Hati saya haru. Teramat haru, sampai merasa malu. Betapa pun jika kita bandingkan diri kita dengan dalil, terasa jauh. Jomplang. Ada hal yang menindih. Beban berat. Tak kuasa. Dan anehnya, tetap saja. Ndableg nggak mau berubah.
Iseng-iseng saya buka kembali Hadist Sunan Tirmidzi. Dari software Kutubu Tis’ah. Lewat entri ujung matan hadist, ketemulah saya hadist berikut.
Hadatsana Abu Kuraib, hadatsana Kholaf ibnu Ayyub al-Amiri ’an Auf ibnu Sirin ’an Abi Hurairoh qola, bersabda Rasulullah SAW, ”Dua perkara yang tidak berkumpul pada diri seorang munafiq yaitu kelakuan yang baik dan paham di dalam agama.” Tirmidzi berkomentar, hadist ini ghorib.
Dengan kata lain hadist itu menunjukkan bahwa orang munafik itu tidak punya akhlak yang baik dan tidak paham agama. Terkadang saya takut sendiri, sebab penilaian kedua hal itu dilakukan orang lain. Boleh kita bilang diri kita berakhlak baik, tetapi banyak teman yang ternyata sakit hati kepada kita. Kadang malah kita yang suka sakit hati, dendam, iri dan dengki. Tetangga merasa tidak nyaman dengan kita. Nggak pernah bergaul dengan sebelah. Acuh dan kurang perhatian sekitar. Dan masih banyak lagi, tautan-tautan pekerti budi luhur belum kita lalui. Sedangkan kita sudah jumawa – berakhlak baik.
Demikian juga dengan kepahaman. Kadang kita merasa sudah paham. Nyatanya ngajinya jarang datang. 5 babnya kurang lancar. Padahal parameter itulah yang menjadi ukuran paham nggaknya seseorang. Kalau pun datang ngaji, malah rame. Kalau nggak rame, sibuk sendiri alias ngantuk. Tapi terkadang kita methithi merasa paham. Dalam surat Munafiquun ayat 7 disebutkan, ”....akan tetapi orang-orang munafiq itulah yang tidak paham.” Jangan sampai dua hal ini beralamat pada diri kita. Na’udzu billah.
Sebaliknya saya juga menemukan dalil yang sepadan dengan hadist di atas. Bukan malah membuat saya senang justru semakin mendalam. Dari Abi Said Al-Khudriyi berkata, bersabda Rasulullah SAW; ”Dua perkara tidak berkumpul keduanya pada orang iman yaitu bakhil dan akhlak yang jelek.” Tirmidzi berkomentar, hadist ini ghorib.
Hadist ini menerangkan bahwa orang iman itu harus dermawan dan berbudi luhur. Nggak ada pelitnya. Tapi kadang masih ada perasaan berat di kala harus membela. Owel. Belum totalitas sesuai arti mastatho’na yang sebenarnya.
Jadi kalau saya pikir-pikir, serba canggung. Akhlak ya belum baik-baik amat, pelit masih ada dan kepahaman biasa-biasa saja. Lalu dimana saya sebenarnya? Mari temukan jawabnya.
Setidaknya dua perkara ini bisa menjadi parameter sederhana ke arah mana yang akan kita tuju. Saya yakin bahwa kita semua berkeinginan untuk mempunyai akhlak yang mulia, pekerti yang luhur, dermawan, dan paham di dalam agama. Oleh karena itu, mari kita sama-sama menggapainya.
Semoga berhasil. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar