NIKAH YES..!! PACARAN NO!!

  1. wahai pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah (HR Bukhari)  begitu pesan Nabi saw 
  2. siapakah yg dianggap siap menikah? adalah yang telah baligh, pahami Islam, dan dewasa, dia mampu selesaikan masalah, tanggung jawab 
  3. nikah adalah ikatan agung nan suci, dari sanalah terbangun bahtera dakwah berpasangan, dan madrasah balatentara Allah selanjutnya 
  4. karenanya, hal baik seperti nikah haruslah dimulai dengan yg baik, buruk awalnya biasanya buruk tengah dan akhirnya 
  5. Islam menolak maksiat dalam interaksi lelaki-wanita semacam tunangan dan pacaran, Nabi tak mengenalnya sama sekali, bahkan melarangnya 
  6. namun Islam tukarkan metode maksiat dengan metode taat sebelum menikah, khitbah dan ta'aruf yang halal agar nikah menjadi baik 
  7. pada asasnya, khitbah-ta'aruf adalah proses yang dijalani oleh orang yang telah mantap hati dan siap nikah untuk pastikan diri dan calonnya 
  8. jadi khitbah-ta'aruf bukanlah produk substitusi pacaran, dia bukanlah pembungkus maksiat pacaran atas nama yang lebih Islami 
  9. jadi sebelum melakukan proses khitbah-ta'aruf, pastikan semua urusan telah diselesaikan, orangtua pahami niat dan restui niat itu 
  10. sebelum melakukan proses khitbah-ta'aruf, rencana juga sudah dibuat, kapan ajuan waktu nikah, prosesi nikah, dan segala kaitannya 
  11. nah, bila semua sudah usai dipastikan, maka saatnya memilih pasangan, memilahnya dari ribuan untuk satu kebahagiaan, ridha Allah 
  12. “wanita dinikahi karena 4, harta, keturunan, kecantikan, dan agama, pilihlah yang beragama maka engkau bahagia” (HR Bukhari-Muslim) 
  13. jelaslah usul Nabi, bagi yang tujuan pernikahannya adalah ridha Allah dan membangun keluarga sakinah, pilihan utama pada agamanya 
  14. tak habis pikir, Muslim yang ada niatan menyunting istri dari non-Muslim, apa tujuannya? dakwah belum tentu sampai, mafsadat sudah jelas 
  15. lebih tak habis pikir, wanita Muslim yg kagum atau melihat lelaki non-Muslim menarik? jelas yang jadi standarnya bukan ridha Allah 
  16. maka saat persiapan pribadi jelas, pilahlah calon yang memenuhi standar agama kita, bila cantik, kaya dan bangsawan, itu bonus 
  17. paling mudah jadi aktivis dakwah, akhlak-pikir calon terikat syariat, "sudah dibina tinggal dibini", tak perlu "dibini lalu dibina" 
  18. bagi yang belum jadi aktivis dakwah, carilah pasangan yang "mau dibina", yang mau tunduk pada ayat Allah dan lisan Nabi, itu baik sekali 
  19. perlu pula saya sampaikan, bila karena fisik wanita dipilih bersiaplah menyesal setelah menikah, sekali lagi, pilih agamanya 
  20. saat pilihan sudah tetap, maka khitbah dilaksanakan, ia adalah pinta persetujuan kepada calon yg diinginkan, untuk menjadi pasangan hidupnya 
  21. bila izin sang wanita telah terucap, khitbah belum selesai, ada ridha walinya yang tetap menjadi syarat bagi yang melamar wanita 
  22. disini perlu interaksi pria untuk datangi wali perempuan, sampaikan maksud dan niatan, sampaikan perencanaan yang telah disiapkan 
  23. tentu, perlu pula bagi wanita untuk yakinkan kedua orangtuanya sebelumnya, pastikan tidak ada masalah setelah ada pelamar bertamu 
  24. bila niatan tak disambut walinya, berlega dirilah tak perlu datangi dukun atau melamun, naik pohon kelapa, liat, akhwat tak cuma satu 
  25. segera tarik diri dan selesaikan urusan dengan akhwat yg tak disetujui walinya, bawa proposal pada akhwat yang siap, insyaAllah banyak 
  26. maka perlu kiranya, sejak awal saat akhwat telah merasa siap nikah, orangtua dikondisikan, agar tak menyulitkan pelamar kelak 
  27. bila niatan disambut baik wali akhwat, alhamdulillah, khitbah telah terlaksana, akad nikah terbuka depan mata, lanjutkan ke ta'aruf 
  28. beda ta'aruf dengan pacaran adalah, bahwa ta'aruf memiliki batas waktu yg jelas dan tetap yaitu akad nikah, dan interaksi non-khalwat 
  29. mengenai batas waktu ta'aruf, tidak ada ketentuan, bisa esok hari atau tahun depan, lebih cepat lebih baik, serius itu cepat 
  30. perlu ditambahkan bagi ikhwan-akhwat, semakin panjang waktu ta'aruf, semakin besar potensi maksiat, selubungi pacaran atas nama ta'aruf 
  31. interaksi saat ta'aruf jugu harus ditemani mahram, lelaki boleh menanyakan perkara yg menguatkannya untuk menikah, apapun itu 
  32. perkara yang sensitif bisa diketahui dari orangtua, shahabatnya, saudaranya, atau musyrifahnya (ustadzahnya) 
  33. Rasul juga membolehkan melihat wanita hingga memiliki kecenderungan padanya, melihat disini terbatas memandang fisik dirinya, tidak lebih 
  34. memandang akhwat yang akan dinikahi juga tak perlu buka jilbab dan kerudung, perkara semisal itu bisa ditanyakan pada mahramnya 
  35. bagaimana interaksi via phone dan sms? boleh selama ada keperluan "sudah makan belum", "sudah tahajud belum" bukan masuk keperluan 
  36. hati-hati mengotori proses ta'aruf, karena khalwat bisa terjadi bahkan di telphon atau di sms, interaksi yang membuai dan sebagainya 
  37. jadi interaksi via telphon dan sms, dilakukan dalam rangka siapkan pernikahan, bukan mengumbar rasa yang seharusnya setelah nikah 
  38. ingat, ta'aruf itu tak hanya pada wanitanya, tapi juga keluarganya, boleh juga libatkan 2 keluarga silaukhuwah untuk rencana nikah 
  39. selama ta'aruf pikirkan selalu, "apakah dia cocok menjadi ibu dari anak-anak kelak?" , "apakah ia bisa mengimami dan melindungi?" 
  40. bagaimana setelah ta'aruf lantas tidak merasa ada kecocokan?, sampaikan saja, dan segerakan untuk selesaikan urusan, itu lumrah 
  41. lelaki berhak memilih wanita, dan wanita berhak untuk menolak, jangan rasa segan, karena tak ada korban dalam urusan ini 
  42. lalu bila telah pas di hati, lanjutkan ke jenjang pernikahan, setelah akad terucap, apapun halal bagimu dan baginya, segala urusan 
  43. perlu saya ingatkan sekali lagi, bagi lelaki, lakukan khitbah-nikah saat sudah siap, bukan menyiapkan diri setelah khitbah ta'aruf 
  44. bagi wanita, silahkan pantau yang melamar anda, bila kesiapan belum ada, lebih baik diminta bersiap daripada masalah penuh dibelakang 
  45. apakah kesiapan berarti miliki kerja? "nafkah bukan syarat nikah, tapi kewajiban setelah nikah"  namun, bagi calon mertua itu penting 
  46. apakah wanita boleh inisiatif mulai proses khitbah-ta'aruf? "boleh, laksana Khadijah binti Khuwailid kepada Muhammad bin Abdullah" 
  47. apakah khitbah perlu perantara ustadz/ustadzah? "tak harus, boleh sendiri bila mampu dan mau" 
  48. apakah khitbah boleh lewat sms atau media lain? "boleh, selama yg dikhitbah bisa pastikan bahwa itu real, merpati pos pun jadi" 
  49. akhir kalam, khitbah-ta'aruf-nikah bukan coba-coba, bukan pula permainan, niatan hanya Allah yg tahu, semoga dimudahkan menikah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar