Ada sebuah kalimat dan fenomena yang sering tersebar di masyarakat awam
pada umumnya, berkenaan dengan “tragedi” penolakan calon pasangan,
yaitu “Lamaran ditolak, Dukun bertindak!” -wal’iyaadzubillah-.
Bagaimanakah konsekuensi perkataan dan realisasi perbuatan ini jika
ditimbang dengan hukum syari’at ?
Ketahuilah, bahwa perkara
perdukunan dan sihir merupakan perkara yang sangat fatal. Bagaimana
tidak? Perdukunan dan sihir telah berbuat tindak kesyirikan, dan
kesyirikan adalah dosa besar nomor wahid
[2]; kezhaliman yang
paling besar dan bahkan pada kondisi tertentu sihir itu menjadi tindak
kekufuran yang bisa mengeluarkannya dari Islam [3] ; bisa menyebabkan
pelakunya masuk ke neraka dan kekal di dalamnya jika dia belum
bertaubat ketika nyawa lepas dari raga.
“…Janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezhaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.” (Qs. An-Nisa: 48)
“…sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Qs.
Al-Ma’idah: 72)
Dari ‘Abdurrahman ibn Abi Bakrah, dari ayahnya
radhiallahu ‘anhu, dan ayahnya berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Maukah kalian kuberi tahu beberapa dosa yang
paling besar?” Kami pun menjawab, “iya, wahai Rasulullah.” Beliau
berkata, “Mempersekutukan Allah (syirik), durhaka kepada kedua
orangtua”, dan Beliau ketika itu berdiri sambil bersandar kemudian
duduk sembari berkata, “Ketahuilah (demikian juga) persaksian palsu.
Ketahuilah (demikian juga) persaksian palsu.” Dan Beliau terus
mengatakannya, hingga aku pun berkata : “Beliau tidak diam.” (HR.
Bukhari )
Seseorang yang ditolak lamarannya, bisa jadi pergi
ke dukun untuk meminta agar dukun tersebut mempelet calon korban dengan
salah satu bentuk sihir. Di antara bentuk sihir yang biasa dilakukan
adalah sihir cinta (sihir mahabbah, dikenal juga dalam istilah orang
Indonesia sebagai “pelet”, atau Al-’Athaf , atau bisa pula bentuk sihir
yang lain seperti sihir gila, sihir sakit, “mengirim” jin agar merasuki
tubuh korban sehingga jin itu dapat mengganggu; menyakiti atau bahkan
membunuh korban.
Syaikh Muhammad At-Tamimi, dalam kitabnya
Nawaqidhul Islam berkata tentang 10 macam pembatal keislaman, dan salah
satu di antara pembatal keislaman adalah sihir:
“Ketujuh: Sihir,
diantaranya yaitu Ash-Sharf*) dan Al-’Athaf**). Barangsiapa
melakukannya atau ridha dengannya maka dia kafir. Dalilnya adalah
firman Allah,
*): Ash-Sharf adalah jenis sihir lewat perantara
setan, untuk membuat seseorang membenci dan tidak suka kepada orang
lain atau menjauhkan antara satu orang dengan lainnya. Ini banyak
digunakan dalam hubungan suami istri ataupun selainnya. Ash-Sharf ini
juga dikenal sebagai sihir At-Tafriq (karena gunanya untuk memisahkan
atau menjauhkan hubungan dua orang, dan banyak digunakan pada hubungan
suami istri)
**) Al-‘Athaf adalah jenis sihir lewat perantara
setan, untuk menjadikan seseorang menyukai/cinta dan “lengket” kepada
yg lain. Ini yang lumrah disebut pelet atau aji pengasihan dalam
istilah orang Indonesia
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca
oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan
bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir
(mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa
yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut
dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada
seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.
Maka mereka mempelajari
dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami ) dengan istrinya. Dan mereka itu
(ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun
kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi
mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka
telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan
sihir itu, tiadalah keuntungan baginya, dan amatlah jahat perbuatan
mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Qs.
Al-Baqarah: 102)
Pada ayat ini, memang yang disebut sihir hanya Ash-sharf saja, hal itu terdapat pada firman Allah,
Akan tetapi, masuk pula di dalamnya sihir dari jenis lain seperti
Al-’Athaf. Pada ayat ini hanya disebutkan Ash-Sharf saja karena yang
banyak terjadi, dan pada asalnya sihir yang banyak dilakukan adalah
bentuk sihir Ash-Sharf ini.
Untuk saudara-saudariku tercinta
yang sedang mendamba belahan jiwa yang tak kunjung tiba…semoga yang
sedikit ini bisa bermanfaat bagi jiwa yang dilanda derita. Tetaplah
berusaha, berdo’a , bertawakkal, bersabar dan bersikap optimis
menghadapi serba-serbi pra rumah tangga. Mudah-mudahan Sang Pujaan kan
menjemputmu di taman kebaikan…mempersuntingmu dan menjadikanmu
raja/ratu di istana impian, dan ia yang kan mengetuk pintu hatimu di
beranda cinta dua insan... Aamiin Waallahu A'lam Bhishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar