Sholat (melek apa merem)

Beberapa waktu yang lalu, teman kantor saya bertanya 3 hal, salah satunya ini.

”Sebenarnya dalam posisi sholat mata itu melek (terbelalak/terbuka) apa merem (terpejam)?”

”Memangnya kenapa? Nggak khusyu’ ya?” saya balik bertanya.

”Ya,” jawabnya, ”Susah khusyu’nya kalau mata ini melek.”

”Itu hanya kebiasaan saja. Kalau selanjutnya dibiasakan melek, insya Allah bisa khusyu’ kok. Percaya deh...!”

”Kok yakin banget sih?”

”Lho iya, sebab dalil-dalilnya memang begitu. Nabi SAW mencontohkan kalau sholat itu ya melek, nggak boleh merem, atau setengah merem alias riyip-riyip sekalipun. Jadi harus melek dan melihat ke bumi, ke tempat sujud.”

”Ooo,... begitu, jadi harus melek ya. Wah,... susah juga nih,” gumam teman saya sambil berlalu.


Pertanyaan kawan tadi mengingatkan saya pada Kang Romdhoni, ustadz nun jauh di kampung saya sana. Dulu, dia memberikan fatwa agar sholat khusyu hendaknya memejamkan mata atau setengah merem. Melek tapi nggak lebar, merem tapi bisa mengintip. Bahasa kampung saya yang seperti itu disebut riyip-riyip. Maksudnya tak lain agar terhindar dari godaan yang sumliwer ketika kita membuka mata lebar-lebar ketika sholat. Dan tercapailah kekusyu’an yang dicari. Namun, ternyata atsar-atsar dan nas-nas menunjukkan hal yang berbeda. Dengan tegas mensyaratkan, kalau sholat itu posisi mata terbuka.

Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasululloh SAW ketika sedang sholat mengangkat pandangannya ke arah langit, maka turunlah ayat; ”(yaitu) orang-orang yang khusyu dalam sholatnya,” maka beliau kemudian menundukkan kepalanya. (Rowahu al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Hazimi dalam al-I’tibar)

Selanjutnya dalam riwayat lain, dari Muhammad ibnu Sirrin, dia berkata; ” Dan ada Rasulullah SAW ketika sholat maka beliau menundukkan kepalanya dan melempar pandangannya ke arah bumi/tanah.” (Rowahu al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Hazimi dalam al-I’tibar).

Dari jalur periwayatan yang lain seperti dari riwayat Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah diterangkan sebagai berikut.

Rasulullah SAW melarang orang yang sedang sholat mengangkat pandangannya ke arah langit. Larangan tersebut mendapat penguatan, sampai beliau berkata, ”Hendaklah orang-orang menghentikan pandangannya ke langit ketika sholat atau pandangan mata mereka tidak akan kembali lagi.” (Dan di dalam riwayat lain berbunyi: pasti merenggut pandangan mereka).

Kemudian dari Aisyah ra, dia berkata, ”Ketika Rasulullah SAW masuk Ka’bah, beliau (sholat) tidak memalingkan pandangannya dari tempat sujudnya, hingga beliau keluar dari Ka’bah.” (Rowahu al-Baihaqi dan al-Hakim)

Di dikeluarkan (ditakhrij) dari shohih Bukhori dan Muslim hadist berikut; ”Dan sungguh Rasulullah SAW melaksanakan sholat, sedangkan pada baju/gamisnya terdapat gambar, beliau malihat gambar itu sepintas, kemudian setelah selesai sholat beliau berkata; ”Bawalah gamisku ini ke Abu Jahm (toke baju) dan berikan aku baju anbijaniyah (baju tebal)nya Abu Jahm, karena itu telah menggangguku dari sholatku barusan.” (Dalam riwayat lain; ’Aku melihat gambarnya ketika aku sholat, maka hampir-hampir hal itu menggangguku.”) 

Nah, rangkaian atsar-atsar dalil di atas menunjukkan membuka mata ketika sholat dan mengarahkan pandangan ke tempat sujud untuk mencapai kekhusyu’an. Begitulah cara sholat Nabi SAW.

Jadi jangan salahkan dalilnya kalau kita sholat dengan membuka mata tidak bisa khusyu’. Tapi teliti kembali sikap dan persiapan ketika kita mau sholat. Nabi tidak pernah memberikan contoh yang salah, hanya kita saja yang mungkin belum bisa mengikutinya secara sempurna. Sebab Allah sudah menyatakan: Laqod kaana lakum fii rasulillaahi uswatun hasanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar