Kisah Sebuah Kendi

Suatu malam yang sunyi sepi, di kala masyarakat sedang terlelap tidur, seorang pencuri telah menerobos masuk ke dalam pondok Rabi'atul Adawiyah.Namun setelah menyatroni sekeliling berkali-kali, dia tidak menemui sebarang benda berharga apapun kecuali sebuah kendi untuk berwudlu. Itupun telah buruk. Lantas si pencuri tergesa-gesa untuk keluar dari pondok tersebut.Tiba-tiba Rabi’atul Adawiyah menegur si pencuri tersebut, "Hei, jangan keluar sebelum kamu mengambil sesuatu dari rumahku ini."

Si pencuri tersebut terperanjat, kerana dia menyangka tiada penghuni di pondok tersebut. Dia juga berasa heran karena baru kini dia menemui tuan rumah yang begitu baik hati seperti Rabi'atul Adawiyah. Kebiasaannya tuan rumah pasti akan menjerit meminta tolong apabila ada pencuri memasuki rumahnya, namun lain pula yang berlaku."Silakan ambil sesuatu." kata Rabi’atul Adawiyah lagi kepada pencuri tersebut."Tiada apa-apa yang dapat aku ambil dari rumahmu ini." kata si pencuri berterus-terang."Ambillah itu!" kata Rabi'atul Adawiyah sambil menunjuk pada kendi yang buruk tadi."Ini hanyalah sebuah kendi buruk yang tidak berharga." Jawab si pencuri."Ambil kendi itu dan bawa ke bilik air. Kemudian kamu ambil wudhu' menggunakan kendi itu. Selepas itu sholatlah 2 rakaat. Dengan demikian, engkau telah mengambil sesuatu yang sangat berharga dari pondok burukku ini." Balas Rabi’atul Adawiyah.Mendengar kata-kata itu, si pencuri tadi berasa gementar. Hatinya yang selama ini keras, menjadi lembut seperti terpukau dengan kata-kata Rabi'atul Adawiyah itu. Lantas si pencuri menggamat kendi buruk itu dan dibawa ke bilik air, lalu berwudhu' menggunakannya. Kemudian dia menunaikan sholat 2 rakaat. Ternyata dia merasakan suatu kemanisan dan kelazatan dalam jiwanya yang tak pernah dirasa sebelum ini.Rabi'atul Adawiyah lantas berdoa, "Ya Allah, pencuri ini telah ‘sembrono’ masuk ke dalam rumahku. Akan tetapi dia tidak menemui sebarang benda berharga untuk dicuri. Yang ada hanya sebuah kendi. Dengan kendi itu kupinta dia ambil air wudhu. Kemudian aku suruh dia berdiri dihadapan-Mu. Oleh karena itu janganlah Engkau halangi dia untuk memperoleh nikmat dan rahmat serta hidayah-Mu."


Sebuah cerita yang manis. Sarat kawruh yang menjadi kaca benggala kita. Semua rindu pribadi-pribadi yang tekun dan tanpa pamrih. Meninggalkan harta dan mereguk manisnya keimanan. Di saat yang lain, Ali bin Abi Thalib memberikan wejangan yang ciamik, ketika ditanya tentang keutamaan ilmu dibandingkan dengan harta. Beliau menerangkan bahwa ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah engkau yang harus menjaganya. Di kali lain dia menambahkan bahwa ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan akibat harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba karena ilmunya.

Di sinilah tampak jelas bedanya, pilihan mana yang mau kita rengkuh? Yang membuat kita semakin terlena, tatkala kita lupa terjaga di waktu malam? Atau yang siap menbangunkan kita di waktu malam?

Mari simak kembali firman Allah: “Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS AS Sajdah : 15 – 16)

Dan Sabda Nabi; “Wahai manusia sebarkanlah salam, berikanlah makanan, dan sambunglah famili dan sholatlah malam ketika manusia tertidur, maka akan masuk kalian ke surga dengan selamat.”

Mari hidupkan kendi kita !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar