatnya melakukan hisab diri: selama ini sholat-sholat sunnah apa saja yang biasa dikerjakan?
Idem puasa sunnah: puasa senin-kamis, puasa 3 hari dalam seminggu, puasa dawud selang sehari, puasa arafah, dll. Ingin dibukakan salah satu pintu sorga yang bernama royyan? Hisab dirilah: jika ahli mengerjakan salah satu puasa sunnah, welcome. Jika tidak, sorry. Silahkan masuk dari gerbang lainnya saja.
Tidak semua orang mampu menjadi hafidz atau hafal Al-Quran. Tidak apa tidak menjadi hafidz. Tapi berapa banyak surat-surat pendek, minimal untuk bacaan sholat, yang hafal di luar kepala? Mulai dari surat 114 an-naas, 113 al-falaq, 112 al-ikhlas, dst., dst. Minimal hafal sampai surat 87 al-a’la atau sabbihis yang paling sering dibaca di rakaat pertama dan surat 88 al-ghoosyiyah atau hal ataaka yang paling sering dibaca di rakaat kedua sholat Jum’at. Bukankah sholat Jum’at akan lebih khusyuk ketika bacaan-makna-keterangan kedua surat itu hafal diluar kepala?
Hisab diri paling baik tentu saja jika dilakukan setiap saat. Namun cobalah jelang tutup tahun ini lakukan hisab diri atas segala amal perbuatan selama setahun yang lewat. Buatlah di atas kertas kosong di bagian kanan daftar amal ibadah wajib dan sunnah yang dilakukan selama ini, dan buatlah di bagian kiri daftar amal-amal buruk yang dilakukan selama ini. Jangan pernah diperlihatkan kepada siapapun. Jangan sampai daftar pahala diketahui orang lain supaya karena Allah terus terjaga. Sebaliknya, jangan sampai daftar dosa diketahui orang, melainkan cukup Allah yang tahu, Dzat yang kepada-Nya seluruh makhluk memohon taubat.
Setelah dibuat daftar kiri-kanan, jangan terkejut kalau lebih panjang daftar sebelah kiri. Kecuali bagi mereka yang memperbanyak amalan-amalan ibadah sunnah. Akan lebih terkejut lagi kalau kedalam daftar itu dimasukkan faktor ’bobot’ dan ’nilai’ dari masing-masing amal ibadah wajib dan sunnah, dan perbuatan dosa. Betapa timbangan dosa akan jauh lebih berat daripada timbangan amal, jika tidak diimbangi dengan ibadah-ibadah sunnah. Tekor!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar