Ruh

Hari ini, saya melewati dua rumah yang memasang bendera kuning. Kematian. Jaraknya tidak jauh. Hanya dipisahkan lembah dan sungai. Entah apa penyebab kematiannya saya tidak tahu. Ndilalah, kok matinya barengan. Dalam hari yang sama. Ini peristiwa ruh terlepas dari badannya. Dipanggil Yang Kuasa.

Beberapa bulan yang lalu, tak jauh dari rumah saya, terjadi hal serupa walaupun tidak sama. Tetangga, beda 1 rumah dengan saya, terpaksa meninggal dengan jalan bunuh diri. Gantung diri dengan tali plastik. Artinya ruh dipaksa keluar dari badan orang tersebut. Padahal belum waktunya. Pleng !

Beberapa waktu yang lalu saya bicara dengan adik saya, juga masalah ruh. Tapi dalam kerangka kehidupan ruh. Ceritanya, setelah seminggu dia job training mengajar di SDIT An-Najah, pada hari terakhir dia diinterview dan dievaluasi oleh ketua yayasannya. Katanya ruh kita tidak sama. Jadi tidak diterima. Diesh !!! Sangat dalem maknanya.

Kemarin gempa di Jogja, tsunami di pantai selatan, wuesss... ribuan ruh keluar dari jiwa manusia. Tidak bayi, tidak muda, tidak tua, tidak sakit semua bisa kehilangan ruh. Semuanya pantes. Syah. Dan hanya sedikit kita yang tahu tentang ruh ini. Sebagaimana Allah menyebutkan: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ’Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." 

Karena sedikitnya itulah maka kita tidak tergetar untuk selalu memelihara ruh yang ada di jiwa kita. Kita lebih mementingkan badan kita. Jisim kita ketimbang menghidupi dan menyenangkan ruh. Banyak orang melihat kehidupan ini sebagai perjalanan jasmani. Bukan perjalanan jiwa. Padahal sejatinya kehidupan adalah perjalanan ruh ini. Dia ada sejak jaman arwah, ketika Allah berfirman : Alas-tu birobbikum – qoluu balaa syahidnaa. Kemudian kita lahir ke dunia, untuk menjalani kehidupan fana. Nabi bersabda, perjalanan manusia di dunia ini seperti musafir yang mampir ngombe – istirahat sejenak sebelum melanjtukan perjalanan. Untuk kembali ke alam berikutnya yaitu alam qubur atau barzah dan pengadilan terakhir pada hari qiyamat. Itulah ruh. Perjalanan ruh; dari Allah kembali ke Allah untuk ditempatkan ke surga atau neraka.

Mari pelihara ruh kita. Kenali dia. Manjakan dia. Jangan sampai kena penyakit hubbud-dunyaa. Ingat, wa maa kholaqtul jinna wal insa illaa liya’budun. Ad-dunyaa sijnul mukmin wajannatul kafir. Ar-ruuhu junnudun mujannadah. Sebab kita terlalu banyak memanjakan badan kita. Tengoklah berapa lama kita duduk tafakur semisal ngaji, dzikir, sholat atau ibadah? Dan berapa lama kita bersanding dengan musik, tv, mall dan main-main? Sungguh tidak banding. Jomplang. Dan tidak ada kata terlambat untuk memulainya; mengenali dan menemani ruh kita dengan sebenar-benarnya bekal dan teman. Menuju husnul khotimah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar