Menganggap Pernikahan Sebagai Sumber Penghasilan
Paradigma
seperti ini bukannya nggak ada. Banyak laki-laki atau perempuan yang
mencari pasangan hidup dengan kriteria tertentu. Misalnya, memiliki
suami atau istri yang punya gaji tetap sekian juta yang bisa untuk
membeli sawah, pegawai negeri yang punya pensiunan berlimpah, mempunyai
rumah, mempunyai mobil mewah, menaikkan haji dan umrah, dan masih
banyak alasan lainnya. “nggak apa-apa deh duda, yang penting kaya”.
“nggak apa-apa deh janda, yang penting rondo teles (mak: janda kaya)”.
Syukur-syukur si perjaka tajir. Hem. Kata mereka yang mempunyai
paradigma pernikahan sebagai sumber rezeki.
Paradigma
pernikahan sebagai sumber penghasilan ini menjadikan seseorang memiliki
harapan besar terhadap pasangan hidupnya. Tentunya, paradigma ini
menghasilkan orang-orang yang tergantung pada pasangan hidupnya.
Layaknya benalu, gitu lo. Hem.
Cerita remaja menjelang tidur malam:
Amelia Ana Mirzani telah
bertahun-tahun bekerja sebagaipembantu untuk menghidupi suami dan anak-anaknya.
Bukan hanya itu, setiap pagi sebelum melaksanakan tugasnya Amel membuat makanan ringan seperti gorengan dan nasi
uduk ditambah sayur-sayur matang yang sudah dibungkus. Kemudian ia
dititipkan di warung-warung kecil di sekitar rumahnya. Kadang, kalau
lagi ada pengajian ibu-ibu desa, ia berharap agar dagangan yang
dijajakan di masjid bisa lebih banyak lagi yang laku. Sementara itu,
di rumah, sang suami sibuk teuk pararuguh (bahasa sunda: tidak jelas
kerjanya). Tidak ada inisiatif untuk membantu meringankan beban
istrinya. Tampaknya rasa malu pun tidak dikenalnya lagi. Sebenarnya,
tim dhu’afak sudah sangat maksimal mencarikannya pekerjaan, namun
lagi-lagi ia keluar dari tempat kerjanya, dengan alasan tidak betah,
tidak biasa.
Ada juga wanita-wanita yang melakukan kawin kontrak, kawin
mut’ah. Dengan bayaran tertentu dan berlaku dalam jangka waktu
tertentu, terkadang sampai mempunyai anak. Kawin kontrak disini
bukannya kawin kemudian ngontrak rumah, melainkan kawin alias nikah
dengan kontrak waktu yang disepakati berdua. Begitu waktu yang
disepakati telah habis, selesailah pula masa perkawinan mereka, bubar.
Kawin kontrak ini bahkan bisa menjadi profesi dan menjadi sumber
penghasilan dalam arti sesungguhnya. Seperti yang banyak terjadi di
sekitar wilayah puncak, kebanyakan pasangan laki-lakinya dari Arab
Saudi. Mereka yang mempunyai bisnis biro perjalanan haji dan maktab di
Saudi Arabia. Biasanya banyak terjadi menjelang musim haji. Sungguh
mengerikan, karena kawin kontrak itu hukumnya haram. Tapi kalau kamu
kawin secara syah sama orang kaya, kemudian kamu dilarangnya bekerja
karena semua kebutuhan sudah dicukupi, itu tidak apa-apa, itu namanya
rezeki halal.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam malah menganjurkan, dalam Hadits Ad-Dailami, yang berbunyi:
"Iltamisuur rizqo bin-nikaahi"
Yang artinya: “Mencarilah rezeki dengan cara menikah !”
..ooOO HFH OOoo..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar