Islam dan Negara Islam

Negara Islam adalah negara yang menjadikan syariat Islam atau AL Quran sebagai dasar negara, konstitusi dan segala perundang-undangannya. Beberapa penerapan konstitusi Islam antara lain;
  • hukum ranjam atau cambuk bagi para pezina dan pemerkosa,
  • hukuman potong tangan bagi para pencuri dan koruptor,
  • hukum khisos, hukuman mati bagi para pembunuh (nyawa dibayar dengan nyawa).
Konsekuensi lain dari negara Islam adalah dihapusnya hiburan atau kehidupan malam, pub/bar/nightclub/diskotik, beserta ekses-ekses haram-nya seperti; miras, narkoba, judi, pelacuran dan lain sebagainya. Contoh negara Islam adalah Arab Saudi, Iran, Afganistan, Pakistan, Somalia, dan Yaman.


Pakistan tidak diragukan lagi kesetiaannya terhadap dunia Islam dan saudara Islam. Perannya dalam membantu perjuangan pembebasan Kashmir dan pengiriman mujahidin beserta amunisi ke Afghanistan bukti nyata Pakistan sebagai kekuatan Islam di Asia Selatan yang patut diperhitungkan. Namun di dalam negeri, negara Islam yang pertama kali menguasai teknologi senjata nuklir ini, masih dipertanyakan keislamannya, sebab berbagai gaya hidup liberal ala Barat seperti; hura-hura, dansa-dansa dan mengkonsumsi minuman beralkohol masih mudah dijumpai di sana. Selain bahwa pemimpin negara harus orang Islam, hukum Islam tidak sepenuhnya diterapkan dalam negara yang bernama resmi Republik Islam Pakistan ini.

Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia adalah negara yang paling menonjol langgam Islamnya. Malaysia bukan negara Islam namun menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama resmi negara. Apabila ditakar dengan syariat Islam yang sesungguhnya ternyata penerapan hukum Islam di negeri jiran ini juga terlihat setengah-setengah atau tidak konsisten. Malaysia menerapkan sistem hukum ganda dengan memisah antara hukum sekuler dengan hukum sharia. Hukum shariapun hanya terbatas pada perkara nikah/cerai, waris dan pelanggaran agama yang diberlakukan khusus bagi warganegara pemeluk agama Islam. Sedang pelanggaran yang sama, minum alkohol misalnya, tidak dikenakan sangsi pada warga non-Muslim. Sistem ini sebenarnya tidak beda jauh dengan Indonesia yang memisahkan antara pengadilan umum dengan pengadilan Agama. Alhasil, Arab Saudi-lah satu-satunya negara Islam di dunia yang benar-benar berasaskan Al-Quran dan menerapkan syariat Islam dalam hukum tata negaranya.

Indonesia adalah b-u-k-a-n negara Islam namun juga tidak mau disebut sebagai negara sekuler. Negara hanya memfasilitasi umat beragama namun tidak turut campur dalam kehidupan beragama masyarakat. Dalam ketatanegaraan Indonesia masalah agama dan ibadah hanya tercantum dalam sila ke-1 Pancasila dan pasal 29 UUD 1945. Usaha memasukkan nilai-nilai Islam dalam dasar negara dan konstitusi sebenarnya telah dicoba dan diperdebatkan oleh para "founding father". Semula, rancangan awal pasal 29 dalam UUD 1945 BPUPKI berbunyi: “Negara berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Lantas diubah lewat keputusan rapat PPKI, 18 Agustus 1945 menjadi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan ini menghilangkan tujuh kata (dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya), yang dipandang prinsipil bagi kalangan nasionalis-Islam. Rumusan inilah yang dipakai dalam konstitusi Indonesia hingga sekarang dan tidak berubah meski telah empat kali mengalami amandemen: 1999, 2000, 2001, dan 2002. Ini menunjukkan betapa lemahnya daya tawar umat Islam / negarawan Islam dalam kancah perpolitikan nasional. Atau juga bisa diartikan betapa Muslim pendiri dan pengelola negara ini begitu toleran dan menghargai terhadap keberagaman masyarakat negeri ini.

Faham negara Islam yang mengemuka belakangan ini sebenarnya adalah tuntutan logis akibat semakin merajalelanya kerusakan moral dan berbagai ketidakadilan serta ketimpangan sosial yang terjadi di negeri ini. Fakta membuktikan bahwa hanya umat Islam yang beriman, yang peduli terhadap lingkungan bersih dari berbagai kemaksiatan seperti; perjudian, minuman keras, prostitusi/perzinaan, narkoba dan berbagai ke-haram-an lainnya. Umat Islam tidak bisa mengandalkan penegakan moral pada aparat atau pejabat yang bodoh / jahiliyah, tidak faham ilmu agama, serta tidak beriman pada Allah dan hari pembalasan.

Belajar dari berbagai negara Islam yang ada di dunia, tanpa didukung infrastruktur masyarakat yang Islami, cita-cita negara Islam hanya menjadi mimpi indah yang berbuah konflik mengerikan tanpa kesudahan. Atau dengan kata lain tanpa dilandasi masyarakat yang faham ilmu agama dan fakih beribadah, Negara Islam hanya akan tinggal nama, bendera dan simbol saja. Sehingga, perjuangan dakwah, shiar Islam, amar ma’ruf nahi munkar melalui penyebaran ilmu Quran dan Hadist sebagai pedoman utama Umat Islam, jauh lebih berarti, lebih mudah dan lebih efektif dalam membangun masyarakat religius, Islami dan beriman, insyaAllah.

Perjuangan politik membentuk negara Islam merupakan usaha sia-sia yang hanya akan membuang waktu dan energi umat Islam karena harus berbenturan dengan aparat dan perundang-undangan yang telah disepakati segenap komponen bangsa. Dengan demikian akan mudah dijawab, manakah yang lebih utama: memperjuangkan pembentukan negara Islam atau berdakwah menanamkan sharia Islam dalam kehidupan masyarakat?
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104)
“Dan jadilah di antara kamu sekalian umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. [Surat Ali Imron 104]

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ... العية
“Bukanlah اhakmu memberi petunjuk pada mereka, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya...” [Surat al-Bakarah ayat 272]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar