Tersenyum, betapa mudahnya hal ini dilakukan. Hanya butuh sedetik untuk
merubah bentuk bibir menjadi senyum. Dan hanya butuh tujuh detik
mempertahankan sang senyum untuk terlihat sebagai ungkapan ketulusan
hati.
Tetapi kenapa hal sederhana ini jarang terlihat?
Wajah-wajah di jalan, di angkutan umum, di kantin, di kantor, bahkan di
tempat wisata yang seharusnya menjadi kebun senyum, justru terlihat
buram. Kerutan-kerutan di wajah menunjukkan betapa berat beban yang
harus ditanggung wajah-wajah itu. Banyak wajah yang daerah diantara dua
matanya mengkerut. Menyeramkan dan tampak garang. Duh…
Senyum
itu sudah hilang dari wajah banyak orang. Entah kenapa senyum – bahkan
tawa – yang selalu cerah menghiasi wajah-wajah itu dari kecil, sirna
begitu saja. Sekarang, bahkan bukan hanya wajah-wajah tua dan dewasa
yang telah kehilangan senyum manis. Wajah para remaja dan anak-anak pun
telah ketularan kerutan-kerutan penuh beban itu.
Senyum pada
hakikatnya adalah salah satu anugerah indah dari Tuhan Yang Maha Indah.
Tuhan sengaja menganugerahkan senyum sebagai bagian dari keindahan
manusia. Sayang, anugerah indah ini, tidak banyak ditemui di wajah
banyak manusia. Dunia akan jauh lebih indah bila penduduknya gemar
tersenyum.
Hidup dan kehidupan manusia pun akan lebih indah
dan menenteramkan bila kita menemui banyak senyum di sekeliling kita.
Terutama sang senyum dari wajah kita sendiri. Bukankah sangat enak bila
kita menerima senyum? Dan bukankah jauh lebih enak bila kita lah yang
memberi senyum?
Saudara, senyum yang sederhana, mudah dan
gratis itu ternyata menyimpan banyak keajaiban. Setidaknya dari
berbagai pengalaman dalam hidup saya. Yap, dalam hidup saya, saya
menemui banyak keajaiban. Bentuknya macam-macam. Ada kemudahan,
kesehatan, kekayaan, kebaikan, solusi dan sebagainya dari sebuah
senyuman.
Sang senyum – lengkungan yang menurut Pak Gede Prama
bisa meluruskan banyak hal – adalah hal yang luar biasa. Ia seperti
oase di tengah gurun pasir. Ia seperti setetes air jernih dari mata air
yang bisa menghilangkan dahaga. Ia seperti udara bagi yang tercekik. Ia
seperti sumbangan uang bagi fakir miskin yang dirawat di rumah sakit.
Ia seperti mangga muda bagi ibu muda yang sedang ngidam. Ia seperti
pinjaman uang bagi yang sedang membutuhkan. Ia juga seperti semangkuk
mie instan bagi pengungsi yang kelaparan.
Senyum pada
hakikatnya adalah kebutuhan manusia. Siapa yang senang tersenyum
membuat jiwa, perasaan, pikiran dan fisiknya terpenuhi salah satu
kebutuhannya. Bila manusia tidak senang tersenyum, ada luka di jiwa,
rasa dan pikirnya. Sang jiwa yang terluka membuat hidup dipenuhi
kegelisahan. Sang rasa yang terluka membuat hidup tidak tenang. Sang
pikir yang terluka membuat hidup penuh beban.
Aturan Senyum Tulus
Senyum tulus ada aturannya? Ya, ada. Aturan ini saya dapat dari dua
orang guru saya. Pertama Pak Jamil Azzaini. Kedua, Pak Amir Tengku
Ramly. Pertama sekali, saya belajar dari Pak Jamil, bahwa senyum itu
harus 227. Artinya senyum baru terlihat tulus dengan menarik bibir ke
kanan 2 cm, ke kiri 2 cm, pertahankan minimal selama 7 detik. Bila
kurang dari 7 detik, maka senyum itu akan kehilangan ketulusannya.
Aturan ini lalu disempurnakan oleh Pak Amir. Menurut Pak Amir, senyum
itu harus 127. Angka satu artinya sang senyum harus lah berasal dan
bertujuan untuk menyatukan hati. Hati yang memberi dan menerima senyum.
Dengan begitu, senyum itu berperan sebagai pengikat dan jembatan antara
satu diri dengan diri-diri yang lain. Sedang angka 2 dan 7, maknanya
sama dengan aturannya Pak Jamil.
Itulah senyum saudara…
Ia sederhana, tapi dahsyat luar biasa.
Ia kecil, tapi bermakna raksasa.
Ia mudah, tapi sangat berharga.
Karenanya,….
Tersenyum lah saudara
Nikmati keajaiban-keajaiban dalam hidup anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar