- wahai pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah (HR Bukhari) begitu pesan Nabi saw
- siapakah yg dianggap siap menikah? adalah yang telah baligh, pahami Islam, dan dewasa, dia mampu selesaikan masalah, tanggung jawab
- nikah adalah ikatan agung nan suci, dari sanalah terbangun bahtera dakwah berpasangan, dan madrasah balatentara Allah selanjutnya
- karenanya, hal baik seperti nikah haruslah dimulai dengan yg baik, buruk awalnya biasanya buruk tengah dan akhirnya
- Islam menolak maksiat dalam interaksi lelaki-wanita semacam tunangan dan pacaran, Nabi tak mengenalnya sama sekali, bahkan melarangnya
- namun Islam tukarkan metode maksiat dengan metode taat sebelum menikah, khitbah dan ta'aruf yang halal agar nikah menjadi baik
- pada asasnya, khitbah-ta'aruf adalah proses yang dijalani oleh orang yang telah mantap hati dan siap nikah untuk pastikan diri dan calonnya
- jadi khitbah-ta'aruf bukanlah produk substitusi pacaran, dia bukanlah pembungkus maksiat pacaran atas nama yang lebih Islami
- jadi sebelum melakukan proses khitbah-ta'aruf, pastikan semua urusan telah diselesaikan, orangtua pahami niat dan restui niat itu
- sebelum melakukan proses khitbah-ta'aruf, rencana juga sudah dibuat, kapan ajuan waktu nikah, prosesi nikah, dan segala kaitannya
- nah, bila semua sudah usai dipastikan, maka saatnya memilih pasangan, memilahnya dari ribuan untuk satu kebahagiaan, ridha Allah
- “wanita dinikahi karena 4, harta, keturunan, kecantikan, dan agama, pilihlah yang beragama maka engkau bahagia” (HR Bukhari-Muslim)
- jelaslah usul Nabi, bagi yang tujuan pernikahannya adalah ridha Allah dan membangun keluarga sakinah, pilihan utama pada agamanya
- tak habis pikir, Muslim yang ada niatan menyunting istri dari non-Muslim, apa tujuannya? dakwah belum tentu sampai, mafsadat sudah jelas
- lebih tak habis pikir, wanita Muslim yg kagum atau melihat lelaki non-Muslim menarik? jelas yang jadi standarnya bukan ridha Allah
- maka saat persiapan pribadi jelas, pilahlah calon yang memenuhi standar agama kita, bila cantik, kaya dan bangsawan, itu bonus
- paling mudah jadi aktivis dakwah, akhlak-pikir calon terikat syariat, "sudah dibina tinggal dibini", tak perlu "dibini lalu dibina"
- bagi yang belum jadi aktivis dakwah, carilah pasangan yang "mau dibina", yang mau tunduk pada ayat Allah dan lisan Nabi, itu baik sekali
- perlu pula saya sampaikan, bila karena fisik wanita dipilih bersiaplah menyesal setelah menikah, sekali lagi, pilih agamanya
- saat pilihan sudah tetap, maka khitbah dilaksanakan, ia adalah pinta persetujuan kepada calon yg diinginkan, untuk menjadi pasangan hidupnya
- bila izin sang wanita telah terucap, khitbah belum selesai, ada ridha walinya yang tetap menjadi syarat bagi yang melamar wanita
- disini perlu interaksi pria untuk datangi wali perempuan, sampaikan maksud dan niatan, sampaikan perencanaan yang telah disiapkan
- tentu, perlu pula bagi wanita untuk yakinkan kedua orangtuanya sebelumnya, pastikan tidak ada masalah setelah ada pelamar bertamu
- bila niatan tak disambut walinya, berlega dirilah tak perlu datangi dukun atau melamun, naik pohon kelapa, liat, akhwat tak cuma satu
- segera tarik diri dan selesaikan urusan dengan akhwat yg tak disetujui walinya, bawa proposal pada akhwat yang siap, insyaAllah banyak
- maka perlu kiranya, sejak awal saat akhwat telah merasa siap nikah, orangtua dikondisikan, agar tak menyulitkan pelamar kelak
- bila niatan disambut baik wali akhwat, alhamdulillah, khitbah telah terlaksana, akad nikah terbuka depan mata, lanjutkan ke ta'aruf
- beda ta'aruf dengan pacaran adalah, bahwa ta'aruf memiliki batas waktu yg jelas dan tetap yaitu akad nikah, dan interaksi non-khalwat
- mengenai batas waktu ta'aruf, tidak ada ketentuan, bisa esok hari atau tahun depan, lebih cepat lebih baik, serius itu cepat
- perlu ditambahkan bagi ikhwan-akhwat, semakin panjang waktu ta'aruf, semakin besar potensi maksiat, selubungi pacaran atas nama ta'aruf
- interaksi saat ta'aruf jugu harus ditemani mahram, lelaki boleh menanyakan perkara yg menguatkannya untuk menikah, apapun itu
- perkara yang sensitif bisa diketahui dari orangtua, shahabatnya, saudaranya, atau musyrifahnya (ustadzahnya)
- Rasul juga membolehkan melihat wanita hingga memiliki kecenderungan padanya, melihat disini terbatas memandang fisik dirinya, tidak lebih
- memandang akhwat yang akan dinikahi juga tak perlu buka jilbab dan kerudung, perkara semisal itu bisa ditanyakan pada mahramnya
- bagaimana interaksi via phone dan sms? boleh selama ada keperluan "sudah makan belum", "sudah tahajud belum" bukan masuk keperluan
- hati-hati mengotori proses ta'aruf, karena khalwat bisa terjadi bahkan di telphon atau di sms, interaksi yang membuai dan sebagainya
- jadi interaksi via telphon dan sms, dilakukan dalam rangka siapkan pernikahan, bukan mengumbar rasa yang seharusnya setelah nikah
- ingat, ta'aruf itu tak hanya pada wanitanya, tapi juga keluarganya, boleh juga libatkan 2 keluarga silaukhuwah untuk rencana nikah
- selama ta'aruf pikirkan selalu, "apakah dia cocok menjadi ibu dari anak-anak kelak?" , "apakah ia bisa mengimami dan melindungi?"
- bagaimana setelah ta'aruf lantas tidak merasa ada kecocokan?, sampaikan saja, dan segerakan untuk selesaikan urusan, itu lumrah
- lelaki berhak memilih wanita, dan wanita berhak untuk menolak, jangan rasa segan, karena tak ada korban dalam urusan ini
- lalu bila telah pas di hati, lanjutkan ke jenjang pernikahan, setelah akad terucap, apapun halal bagimu dan baginya, segala urusan
- perlu saya ingatkan sekali lagi, bagi lelaki, lakukan khitbah-nikah saat sudah siap, bukan menyiapkan diri setelah khitbah ta'aruf
- bagi wanita, silahkan pantau yang melamar anda, bila kesiapan belum ada, lebih baik diminta bersiap daripada masalah penuh dibelakang
- apakah kesiapan berarti miliki kerja? "nafkah bukan syarat nikah, tapi kewajiban setelah nikah" namun, bagi calon mertua itu penting
- apakah wanita boleh inisiatif mulai proses khitbah-ta'aruf? "boleh, laksana Khadijah binti Khuwailid kepada Muhammad bin Abdullah"
- apakah khitbah perlu perantara ustadz/ustadzah? "tak harus, boleh sendiri bila mampu dan mau"
- apakah khitbah boleh lewat sms atau media lain? "boleh, selama yg dikhitbah bisa pastikan bahwa itu real, merpati pos pun jadi"
- akhir kalam, khitbah-ta'aruf-nikah bukan coba-coba, bukan pula permainan, niatan hanya Allah yg tahu, semoga dimudahkan menikah
NIKAH YES..!! PACARAN NO!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar