Bukan dari tulang ubun ia dicipta
Sebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja
Tak juga dari tulang kaki
Karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
Tetapi dari rusuk kiri
Dekat ke hati untuk dicintai
Dekat ke tangan untuk dilindungi
Sebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja
Tak juga dari tulang kaki
Karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
Tetapi dari rusuk kiri
Dekat ke hati untuk dicintai
Dekat ke tangan untuk dilindungi
Setidaknya, hakikat wanita digambarkan dalam syair di atas.
Kelahiran Kartini pada 21 April 1879, dianggap sebagai awal lahirnya sebuah emansipasi, emansipasi wanita. Saat itu, emansipasi dianggap sebagai bentuk usaha menghargai dan memberikan kebebasan kepada para wanita untuk melakukan apa pun yang menjadi haknya, termasuk mendapat pendidikan. Revolusi pun terjadi. Wanita-wanita mulai menunjukan eksistensinya sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan bukan sekadar “pelayan” yang mengurusi urusan rumah dan buta tanpa sentuhan pendidikan.
Kelahiran Kartini pada 21 April 1879, dianggap sebagai awal lahirnya sebuah emansipasi, emansipasi wanita. Saat itu, emansipasi dianggap sebagai bentuk usaha menghargai dan memberikan kebebasan kepada para wanita untuk melakukan apa pun yang menjadi haknya, termasuk mendapat pendidikan. Revolusi pun terjadi. Wanita-wanita mulai menunjukan eksistensinya sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan bukan sekadar “pelayan” yang mengurusi urusan rumah dan buta tanpa sentuhan pendidikan.
Seiring berjalannya waktu, persepsi bahwa emansipasi wanita adalah bentuk kebebasan yang beraturan (sesuai kodrat sebagai seorang wanita), perlahan berekspansi membentuk sebuah pengertian publik yang menganggap emansipasi adalah bentuk persamaan hak wanita yang sejajar dengan kaum pria. Pernyataan inilah yang kemudian menjadi dasar terbentuknya istilah “Persamaan Gender”.
Menurut Bemmelen (2002), ada beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh masyarakat pada pria dan wanita, yaitu wanita memiliki ciri-ciri lemah, halus atau lembut, emosional dan lain-lain. Sedangkan pria memiliki ciri-ciri kuat, kasar, rasional dan lain-lain. Dalam aplikasinya, peran seorang wanita sesuai gender salah satunya adalah ibu rumah tangga yang berfungsi sebagai tenaga kerja domestik yang mengurusi urusan rumah tangga. Pria secara otomatis akan berperan sebagai kepala rumah tangga yang menjadi tenaga kerja publik sebagai pencari nafkah.
Persamaan gender sebagai kesetaran hak yang dianggap solusi untuk sebuah emansipasi jelas salah karena sejatinya wanita dan pria memiliki posisi dan perannya masing-masing. Makna emansipasi wanita sebenarnya bukanlah persamaan hak dengan kaum pria melainkan perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih, mendapatkan keadilan, dan menentukan nasib sendiri.
Satu hal yang harus direnungkan lagi adalah bahwa segala sesuatu yang diciptakan di bumi ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pun halnya seorang wanita. Emansipasi adalah perjuangan memperoleh keadilan bukan penuntutan persamaan gender. Karena sampai kapan pun, kodrat wanita tidak akan bisa jadi pria. Wanita tercipta dari tulang rusuk kiri yang dekat ke hati untuk dicintai, dekat ke tangan untuk dilindungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar