“ WA INNAKA LA ‘ALAA KHULUQIN ‘ADZIIM
- Dan sesungguhnya engkau Muhammad niscaya memiliki akhlaq yang agung.”
Demikian firman Allah SWT didalam Al-Quran Surat Al-Qolam (58:4).
Sebelum
diangkat menjadi Rasul, Muhammad adalah manusia yang jujur dan tidak
memiliki cela, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dapat
dipercaya.
Demikian dihormatinya Muhammad, sehingga 5 tahun sebelum
kenabian ketika terjadi banjir besar di Makkah dan batu Hajar Aswad
hanyut dan diperbaiki, para tetua 4 suku di Makkah bertengkar tentang
siapa yang berhak untuk mengembalikan batu hitam dari sorga itu ke
tempatnya. Karena deadlock – buntu, maka para sesepuh itu akhirnya
sepakat menyerahkan pengembalian batu itu ke Muhammad Al-Amin. Padahal
ketika itu Muhammad baru berumur 35 tahun.
Sekiranya orang biasa
diserahi kehormatan demikian, barangkali dengan rasa pongah dan
membusungkan dada dikembalikannya batu itu sendirian. Tetapi tidak
demikian dengan Muhammad. Dilepasnya sorbannya, dibentangkannya,
diletakkannya Hajar Aswad itu diatas sorbannya, lalu dipersilahkannya
para boss suku-suku itu menggotongnya rame-rame ke tempat asalnya di
sudut Kabah, sampai akhirnya Muhammad meletakkannya di tempatnya.
Demikianlah contoh betapa mulianya akhlaq Muhammad di mata masyarakat, padahal saat itu beliau belum diangkat menjadi Nabi.
Pasca Kenabian.
Alangkah
mulianya ahlak Rosulullah dapat dilihat dari hadits tentang sohabat
Anas yang selama menjadi khodam – pelayan Rosululloh tidak pernah
sekalipun ditegur Nabi dengan ucapan ‘uffin’ – “Ah!”.
Ketika Anas
berbuat sesuatu yang Nabi sebetulnya tidak menghendakinya, tidak pernah
sekalipun Nabi menegor “lima shona’tahu?” – mengapa engkau mengerjakan
itu?
Ketika Anas tidak berbuat sesuatu padahal Nabi sebetulnya
menghendakinya, tidak pernah sekalipun Nabi mengatakan “lima
taroktahu?” – mengapa engkau tidak mengerjakan itu?
Boleh jadi
ada orang berargumen, ah, itu kan karena Anas memang sohabat yang
perfeksionis, orang yang serba sempurna, sehingga selama menjadi khodam
tidak pernah berbuat kesalahan.
Sohabat Anas
adalah manusia biasa. Siapakah manusia biasa yang bisa melayani tanpa
salah, atau bisa dengan tepat menebak keinginan yang dilayaninya selama
10 tahun? Ya, menurut hadits itu, Anas menjadi khodam Nabi selama 10
tahun.
Bagaimana sesama anak Adam memperlakukan sesamanya, Nabi
berwasiat kepada para khalifah supaya yu’addzim kabiiirohum– memuliakan
orang tua, wa yarhama shoghiirohum dan menyayangi anak kecil. Nah,
kalau kepada yang tua dan yang muda saja harus demikian, bagaimana
kepada para peers alias yang sebaya?
Al ‘Ulya - As Sufla
Hubungan sesama manusia tidak mungkin terlepas dari al-‘ulya alias
‘yang di atas’ dan as-sufla alias ‘yang di bawah’. Contohnya
pemimpin-bawahan, suami-isteri, ortu-anak, kakak-adik, dst.
Bagaimana Islam mengajarkan al-‘ulya harus bersikap kepada as-sufla?
Wahfidz janaahaka limanittaba’aka minal muminiina – Rendahkan sayapmu
kepada orang iman yang mengikutimu. Fabimaa rohmatin minalloohi linta
lahum – maka dengan rahmat dari Allah lemah lembut engkau Muhammad
kepada mereka. Walau kunta faddhon gholiidhol qolbi lanfaddhuu min haulika – jika engkau keras dan kasar hati niscaya bubar mereka darimu
Muhammad. Demikianlah beberapa dari perintah Allah yang ada didalam
Al-Quran.
Hadits dari Anas diatas sudah lebih dari cukup untuk
menunjukkan bagaimana luhurnya ahlak Muhammad sebagai al ‘ulya kepada
seorang Anas sebagai as-sufla.
Umar bin Khottob terkenal galak
diluar rumah, tetapi lemah lembut kepada isterinya. Ketika ditanya
mengapa demikian, dijawabnya karena isterinya itulah yang melahirkan
dan membersarkan anak-anaknya.
Ada lelaki sekarang yang nampak
gentleman di luar, tetapi justru galak didalam rumah. Keras kepada
isterinya, dan streng kepada anak-anaknya. Mereka stress manakala
berjumpa dengan bapak biologisnya sendiri. Ini bukan rekaan. Buktinya
ada UU KDRT - Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tempelengan, bahkan lebih
dari itu di kalangan keluarga, masih terjadi. Na’uudzu billaahi min
dzaalika.
Sabda Nabi di sebuah hadits: “Alangkah hinanya seorang
laki-laki yang berbuat kasar kepada isterinya, siang dipukuli, malam
dikumpuli”. Kalau dalam istilah Kang Kabayan: ’beurang digebugan,
peuting ditumpakan’.
Waspada Mulut
Nabi
ditanya ‘an aktsari maa yudkhilun naasal jannata – tentang apa yang
paling banyak menyebabkan orang masuk sorga. Apakah karena jagoan yang
siap maju ke medan perang? Apakah karena banyak ilmu yang siap untuk
diajarkan? Karena banyaknya harta yang siap untuk disedekahkan?
Ternyata jawab Nabi adalah: ’taqwalloohi wa husnul khuluqi’ – taqwa kepada Allah dan ahlak yang baik.
Lalu Nabi ditanya ‘an aktsari maa yudkhilun naasan naaro – tentang apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk neraka?
Ternyata jawab Nabi mengejutkan: ’al famu wal farju’ - mulut dan farji.
Shodaqo Rosululloh, sungguh benar Nabi. Dengan mulut bisa bertengkar,
berdebat, berbohong, naminah (adu-domba), ghibah (ngerasani, ngupat,
menjelek-jelekkan) dan fitnah, serta memuji orang. Didalam Islam,
memuji orang didepannya adalah larangan, karena bisa membunuh niat
Karena Allah orang yang dipuji. Menimbulkan rasa riya. Qod qoto’ta
‘unuqo shoohibika – sungguh engkau telah memenggal leher saudaramu,
demikian sabda Nabi kepada orang yang memuji orang lain didepannya.
Melaksanakan
akhlaqul karimah itu ibarat meniti tangga. Yang menjunjung tinggi
akhlaqul karimah ibaratnya menaiki tangga, semakin lama semakin tinggi,
sampai ke summit atau puncak pencakar langit. Sebaliknya mereka yang
mengabaikan akhlaqul karimah, ibaratnya menuruni tangga, semakin lama
semakin rendah. Sampai ke basement.
Sangat banyak
aspek tentang akhlaqul karimah. Oleh karena itu mengkhatamkan hadits
Kitabul Adab atau ‘Buku tentang Tingkah-Laku’ baik di himpunan maupun
di kitab hadits besar, seharusnya menjadi prioritas utama.
Alhamdulillah, ternyata ucapan dan tingkah-laku dari mulai bangun tidur
sampai tidur lagi, ada adabnya.
Maka alangkah meruginya setelah
jungkir balik siang-malam fastabiqul khoirot amal solih di segala
bidang kegiatan agama termasuk organisasi, semua menjadi
kontra-produktif mubadzir gara-gara mengabaikan akhlaqul karimah. Bil
khusus sesuai hadits diatas gara-gara mengabaikan untuk menjaga bagian
yang paling banyak membawa manusia ke neraka: mulut.
Semua
sudah pada tahu dalil fal yaqul khoiron au liyasmuth – lebih baik diam
daripada mengumbar bicara. Jadi daripada tidak tahan untuk tidak
berbicara tidak baik, atau tidak mampu “ nasehat pait-madu”, demi
mewujudkan akhlaqul karimah, mengapa tidak mencontoh sikap Nabi kepada
Anas? Fa aina tadzhabuun?
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar