Mengapa Warga LDII Dalam Menghadapi Kritikan Pedas dan Celaan,Tuduhan dan fitnahan Terkesan Menikmati?

Karena kejernihan dan kekotoran hati seseorang akan tampak jelas ketika dirinya sedang diterpa kritikan pedas, tuduhan, fitnahan, celaan atau penghinaan orang lain. Anggaplah semua itu cobaan. Bagi orang yang lemah akal dan imannya, tentulah akan mudah merasa resah, gelisah, goyah. Dia akan sibuk menganiaya dirinya sendiri dengan memubadzirkan, memboroskan waktu untuk memikirkan kemungkinan melakukan pembalasan.
Kalau-lah boleh kita buatkan gambaran. Mereka yang mengaku dirinya sebagai muslim, tetapi bencinya setengah mati dengan keagamaan di LDII, ibarat seekor kera, ia tahu kalau kelapa itu di dalamnya ada sesuatu yang enak dimakan dan diminum, akan tetapi ia tidak tahu bagaimana cara untuk membukanya.
Wal hasil, kelapa tersebut hanya ia dekap dan ia perhatikan saja atau untuk bahan permainan saja. Mengapa kita katakan demikian, karena sebenarnya mereka itu tahu bahwa yang dipelajari oleh warga LDII itu adalah pedoman aslinya ummat Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi. Apalagi bagi mereka yang pernah belajar bersama warga LDII, wabil khusus bagi seorang Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin, yang konon katanya, beliau itu sudah 23 tahun lamanya di LDII, bahkan mengaku sebagai konseptornya. Sebenarnya kita semua tanpa sadar telah dibohongi oleh beliau, betapa tidak, bahwa beliau mengaku sendiri “sebagai gembong dan dedengkot dari super starnya GPK (baca: Gerakan Pengacau Keagamaan) Islam Jama’ah yang dengan spektakuler, kolosal, go public, go internasional sejak beliau berusia 20 tahun sampai dengan usia beliau 43 tahun, yaitu sejak tahun 1960-1983, beliau katakan bahwa ini tidak salah ingat dan tidak salah hitung”.
Baik kita cek, asal kita tahu saja, bahwa beliau sejak tahun 1978, sudah terpengaruh dengan yang namanya ‘Jama’ah Tablegh’ dari Pakistan, dan pada tahun 1979, beliau mengadakan resolusi dan menjelek-jelekkan KH. Nurhasan Al-Ubaidah dengan memberikan stigma negatif kepada masyarakat luas dengan mengatakan LEMKARI, LDII adalah lanjutan Islam Jama’ah aliran sesat. Sehingga pada tahun 1979, karena fitnahnya, maka KH. Nurhasan Al-Ubaidah digegeri secara besar-besaran. Sejak itu beliau sudah tidak lagi menjadi murid KH. Nurhasan Al-Ubaidah. Jadi kalau beliau mengaku bahwa beliau adalah merupakan murid kesayangan, bahkan mengaku konseptor LDII, itu berarti kita semua telah dibohonginya.
LDII pertama kali berdiri pada tahun 1972 dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam. Pada Musyawaroh Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990 sesuai arahan Jenderal Rudini sebagai Mendagri waktu itu, nama LEMKARI yang sama dengan akronim LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia), diubah menjadi LDII. Sedangkan pada tahun 1979, Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin sudah bukan lagi warga LEMKARI, dan atau LDII, tetapi dia adalah seorang yang meresolusi dan menjelek-jelekkan LEMKARI, LDII sebagai Islam Jama’ah aliran sesat. Sebenarnya beliau-lah penggerak utama Islam Jama’ah itu. Namun dia lari dari situ dan tidak bertanggung-jawab. Yang buruknya adalah menuduhkan keburukan itu kepada orang lain, yaitu kepada LDII. Sungguh terlalu! Perhatikan baik-baik firman Alloh yang tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 112, berikut ini:
Yang artinya: “Dan Barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata”.

Adapun teman-temannya semasa di Islam Jama’ah yang tahu dan paham betul akan kebenaran ajaran KH. Nurhasan Al-Ubaidah berdasarkan Al-Qur’an dan hadits Nabi, dan tidak ingin mencari pangkat dan kedudukan di LDII, hingga kini mereka masih tetap menjadi warga LDII yang setia. Dan bila mereka (eks Islam Jama’ah) ini sudah tutup usia, maka LDII benar-benar bersih dari Islam Jama’ah.
Al-hamdulillah berkat idzin Alloh, Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin keluar dari LEMKARI, dengan demikian LDII terbersihkan dari karat-karatnya. Karatnya adalah sifat Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin yang berambisi ingin menggantikan posisi KH. Nurhasan Al-Ubaidah di LEMKARI, tapi gagal karena warga LDII tahu bahwa Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin adalah seorang Ustadz yang banyak lupa dan pembohong, tidak sesuai dengan ajaran Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, sebagaimana berikut:
1). Ust. R. Bambang Irawan Hafiluddin tidak cocok dengan ungkapan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang tercantum dalam Hadits Abu Daud, berikut ini:
Yang artinya: “Orang iman yang paling sempurna iman-nya adalah mereka yang paling bagus akhlaqnya”.
2). Ust. R. Bambang Irawan Hafiluddin juga tidak cocok dengan sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang tercantum di dalam Hadits Ibnu Majah, yang berbunyi:
Yang artinya: “Siapakah manusia yang paling utama? (yaitu) setiap orang yang hatinya bersih, perkataannya jujur”.
3). Ust. R. Bambang Irawan Hafiluddin pun tidak sejalan dengan apa yang Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam harapkan dalam riwayat Al-Qudho’i, yang berbunyi:
Yang artinya: “Manusia yang paling baik adalah mereka yang paling banyak memberi manfa’at (kontribusi) bagi manusia/masyarakat”.
Apa jadinya warga LDII yang baik-baik dan sudah berakhlaq mulia bila dipimpin oleh seorang Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin yang pelupa dan pembohong itu? Lantas warga LDII mau dibawa kemana? Karena suka berbohong serta doktrin dan konsep-konsepnya yang begitu banyak menyimpang dari haluan Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi dan banyak menimbulkan keresahan di masyarakat itulah, beliau tidak diterima di LEMKARI hingga kini di LDII. Yang akhirnya beliau merasa sakit hati dan keluar dari LEMKARI.
Cerita seorang klien Wisma “SALSABILAA”:
Anggaplah namanya Rofiqo Arista Wicaksono, seorang bapak yang bekerja di sebuah perusahaan milik pemerintah sejak tahun 1990, sudah terpikir untuk mengungkapkan uneg-uneg hatinya tentang pengalamannya ketika sering mendengarkan ceramah Ust H. R. Bambang Irawan Hafiluddin, karena semua kakak dan saudara-saudaranya yang lain sudah mengikuti keagaamaan di LDII di usia dua puluhan ternyata mereka awet-awet saja dan tidak pernah menunjukkan adanya stigma negatif. Orangtua dari Bpk Aris ini pun telah memberi idzin jika Pak Aris ingin mengikuti jejak kakak-kakak dan saudara-saudaranya. Makanya, begitu memasuki tahun 2000, Pak Aris semakin mantap untuk mempersiapkan diri masuk ke LDII tepatnya ketika jabatan beliau naik sebagai Direktur di perusahaan tersebut.
Pada satu kesempatan, Pak Aris mengajak diskusi seorang Ust. yang sering memberikan Taushiyah di kantornya yang amat disegani. Saat itu ia mengutarakan pandangan dan niatnya untuk mengikuti kegiatan keagamaan di LDII, dengan maksud meminta saran dan wejangan.
Tanpa disangka, ternyata pandangan sang Ust. tentang LDII jauh berbeda dengan dugaannya.
“Bagi saya…”, sang Ust. berkata dengan tegas. “Di masa-masa seperti ini adalah sangat picik memikirkan masuk LDII. Tahu nggak kamu, Negara ini membutuhkan banyak orang yang jujur, baik. Setelah masuk LDII, jangankan memikirkan Negara untuk kemakmuran rakyatnya, banyak kaum muslimin yang mengeluhkan begitu anaknya masuk LDII bahkan bershodaqoh kepada keluarganya yang bukan LDII pun nggak pernah lagi. Apalagi mau mengikuti kegiatan pengajian di majlis ta’lim kita, nggak deh!”.
Kamu ingin tahu bagaimana perasaan Pak Aris setelah diskusi itu? Tahu nggak, Ia jadi down dan memandang rendah dirinya sendiri.
“Masya Alloh, ternyata aku orang yang picik. Padahal niatku hanya ingin lebih menentramkan hati. Aku nggak nyangka kalau yang selama ini aku pendam dalam hati adalah hal yang picik…”
Ternyata pandangan Pak Aris tentang keinginannya mengikuti kegiatan keagamaan di LDII nggak serta merta berubah hanya melalui satu kali diskusi dengan hanya satu orang Ustadz, yang membuatnya shock mengetahui paradigma lain tentang LDII itu.
Pada akhirnya, Pak Aris mendapatkan tempat curhat yang sangat tepat dari salah seorang rekan sekantornya, yaitu di Wisma “SALSABILAA” yang diasuh oleh Ust. H. Fu’ad Hasan alias Mas Bandi. Setelah Pak Aris mendapat banyak informasi tentang kegiatan keagamaan di LDII dari tempat curhatnya, akhirnya ia memutuskan masuk LDII di akhir tahun 2002. Namun, yang membuat Pak Aris nggak habis pikir, setelah masuk LDII jabatannya di perusahaannya digantikan oleh orang lain, dengan alasan karena Pak Aris sudah masuk LDII.. Padahal bagi Pak Aris jabatan di kantornya adalah sebagai sarana yang berpeluang bagus untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang ‘Alim, berbudi luhur, dan mandiri. Pak Aris jadi berpikir ulang, siapa sih yang sebenarnya picik?
Diantara yang pernah ditanyakan Pak Aris kepada Wisma “SALSABILAA”, yang ia dapatkan dari Ust di kantornya adalah kata Ust. H. Bamabang R. Hafiluddin, orang LDII itu suka menkafir-kafirkan golongan lain yang tidak sepaham dengannya. Bahkan, Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin mengatakan, bahwa sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, yang berbunyi:
Yang artinya: “Orang iman itu sebagaimana unta yang dikeluh, dimana ia ditarik maka ia mengikuti”. Itu tidak ada di dalam hadits manapun. Itu hanyalah buat-buatan dustanya KH. Nurhasan Al-Ubaidah, trik yang halus untuk merampas harta jama’ahnya. Dan Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin mengatakan, bahwa KH. Nurhasan Al-Ubaidah itu Dajjal Al-Kadz-dzab. Apakah semua stigma negatif ini benar?
Jawaban:
Dalil itu adalah benar sabda Nabi yang tercantum di dalam Hadits Ibnu Majah, Ahmad, dan Hakim; Rosulalloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian di atas putih (terang-benderang), malamnya seperti siangnya (segala sesuatunya sudah jelas) tidak menyimpang daripadanya sesudah (wafatku) kecuali orang yang rusak (maksudnya: agama sudah jelas masih saja menyimpang pasti dia rusak) dan barang siapa yang hidup dari antara kalian maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak sekali. Maka tetapilah/jalankanlah apa yang sudah kalian ketahui dari sunnahku dan sunnahnya para khulafaurrosyidin (kholifah-kholifah yang benar) yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan wajib atas kalian ta’at walaupun kepada hamba Habasyi (yang menjadi Imam kalian). Maka sesungguhnya orang iman itu sebagaimana unta yang dikeluh di mana ia ditarik maka ia akan ikut”.

Setelah sama-sama kita uji perkataan Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin itu, ternyata tidak lebih menunjukkan bahwa dirinya-lah sesungguhnya orang yang telah berdusta kepada Nabi. Oleh karena itu Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda di dalam Hadits Tirmidzi, No. Hadits: 2183 dengan kwalitas Hadits Hasan Shohih, yang berbunyi:
Yang artinya: “Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah ia duduk di tempat duduknya di neraka!”.
Kalau kita hendak menayakan sesuatu tentang agama kepada Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin, maka itu sama saja kita bertanya bagaimana sholat yang benar kepada pedagang yang tidak paham sholat. Maka jawaban yang akan diberikan oleh pedagang itu adalah kebalikanya. Mestinya sholat itu nomor satu, tapi jawaban dari pedagang itu sholat adalah nomor dua. Karena, Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin itu bukanlah seorang pakar Al-qur’an dan Al-Hadits Nabi atau ahlus sunnah. Lihat-lah, pengetahuan As-sunnahnya saja tidak banyak!. Dia hanyalah seorang tokoh utama GPK (Gerakan Pengacau Keagamaan) di Islam Jama’ah. Dari dulu hingga kini LDII sulit diterima oleh masyarakat karena ulah beliau. Dia-lah gembong pengacau-nya. Baik ketika beliau masih bergabung dengan KH. Nurhasan Al-Ubaidah maupun setelah beliau keluar, kelakuannya sama saja, dari dulu hingga kini tidak berubah, pancet seperti itu.
Buktinya, adalah setiap masjid yang dia datangi, tujuannya bukan mencari atau mengajarkan kebaikan, seperti membenahi sholat, bacaan Al-Qur’an dsb, yang masih tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, akan tetapi malah nambah-nambahi dosanya ummat Islam dengan menghasut dan mengadu domba sesama ummat Islam dan meneliti-neliti keburukan golongan lain. Sebelumnya kedatangan beliau, ummat asalnya rukun menjadi tidak rukun, yang tadinya hatinya bersih kian menjadi tertanam kebencian, kedengkian. Beliau selalu berusaha mengajak ummat Islam bagaimana caranya untuk memadamkan keagamaan di LDII. Padahal Rosululloh menghendaki setiap orang yang datang ke masjid itu untuk kebaikan atau mengajarkan kebaikan. Sebagaimana sabdanya di dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, berikut ini:
Yang artinya: “Barangsiapa yang pada pagi hari ke masjid untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang umroh sempurna. Barangsiapa yang ke masjid sore hari menghendaki kebaikan atau mengajarkan kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang haji sempurna”
Nach…, kelakuan dan sifatnya yang congkak dan sombong, takabur, suka meninggikan dirinya sendiri itulah, maka KH. Nurhasan Al-Ubaidah tidak mau mengangkat beliau sebagai petinggi di LEMKARI, pada waktu itu. Dan yang paling patal adalah bila konsepnya diterima, maka akan menambah panjang deretan kekacaauan keagamaan di bumi Indonesia yang kita cintai ini. Dan itu sangat bertentangan dengan ajaran KH. Nurhasan Al-Ubaidah, dan juga sangat bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila.
Saking kesal dan bencinya kepada KH. Nurhasan Al-Ubaidah, maka Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin memberikan gelar “Ad-Dajjal Al-Kadz-Dzab” kepada KH. Nurhasan Al-Ubaidah. Ini juga merupakan contoh kebohongan Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin kepada ummat Islam, padahal kita sama-sama tahu bahwa KH. Nurhasan Al-Ubaidah sudah melaksanakan ibadah haji ke Makkah dan Madinah, sedangkan Dajjal Al-Kadzab itu tidak bisa masuk Madinah. Begitulah menurut penjelasan Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasalam, seperti dalam Hadits Shohih Bukhori, Juz 3 Hal 28 Bab ‘Dajjal tidak bisa Masuk Madinah’, juga telah dijelaskan oleh Rosululloh mengenai Dajjal itu di dalam Hadits Tirmidzi, No. Hadits: 2144, dengan kwalitas hadits Hasan Shohih, dan di dalam Hadits Muslim, No. Hadits: 8, 5205, Hadits Bukhori, No. Hadits: 3340, 6588 dengan kwalitas hadits Shohih, bahwa Dajjal Al-Kadzab itu turunnya kelak menjelang hari kiamat membunuh dan menghidupkan orang, mengaku Rosululloh, mengaku Tuhan sambil memegang neraka di tangan kanannya dan surga di tangan kirinya. Neraka Dajjal adalah surga Alloh, dan surga Dajjal adalah neraka Alloh. Penjelasan yang terakhir inilah yang benar menurut Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Sama-sama telah kita saksikan selama hidup sampai wafatnya bahwa KH. Nurhasan Al-Ubaidah tidak pernah membunuh dan menghidupkan orang, mengaku Rosululloh atau Tuhan sambil memegang neraka dan surga.
Bayangkan, itukah imbalan yang pantas dari seorang murid kepada gurunya? Jangan heran, pada zaman dulu pun pernah terjadi, seperti halnya Tsa’ Labah, seorang sahabat yang telah berani mendurhakai Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam hanya karena berbeda pemikiran. Dia mengatakan zakat adalah pajak. Seperti Qorun yakni anak paman Nabi Musa juga telah berani mendurhakai Nabi Musa hanya karena berbeda pemikiran, lalu memutar-balikkan fakta, yaitu dengan mengatakan ”Wahai orang Bani Isra’il, sesungguhnya Musa telah memerintahkan kalian berbagai peraturan agama, di antaranya ialah kalian diperintahkan untuk membayar zakat kepadanya. Tahukah kalian bahwa ini adalah taktik Musa untuk merampas harta kalian. Kemudian harta dari hasil zakat tersebut akan ia pergunakan untuk memperkaya dirinya, ini adalah pemerasan secara halus dan terang-terangan, apa kalian tidak sadar kalau kalian telah dijadikan sapi perahan Musa? Bagaimana menurut kalian?
Peristiwa ini tidak menyebabkan KH. Nurhasan Al-Ubaidah, marah atau benci, berlaku keras dan kasar terhadap beliau sebagai orang yang pernah dipimpinnya. Dengan rohmat Alloh, KH. Nurhasan Al-Ubaidah bersikap lemah lembut kepadanya, begitu juga terhadap orang-orang yang turut mengikuti hasutannya dengan harapan siapa tahu suatu saat nanti mereka akan menyadari akan kesalahannya dan kembali pada jalan yang diridhoi Alloh. KH. Nurhasan Al-Ubaidah sadar betul bahwa yang memberi hidayah / petunjuk dan yang menyesatkan seseorang dari hamba-Nya adalah Alloh sendiri. KH. Nurhasan Al-Ubaidah juga sangat menyadari bahwa dirinya sebagai manusia biasa tidak mempunyai wewenang samasekali dalam hal itu. Ditegaskan, jika karena kejadian dan pelanggaran disiplin itu KH. Nurhasan Al-Ubaidah, berlaku kasar dan keras hati, pasti anak buahnya selaku yang dipimpinnya akan meninggalkannya. Sebagaimana firman Alloh di dalam Al-Qur’an, Surat Ali Imroon, No. Surat: 3, Ayat: 159, yang berbunyi:
Yang artinya: “Maka dengan rohmat dari Alloh-lah engkau bisa berlaku lemah lembut kepada mereka, dan sekiranya engkau berlaku kasar, keras hati niscaya mereka akan bubar dari sekelilingmu. Maka berilah maaf mereka, dan mintakanlah ampun atas segala kesalahan mereka, bermusyawarah-lah dengan mereka, maka jika keputusan telah didapat, berserah dirilah kepada Alloh (dalam menjalankan keputusan itu), sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berserah diri”.
Ternyata selama itu Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin tidak mendapat hikmah dan kemanfa’atan apa-apa dari ilmunya. Sungguh sayang seribu sayang, ini namanya hanya menghambur-hamburkan energi dan waktu, sia-sia. Bagaikan rambut yang dicabut dari adonan roti, maka tidak ada adonan roti yang terbawa sedikitpun. Itulah sekedar gambaran bagi seorang Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin, yang sudah sekian lama menjadi murid dan belajar kepada KH. Nurhasan Al-Ubaidah, kenyataannya ilmu yang telah diajarkan kepadanya tidak membekas sama-sekali. Ini sekaligus membuktikan bahwa Ust. H. R. Bambang Irawan Hafiluddin adalah hanya seorang yang pelupa dan banyak dustanya. Bila kita lihat berdasarkan dalil-dalil yang haq dari Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, maka KH. Nurhasan Al-Ubaidah memberikan ilmu kepadanya hanyalah perbuatan yang sia-sia. Coba kita simak dengan seksama sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang tercantum di dalam Hadits Ibnu Majah, No. Hadits: 224, berikut ini:
Yang artinya: “Mencari ilmu itu hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang Islam, dan meletakkan ilmu disisi selain ahlinya, seperti orang mengalungi babi dengan permata, berlian, dan emas (artinya suatu perbuatan yang sia-sia, tidak bermanfaat)”.
Berarti Al-Qur’an dan Al-Haditsnya selama itu hanya beliau dekap saja, tidak ia pelajari dan tidak ia hayati kandungannya dengan sebenar-benarnya. Itu namanya tidak pintar dan tidak cerdas. Oleh karena itu, wajarlah kalau dia keluar. Sebab beliau tidak mampu menyerap secara keseluruhan pelajaran yang diberikan oleh KH. Nur Hasan Al-Ubaidah sebagai ulama dan guru besarnya. Baiklah kita simak secara seksama sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir berikut ini:
Yang artinya: “Manusia yang paling menyesal pada hari kiamat nanti ialah seorang laki-laki yang memungkinkan baginya untuk mencari ilmu di dunianya ini tetapi ia tidak mau mencarinya, dan seorang laki-laki yang mengajarkan ilmu, sementara orang yang mendengar darinya memanfa’atkan ilmunya sedangkan ia sendiri tidak”.
Dulu, pada waktu beliau belum keluar, beliau sudah berani mengkafir-kafirkan keponakan-keponakan dan saudara beliau di Madura, bahkan orang lain yang tidak sepemikiran dengan beliau. Padahal baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits yang diajarkan tidaklah mengajarkan demikian. Sehingga apa yang beliau lakukan itu sangat bertentangan dengan sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Shohih Bukhori, Kitaabul Adab, yang berbunyi:
Yang artinya: “Tidaklah seorang laki-laki menganggap fasik dan kafir pada orang laki-laki lain kecuali kefasikan dan kekafiran itu akan berbalik kepada dirinya sendiri, jika orang laki-laki lain itu ternyata tidak fasik dan tidak kafir”.
Dan juga menurut Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Shohih Bukhori, Kitaabul Adab, jika seseorang menuduh kafir orang lain padahal orang yang dituduh kafir itu adalah orang mukmin, maka orang yang menuduh tersebut (dosanya) seperti membunuhnya. Sebagaimana sabdanya berikut ini:
Yang artinya: “Dan barangsiapa menuduh pada orang iman dengan tuduhan “kafir”, maka dia seperti membunuhnya”.
Dan ternyata, setelah beliau keluar dari LEMKARI, beliau berbalik menuduh bahwa warga LDII itu suka menkafir-kafirkan selain warga LDII, dll. Bahkan, sampai sekarang pun beliau masih terus menjelek-jelekkan LDII. Dulu keponakan dan saudara-saudaranya yang pernah dia kafir-kafirkan sekarang malah masuk ke LDII. Menurut pendapat mereka setelah mengikuti pengajian di LDII, ternyata LDII tidak seperti yang dikatakan oleh Ust. H. Bambang Irawan Hafiluddin, coba Anda sekali-kali mengikuti kegiatan pengajian di LDII, kalau anda tidak percaya!
Katanya, selama 20 tahun belajar di LEMKARI (pada waktu itu, sekarang menjadi LDII-red), mendalami ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Belajar selama itu, masak hasilnya kok nihil, yaitu tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang berdosa dan yang berpahala. Itu, namanya apa?
Jadi, bagaimana mungkin beliau akan mendapati hikmah dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena sifatnya tidak seperti sifat yang dikandung Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kalau boleh bertanya kepada beliau “Anda dahulu sering sekali mencap kafir kepada keponakan-keponakan dan saudara-saudara Anda yang tidak mau mengikuti jejak Anda. Sekarang Anda malah mengkafir-kafirkan dan mentalbis-talbiskan kepada orang yang telah mengikuti jejak Anda dulu? Ini, sebenarnya ada apa dengan Anda? Jangan-jangan Andalah orang yang tidak beres?!.
Tapi, bagi warga LDII yang membawa kebaikan yang cukup matang, hal demikian adalah sebuah proses untuk mendapatkan hikmahnya. Itu masalah waktu. Ibarat buah kelapa yang sudah tua, banyak mengandung santan sebagai sari patinya, maka ia harus siap untuk dijatuhkan dari pohonnya. Sudah jatuh “gedebug” ia harus mau dibeset kulitnya dan dibuang sabutnya. Sudah kelihatan batok kelapanya, ia harus mau digetok dengan parang, biar pecah. Setelah kelihatan putih daging kelapanya, ia harus mau dicongkel lagi pakai pisau. Sudah mendapat daging kelapanya, ia harus mau diparut. Belum selesai sampai di situ, ia masih harus mau diperas lagi dengan kuat-kuat agar keluar sari patinya, kemudian baru keluar sari pati yang diharapkan. Nach pada sa’at itulah perasaan menjadi lega bercampur harapan, bahwa nanti masakannya bakal nikmat. Itulah sebagai gambaran bagi mereka yang tahu bahwa LDII itu baik. Mereka tidak henti-hentinya mencari tahu dengan berbagai macam cara. Begitulah kiranya jika Al-Qur’an dan Al-Hadits yang dibawa warga LDII, kalau sudah diterima oleh masyarakat dan pemerintah secara luas. Insya Alloh, hikmah dan nikmatnya begitu terasa. Kian menjadi pujian dan menjadi impian setiap insan. Bagaikan wanita cantik nan sholehah. Pada akhirnya, hanya penyesalan yang mereka rasakan, yaitu mengapa tidak dari dulu-dulu saya ikut mengaji di LDII?!. Di dalam Al-Qur’anul Karim, Surat Al-Baqoroh, No. Surat: 2, Ayat: 214, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Apakah kamu sekalian menyangka, bahwa kamu sekalian akan masuk surga, sedangkan kamu sekalian belum pernah mengalami duka-derita seperti yang pernah dialami dan menimpa orang-orang terdahulu sebelum kamu sekalian. Mereka telah merasakan bermacam-macam kesusahan dan malapetaka dan telah digoncangkan sedemikian rupa. Saking berat dan hebatnya, sampai-sampai Rosul dan orang-orang beriman bersamanya mengeluh / bertanya-tanya: “Kapankah akan tiba pertolongan Alloh? (yakinlah, bila saja kalian sabar dan tawakkal). “Ingatlah / ketahuilah sesungguhnya pertolongan Alloh sudah dekat”.
Demikian kata pasti yang tidak mungkin dapat diubah dan dirubah sebagai sunnatulloh, bahwa seseorang tak mungkin dengan mudah akan masuk surga tanpa ada ujian terlebih dahulu.
Memang adalah sesuatu konsekwensi logis yang harus diterima oleh setiap insane tanpa pandang bulu, ialah hidup ini pasti penuh dengan penderitaan dan cobaan dalam berbagai bentuk, walau juga kadang menyenagkan. Tidak seorangpun terlepas dari padanya. Sebagaimana sabda Rosulallohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, yang diriwayatkan di dalam Hadits Tirmidzi, Juz 4 hal 602, yang berbunyi:
Yang artinya: “Cobaan tidak akan berhenti (menimpa) pada mu’min (orang laki-laki iman) dan mu’minah (orang iman perempuan), baik (cobaan) itu melalui dirinya, anaknya maupun hartanya sehingga dia ketemu Alloh tidak lagi mempunyai dosa”.
Seorang mu’min, mu’minah akan merasa hambar hidupnya, tak enak dan tak ada manisnya, apabila tidak ada cobaan. Sebab seorang muslim meyakininya itu semua sudah menjadi kehendak Ilaahi Robbi, yang sudah pasti akan ada akhirnya, seperti pepatah lama “Seterik-terik matahari, pasti akan redup juga, seganas-ganasnya ombak dilautan akan reda juga”. Karenanya, derita dan cobaan hidup disambutnya dengan nafas lega dan lapang dada, sambil berserah diri kepada Alloh sepenuh hati, dengan keyakinan penuh percaya bahwa derita ini ditimpakan tidak lain hanyalah Alloh hendak menilai: “siapakah yang benar (ucap dan sikapnya), dan menilai pula siapa mereka yang pembohong (Q.S. Al-Ankabut ayat 3).
Seorang muslim akan senantiasa mengupayakan agar ada keserasian antara ucapan dan tindakannya, ia tidak mau menjadikan dirinya sebagai hamba Alloh yang pendusta. Lantang dan lancar lidahnya, juga lancang hati dan tindakannya, di kala coba derita datang menantang.
Seorang muslimah dengan segala daya dan upayanya akan melalui cobaan dan derita dengan sabar dan tawakal, sekalipun resikonya berat sekali terhadap diri pribadinya. Dengan cobaan itu akan tersisih antara emas dan loyang, antara besi dan karatnya. Yang jelas Alloh hendak membersihkan hamba-Nya dari dosa dan noda yang pernah dilakukan.
Mudah-mudahan dengan sabar dan sholat, tawakal dan tabah yang semakin mapan, akan mengantarkan kita semua ke arah yang lebih baik, yang diridhoi Alloh Subhaanahu Wa Ta’alaa. Amin!.
Orang yang memiliki kejernihan hati dan kemuliaan akhlak. Ketika datang badai kritik, tuduhan, fitnahan, celaan atau penghinaan orang lain seberat atau sedahsyat apapun, dia tetap tegar, takkan goyah sedikitpun. Ia malah menikmati semua itu karena ia merasa yakin sekali bahwa semua cobaan yang menimpanya itu betul-betul terjadi dengan seidzin Alloh dalam rangka Alloh hendak membuktikan kebenaran dari uacapan paman Khodijah yang bernama Waroqoh bin Naufal bin Asad ibni Abdil Uzzaa, yang tersurat dalam Hadits Shohih Bukhori Juz 1, Bab Permulaan Wahyu, yang berbunyi:
Yang artinya: “Tidak datang seorang laki-laki samasekali dengan membawa seperti apa yang engkau (Muhammad) bawa melainkan disakiti”.
Maka tidak seorangpun yang dapat merobah ketentuan dalil tersebut. Sebab, Alloh telah berfirman di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Furqoon, No. Surat: 25, Ayat: 31, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan seperti itulah, Kami telah menjadikan musuh dari orang-orang yang berdosa bagi tiap-tiap nabi”.
Alloh mengetahui dengan persis segala aib dan cela serta kesesatan hamba-Nya dan Dia berkenan memberitahunya dengan cara apa saja dan melalui apa saja yang dikehendaki-Nya. Kadang melalui nasehat yang halus, ada kalanya lewat obrolan, guyonan seorang teman, bahkan tidak jarang berupa cacian sangat pedas dan menyakitkan. Teguran Alloh kepadanya itu bisa melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik, pacar, musuh, atau siapa saja. Terserah Alloh.
Senangkan hati kita terhadap orang yang tidak menyenagi kita, makin kuat ketidak-senangannya, maka makin besar pula keuntungannya bagi kita. Maka kendalikan akal, pikiran, perasaan kita dengan iman jangan dengan emosi kita, nikmati dan syukuri apa yang kita terima, senangkan hati kita. Perbuatan baik meskipun sedikit jika dikerjakan terus menerus akan menjadikan diri kita semakin bijaksana, tapi perbuatan buruk sekalipun sedikit kalau dikerjakan terus menerus akan mengotori jiwa sebagaimana debu yang menempel sedikit demi sedikit dan tidak pernah dibersihkan maka lambat laun akan menebal dan kelihatan kotor.
Jadi, mengapa kita mesti merepotkan diri menyusun siasat untuk membalas orang-orang yang menjadi jalan keuntungan bagi kita. Dasarnya, di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maaidah, No. Surat: 5, Ayat: 13, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Tanda-tanda calon ahli surga yang tercantum dalam Hadits Riwayat Ad-Dailami, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “1. Mereka memaafkan kepada orang yang pernah mendhzoliminya, 2. Berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat jahat padanya, 3. Memberi kepada orang yang pernah menghalanginya, 4. Jika diberi ia bersyukur, 5. Jika sedang dicoba ia bersabar, 6. Jika berkata ia jujur. Maka dia berjalan diantara manusia sebagaimana orang hidup (yang berjalan) di antara orang mati (mak: hidup di tengah masyarakat tidak ada masalah karena diterima masyarakat lantaran akhlaknya baik, pandai berbudi luhur)”.
Karenanya jangan merasa ada sesuatu yang aneh jika kita menyaksikan orang-orang mulia seperti para Nabi, Rosul, dan ulama’ yang sholeh ketika sedang dihina, dimaki, dirintangi, digegeri, dimusuhi, ditawur (dilempari batu, kotoran) sama sekali tidak menunjukkan perasaan sakit hati, dendam, susah, gelisah. Mereka malah menunjukkan sikap yang penuh kemuliaan, memaafkan dan bahkan tidak jarang malah mengirimkan hadiah sebagai tanda terima kasih atas pemberitahuan ihwal awal aib yang tidak sempat terlihat oleh dirinya sendiri tetapi dengan penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Jadi, cara mereka menyampaikan kritikannya saja yang tidak agamis, tidak etis.
IKHWAN muslimin, bagi kita yang berlumur dosa dan berselimutkan kesalahan ini, harus senantiasa merasa waspada terhadap pemberitahuan dari Alloh yang setiap saat bisa datang tiba-tiba dengan bermacam-macam bentuk dan cara peringatan-Nya.
Kesimpulan:
1. LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah bukan Islam Jama’ah, Darul Hadits, JPID, PKI Putih, Pengajian Dajjal Ucul, Karto Suwiryo, Islam sesat, semua yang mempunyai konotasi jelek, akan tetapi LDII adalah sebuah lembaga dakwah Islam, merupakan organisasi kemasyarakatan yang resmi dan legal berdasar pada Undang-undang, Pancasila, dan setia serta taat kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sah, yang mengikuti ketentuan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, serta pelaksanaannya meliputi PP No. 18 tahun 1986 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1986. LDII memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), Program Kerja dan Pengurus mulai dari tingkat Pusat sampai dengan tingkat Desa. LDII sudah tercatat di Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang & Linmas) Departemen Dalam Negeri.
Sudah sama-sama kita ketahui bersama, bahwa MUI sendiri tidak mau sembrono dalam memutuskan sebuah aliran itu sesat. Ada proses dan prosedur yang panjang, sebelum memutuskan suatu aliran itu sesat. Bahkan, MUI dalam rakernas pada awal November 2007 lalu sudah membuat aturan baku untuk menentukan suatu aliran itu sesat atau tidak. Ada 10 ketentuan yang bisa dijadikan pegangan awal dalam memutuskan sebuah aliran itu sesat atau tidak.

Kesepuluh ketentuan itu adalah:
1) Mengingkari rukun Islam dan rukun Iman.
2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
3) Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an.
4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Qur’an.
5) Melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6) Mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rosul.
8) Mengingkari Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam.
9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’ah, dan
10) Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.

Ternyata Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak melakukan satupun pelanggaran dari sepuluh kriteria tersebut. Karena, apa yang selama ini telah dilakukan Lembaga Dakwah Islam Indonesia telah sesuai dengan syar’i. Hanya mungkin, Lembaga Dakwah Islam Indonesia perlu mengubah strategi dan metodologi dakwahnya saja. Karena dakwah harus dikemas menggunakan strategi dan metodologi yang tepat sehingga orang dapat tertarik dengan apa yang didakwahkan. Upaya untuk mempengaruhi pikiran orang-orang MUI, masyarakat atau seseorang bukanlah sesuatu kemustahilan, bahkan dengan nilai-nilai yang sangat bertentangan dengan mereka sekalipun, asalkan apa yang disampaikan dapat masuk ke dalam pikiran mereka dan membuka cakrawala mereka yang selama ini tertutup. Dengan demikian persoalannya adalah bagaimana strategi dan metode yang tepat untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat agar tepat sasaran dan efektif. Diharapkan dengan strategi dan metode yang baru dapat mengubah paradikma lama menjadi paradikma baru, yaitu dengan meningkatkan “Berbudi Luhur”.
KH. Muhammad Zainuddin dari MUI Propinsi DKI dalam “SEMINAR PENGENALAN HISAB DAN RU’YAT DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN QOMARIYAH” bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Kotamadya Jakarta Selatan pada tanggal 1 Desember 2007 mengatakan, yang biasanya orang-orang menyebutnya dengan singkatan “LDII”, saya menyebutnya dengan kepanjangannya saja, yaitu Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Insyaa Alloh, akan dirasakan perbedaannya. Mengapa demikian? Karena, LDII dikenal oleh sebagian masyarakat imagenya sangat jelek. Tapi, kalau menyebutnya “Lembaga Dakwah Islam Indonesia” ini akan lain.

Saling serang dan saling tuding sesat antar kelompok agama sebenarnya tak perlu terjadi, jika masing-masing agama mampu menempatkan diri sebagai rohmat bagi seluruh alam. Begitu juga bagi pemerintah mampu menempatkan diri sebagai penegak keadilan bagi seluruh warga negaranya. Memang, tidak ada contoh yang lebih sempurna sepanjang sejarah ummat manusia tentang orang-orang atau sebuah lembaga dakwah yang berhasil dalam dakwahnya kecuali dakwah Rosulullohi Shollallohi ‘Alaihi Wasallam. Rosululloh telah mampu mengislamkan jazirah Arab dalam waktu yang sangat singkat. Padahal sebelumnya masyarakat Arab memiliki keyakinan yang sangat berbeda dengan Islam, bahkan pada awalnya mereka sangat menentang kehadiran Rosululloh dan ajaran yang dibawanya. Tetapi kenapa pada akhirnya Rosululloh berhasil dalam dakwahnya? Inilah sebuah pelajaran bagus yang harus diteladani para da’i, wabil khusus Lembaga Dakwah Islam Indonesia sepeninggalnya (Rosululloh).
Pemerintah seharusnya mampu melindungi semua agama dan keyakinan, termasuk melindungi Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan tempat-tempat beribadah bagi warganya yang menjadi korban penyerangan, sekaligus mencegah kelompok keagamaan yang ingin berbuat kekerasan dan tindakan anarkis. Ketidak-jelasan peran pemerintah dalam menindak setiap pelaku kekerasan dan pengrusakan terhadap kelompok agama tertentu sangat dikhawatirkan. Ketidak-mampuan pemerintah bertindak sebagai penengah dan penegak keadilan akan melahirkan hukum rimba, kelompok yang kuat, yang merasa paling benar dalam batas wilayah tertentu akan bertindak semena-mena terhadap kelompok lain yang dianggap salah dan lemah.
Jika pemerintah dan kepolisian mengacu pada Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 menyebutkan, Negara telah menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat sesuai agama dan kepercayaannya. Maka pemerintah dan kepolisian bertanggungjawab untuk memberikan dan melindungi setiap warganya yang menjalankan ibadatnya sehingga merasa aman dan nyaman. Dan negara tidak boleh memberikan perlakuan khusus terhadap satu agama tertentu maupun terhadap kelompok tertentu dalam satu agama. “Orang tidak dapat dihukum, dibredel, atau dilarang karena keyakinan yang dianutnya. Mereka hanya dapat dihukum jika melakukan pelanggaran hukum positif dalam mengamalkan dan menyebarkan ajaran keagamaannya”.
Yang jelas harus ditindak tegas adalah mereka yang merusak tatanan hukum, seperti perusak dan penyerang kelompok lain yang tidak sejalan, koruptor, kriminal, pengedar dan produsen narkoba.
Sikap pemerintah dan kepolisian yang menggunakan fatwa MUI sebagai vonis tunggal atas sesat tidaknya suatu faham keagamaan menunjukkan diskriminasi negara atas rakyatnya sendiri. Itu berarti, pemerintah hanya melindungi warga negaranya yang sefaham dengan pemahaman keagamaan MUI. Ini berarti MUI menginginkan pluralisme ini menyatu ala Juice buah, ibarat segala macam buah dilebur menjadi satu jenis minuman segar, sehingga bentuk asli buahnya sudah tidak tampak lagi karena sudah melebur menjadi satu minuman khas Indonesia. Demikian pula akulturasi nilai agama dan tradisi lokal melahirkan corak Islam yang khas Indonesia, yaitu Islam yang toleran, anti kekerasan, serta anti kebencian dan anti permusuhan terhadap kelompok lain. Itu memang bagus sekali. Tetapi, tanpa disadari hal yang seperti itulah, justru akan semakin menumbuh-kembangkan dan menyuburkan kelompok-kelompok yang ingin melaksanakan agamanya dengan eksklusif.
Masalah seseorang itu sesat atau tidak, mendapat petunjuk atau tidak, taqwa atau dhzolim hanya Alloh yang mengetahuinya secara pasti. Sebagaimana firman Alloh di dalam Al-Qur’an Surat An-Najm, No. Surat: 53, Ayat: 30, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Yang artinya: “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka dialah yang mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang disesatkan (oleh Alloh), maka kamu tidak akan mendapatkan seorang kekasih/pemimpin yang dapat memberi petunjuk kepadanya”.

Di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 37, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Sekalipun kamu sangat mengharapkan mereka mendapat petunjuk, maka sesungguhnya Alooh tidak memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan mereka tidak mempunyai penolong”.
Di dalam Al-Qur’an Surat Al-Qoshosh, No. Surat: 28, Ayat: 56, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu senangi/cintai/kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Alloh lebih mengetahui terhadap orang-orang yang mau menerima petunjuk”.

Dapat juga dilihat firman Alloh dalam Al-Qur’an Surat An-Najm No. Surat: 53, Ayat: 32, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan Dialah Yang Maha Mengetahui dengan orang yang taqwa”.

Sebagai bukti bahwa kita tidak berwenang mencap ataupun memberi label “sesat” seseorang adalah firman Alloh di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl, No. Surat; 16, Ayat: 74, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Kita hanya boleh memberikan, bimbingan, pengarahan melalui suatu upaya ammar ma’ruf kepada mereka yang dianggap sesat, dzolim oleh Alloh, sehingga mereka mau dan ridho diajak mengaji Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di dalam Al-Qur’an Surat Thoohaa, No. Surat: 20, Ayat: 123, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku (yakni: Al-Qur’an), ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”.
Tugas kita adalah mengajak kepada petunjuk yang benar, dan tidak mengajak pada jalan kesesatan. Bukan bertugas untuk menyesat-nyesatkan orang. Di dalam Hadits Abu Daud, dari Abu Huroiroh, Sesungguhnya Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Barangsiapa mengajak pada petunjuk maka ia memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang mengikutinya tanpa mengurangi fahala mereka sedikitpun”.
Dan sebaliknya:
Yang artinya: “Dan barangsiapa yang mengajak pada kesesatan maka ia menanggung dosa seperti dosanya orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”.

Sedangkan kita hanya bisa menduga-duga saja. Iya kalau dugaan itu benar, jika ternyata salah, maka tuduhan itu akan menjadi bumerang buat kita sendiri, dan kalau kita bertindak mendahului hukum, itu berarti kita telah menuruti hawa nafsu kita, dan mendhzolimi orang lain. Mulut memang kecil, tapi bisa menelan dunia, negara, keluarga, jiwanya. Seperti kata pepatah “Mulutmu adalah harimau-mu”, ”Lidahmu lebih tajam daripada pedang”.
Semestinya Islam yang begitu plural di Indonesia ini, oleh MUI diwadahi saja ala rujak; ada mangga, jambu air, kedondong, bengkuang, nanas dll. Kemudian diletakkan pada sebuah piring dengan irisan tertentu dengan warna dan rasa buah yang menggiurkan masing-masing konsumen tanpa harus menghilangkan warna dan ke khasan rasa buahnya. Sambalnya pun berada pada piring yang lain, sehingga konsumen bebas memilih dan menikmati rujak tersebut. Maka biarlah Islam di Indonesia ini punya warna sendiri, yaitu warna aslinya Islam yang khas Islam yang pernah dibawa oleh Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dari Negara aslinya Islam, yaitu Makkah, Makatul Mukarromah dan Madinah, Madinatul Munawaroh.
Islam terkadang tampil sebagai agama yang lembut, terbuka, prodemokrasi, dan mampu beradabtasi dengan berbagai kondisi zaman. Namun, terkadang Islam juga bisa tampil sebagai agama yang garang, anti pluralisme, bahkan anti pembaruan. Semua itu tergantung kepada situasi dan kondisinya. Seperti yang pernah dijalani Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Masing-masing kelompok mengklaim telah menampilkan Islam yang sebenarnya.
Karena itu, selayaknya Negara mendukung kelompok Islam yang mengedepankan moderasi. Posisi pemerintah yang jelas akan membuat ormas Islam dan ummat belajar untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara yang demokratis dan tidak menggunakan kekerasan. Pemerintah Indonesia dan kepolisian hendaknya tetap menempatkan diri pada posisinya masing-masing, yakni sebagai penengah dan penegak keadilan bagi seluruh warga negara Indonesia. Kepastian posisi pemerintah ini juga akan membuat kelompok-kelompok keagamaan minoritas dapat tumbuh sendiri walaupun tidak difasilitasi Negara. Mereka juga tidak perlu meminta perlindungan dari kelompok politik tertentu agar bebas menjalankan keyakinannya.

2. Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah organisasi kemasyarakatan yang independen yang mengharuskan kepada setiap warganya supaya tunduk dan patuh kepada pemerintah yang syah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 45 dan berbudi luhur karena Alloh, yang tidak mengikatkan diri ke partai politik manapun.
3. Lembaga Dakwah Islam Indonesia terbuka terhadap masukan-masukan, baik masukan mengenai masalah organisasi maupun masalah sosial, budaya, ekonomi dan agama.
4. Dari apa yang dilihat dan diketahui tentang Lembaga Dakwah Islam Indonesia melalui pemberitaan pers, ceramah agama di masjid-masjid golongan tertentu dapat kita simpulkan, bahwa isu-isu negatif dan usaha-usaha perusakan masjid-masjid Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dilakukan oleh golongan dan orang tertentu itu merupakan niat jahat dari hati yang busuk, yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang dengki, yang menghendaki merusak kerukunan hidup beragama yang sedang giat-giatnya dikerjakan oleh Majelis Ulama Indonesia demi tercapainya persatuan dan kesatuan berbangsa, bernegara dan beragama di tanah air Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Lembaga Dakwah Islam Indonesia mengajak siapapun, golongan apapun yang menghendaki mencari kebenaran untuk menuju jalan / agama yang benar yang diridhoi Alloh. Lembaga Dakwah Islam Indonesia melulu hanya mengurusi urusan ibadah, menjaga kemurnian agama dari pengaruh syirik, tahayul, khurofat, ro’yi, bid’ah, taqlid yang dapat merusak amalan. Lembaga Dakwah Islam Indonesia membina, membimbing, mengarahkan, mendidik, menasehati anggotanya sehingga merdeka dari kebodohan, jauh dari yang harom-harom, maksiat, dosa, pelanggaran tiba gilirannya nanti bisa masuk surga dan selamat dari neraka dengan cara mengajak anggotanya mengaji dan mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits secara konsekwen dan konsisten sampai bisa ta’at kepada Alloh dan Rosuul-Nya. Ajakan demikian adalah ajakan yang bernilai tinggi, sudah pas, benar dan tidak sesat. Dasarnya adalah firman Alloh di dalam Al-Qur’an Surat Al-Isroo’/Bani Isroo’il, No. Surat: 17, Ayat: 9, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus/benar”.
Semua orang pasti berkeinginan masuk surga dan tidak ada yang ingin masuk neraka tetapi tidak mengetahui bagaimana caranya. Caranya adalah diajak ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya. Ibarat orang yang kehausan dan kelaparan diajak makan dan minum, itu ajakan yang pas, tepat, berguna dan mulia. Dasarnya adalah firman Alloh di dalam Al-Qur’an Surat An Nahl, No. surat: 16, Ayat: 125, yang berbunyi:
Yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang bathil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”.
Dalam arti bebas, berdakwalah mengajak manusia ke jalan Tuhanmu dengan cara memberi pengertian dan nasehat yang baik, dan bantahlah mereka dengan memberikan argumentasi yang lebih baik pula. Jika ajakan tersebut benar-benar diikuti maka hasilnya adalah masuk surga dan selamat dari neraka. Dasarnya adalah firman Alloh dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisa’, No. Surat: 4, Ayat: 13, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan barangsiapa ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya, niscaya Alloh memasukkannya kedalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dan mereka (hidup) kekal di dalamnya, dan itulah keberuntungan•yang besar”.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Riwayat Malik Fi Mu’atho’, bersabda:
Yang artinya : “Telah aku tinggalkan dua perkara di tengah-tengah kalangan kalian, selama kalian berpagang teguh dengan keduanya itu maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Alloh (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits).
Akan tetapi jika ada orang yang sangat ingin masuk surga lantas diajak mengerjakan bid’ah, ro’yi, taqlid, tahayul, khurofat, syirik, mengaji dan mengamalkan kitab-kitab karangan seperti Safiinatun Najaah, Sulaamut Taufiqi, Ihyaa’u ‘Uluumud Diin, Fathul Mubtari, Fathul Qoriib, tanpa sadar bahwa ia diajak mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, ini ibarat orang yang kehausan dan kelaparan malah diajak lari marathon dan tinju.
Dasarnya adalah firman Alloh dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ No. Surat: 4, Ayat: 14, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan barang siapa yang menentang kepada Alloh dan Rosul-Nya dan melanggar batas-batas/ketentuan-Nya maka Alloh memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia mendapat siksa yang menghinakan”.

Ternyata, harkat, martabat, derajat dan kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Di dalam Hadits Shohih Bukhori dan Muslim, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Manusia yang paling baik adalah mereka yang paling banyak memberi manfa’at bagi manusia”.
Hadits ini seakan-akan hendak mengatakan bahwa jika ingin mengukur sejauh mana baik, benar, salah, sesat atau kemuliaan akhlaq dan agama, golongan kita maka ukurlah sejauh mana nilai kemanfaatannya buat orang lain?!. Tanyakan pada diri sendiri “ apakah saya ini tergolong sebagai manusia yang wajib, sunnah, mubah, makruh, halal, atau malah manusia yang tergolong harom, dzholim, muqtashid atau saabiqum bilkhoiroot? Perhatikan baik-baik tentang tingkatan kwalitas kita menurut Allohu Subhaanahu Wa Taa’alaa yang tercantum dalam Al-Qur’an, Surat Faathir, No. Surat: 35, Ayat: 32, yang berbunyi:
Yang artinya: “Kemudian Kitab itu Kami waritskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang dzholim (menganiaya: banyak kesalahannya ketimbang kebaikannya) pada diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang muqtashid (pertengahan: kebaikannya dan kesalahannya berbanding) dan di antara mereka ada juga yang saabiqum bilkhoiroot (lebih dahulu: kebaikannya sangat banyak ketimbang kesalahannya) dengan idzin Alloh. Yang demikian itu adalah keutamaan yang sangat besar”.
Realitas kehidupan di dunia sering kali dapat melemahkan keyakinan seseorang warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang telah dengan tekun melaksanakan syare’at Alloh sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Misalnya kita temui sebagian orang Islam yang jelas-jelas tidak memjalankan syare’at Islam, tidak mengerti tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits begitu mudah mengatakan sesat terhadap orang Islam dari warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang menjalankan hasil mengajinya dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, bahkan tidak jarang mereka itu merusak masjid milik warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia karena punya anggapan bahwa masjid tersebut dipergunakan untuk mengajarkan ajaran sesat. Kalau warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang mengaji dan mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits dianggap sesat, nach…, apalagi mereka yang tidak mengaji dan tidak mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, jangankan mengkajinya, punya saja tidak, tentulah lebih tersesat lagi. Karena itu, apabila warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap melakukan atau mengajarkan ajaran sesat, tidakkah sebaiknya kita tunjukkan dimana letak kesesatannya, lalu kita berikan sesuatu yang kita anggap tidak sesat sebagai gantinya.
Sementara itu, orang mulhid (atheis) yang jelas-jelas Tuhannya bukan Alloh, kitab pedoman agamanya bukan Al-Qur’an dan Al-Hadits mereka biarkan saja, tidak mereka ammar ma’rufi. Dengan kata lain sering kita temui orang mukmin yang bertaqwa, Tuhannya Alloh, Kitab sucinya Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadits), tujuan ibadahnya ingin masuk surga dan ingin selamat dari neraka malah mereka gegeri, mereka rintangi, musuhi, dll yang tidak pernah mereka lakukan terhadap orang kafir dan mulhid. Maka timbul satu pertanyaan “Dimana letak kepercayaan mereka terhadap kebenaran sabda Rosululloh yang menyatakan bahwa Islam akan terpecah menjadi 73 golongan?”
Warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia menyadari bahwa manusia selalu diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Kalau agamanya benar dan kuat, maka cobaannya pun hebat dan berat. Contoh nabi-nabi dan rosul serta para sahabatnya, apakah mereka dimusuhi karena agamanya sesat? Tidak. Kalau kualitas agamanya rendah, maka Alloh juga mencobanya sesuai dengan kualitas agamanya. Kata pribahasa lama “Makin tinggi sebuah pohon, makin besar terpaan anginnya”, sehingga tidak jarang ada pohon yang patah, bahkan tumbang. Bukan berarti tumbuhan yang rendah tidak ada gangguannya. “Jadilah rumput kalau mau diinjak”. Orang yang hidupnya di kolong jembatan yang tidak pernah kenal ibadah terkadang malah papa sengsara; mahal papan, pangan dan sandang. Apakah itu bukan cobaan dan ujian!?.
Namun, apabila warga LDII ridho dan sabar atas cobaan atau musibah yang dialami dan tetap bertakwa serta berserah diri kepada Alloh dan qodar-Nya pada saat terjadinya cobaan itu, maka Insya Alloh di dunia ini akan memperoleh kesejahteraan dan kelak kedudukannya sangat besar di sisi Alloh dan sangat tinggi derajatnya di hadapan Alloh serta termasuk golongan yang muttaqiin ketimbang mereka yang bisanya hanya memfitnah, membuat resah bahkan tidak mendatangkan kemanfa’atan bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar