Benarkah Warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia Diajari Membisu?

Tidak benar. Orang diam bukan berarti bisu atau bodoh, tapi diam adalah emas dengan pertimbangan jika diam itu adalah pilihan yang terbaik, ketimbang banyak bicara tetapi tidak bermanfaat. Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang telah disarankan oleh Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam “berbicaralah yang baik atau diam”. Di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 125, Alloh berfirman, yang artinya: “Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.

Di dalam Hadits Shohih Bukhori Juz 8 hal 13, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda, yang artinya: “Dan barang siapa yang beriman dengan Alloh dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau supaya diam”.

Di dalam Hadits Shohih Bukhori dan Muslim, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda, yang artinya: “Dan barang siapa yang beriman dengan Alloh dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau supaya diam saja”.


Orang pintar adalah orang yang mengetahui kapan saatnya harus berbicara. Ini artinya apa? Kita harus pandai memilih kapan kita harus berbicara dan diam. Maka, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dikatakan B.I.C.A.R.A? Bicara adalah kependekan dari Berani: karena mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai. Inovator: karena ingin perubahan yang lebih baik dan benar. Cakrawala: karena mempunyai cakrawala pandang yang luas jauh kedepan. Argumentasi: karena mempunyai argumen yang lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan keshohihannya. Realistis: karena mempunyai bukti yang dapat diterima oleh akal sehat, fakta, aktual, autentik. Agama: karena mempunyai kefahaman agama yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu negatif bahkan berpengaruh positif.

            Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada juga yang dengan diam malah menjadi masalah. Semua itu tergantung bagaimana niat, cara, situasi, dan kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat macam-macam diam;
1. Diam bodoh yaitu diam karena ia tidak mengetahui apa yang harus ia bicarakan. Diam seperti ini karena kurangnya ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau lemahnya pemahaman serta alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam seperti ini akan lebih baik dan aman, daripada memaksakan diri bicara sok tahu alias asbun (asal bunyi/asal njeplak/angger mengo).

2. Diam malas, diam yang seperti ini buruk sekali, karena ia diam pada sa’at orang lain sedang memerlukan pembicaraannya, ia enggan untuk berbicara karena ia sedang merasa tidak mood, tidak berselera, lagi malas.

3. Diam sombong, inipun sangat negatif karena ia menganggap orang lain yang mengajaknya berbicara tidak selevel, perlu, penting.

4. Diam berkhianat, ini sangat berbahaya karena ia sedang menyusun siasat jahat untuk mencelakakan orang lain. Diam pada sa’at sedang dibutuhkan kesaksiannya untuk menyelamatkan orang baik, benar adalah diam keji.

5. Diam marah, diam yang seperti ini ada baiknya ada juga buruknya. Baiknya adalah terjaga dari perkataan yang tidak santun yang akan memperkeruh keadaan. Buruknya adalah ia berniat untuk menunjukkan kemurkaan, kebencian, emosionalnya bukan untuk mencari solusi. Sehingga dengan diam yang seperti itu kadang malah menambah masalah.

6. Diam utama (diam aktif), adalah diam hasil merenung dan berpikir tentang sebab dan akibat apabila ia berbicara akan menimbulkan kemudhorotan yang lebih besar ketimbang kemanfa’atannya.

Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam memberikan tolok ukur tentang orang Islam yang bagus. Di dalam Hadits Ibnu Majah Juz 2 hal 1316, dari Abi Huroiroh, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Min husni Islaamil mar-i tarkuhu maa laa ya’niihi, artinya: “Termasuk bagusnya Islam seseorang adalah dia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya”.

Keutamaan Diam Aktif adalah; 
-  Dapat menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.
-  Kemungkinan tipis tergelincir / keseleo lidah yang dapat menjadi dosa.
-  Dapat mengokohkan hati tetap tidak riya’, sum’ah, ujub, takabur, congkak.
- Menjadi pendengar dan pemerhati yang baik sehingga setiap kali menghadapi persoalan pemahamannya mendalam maka dalam pengambilan keputusanpun jauh lebih bijak dan arif.
- Dapat menimbulkan kewibawaan tersendiri. Tanpa di sadari dari sikap dan penampilan kita orang lain akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.
- Yang tidak kalah pentingnya adalah hatinya bercahaya terang sehingga dapat memberikan ide dan gagasan yang cemerlang tampak dari ramah wajahnya, cakap budi bahasanya, santun tutur katanya, sopan lagak dan gayanya.

Diam aktif adalah bukan bisu akan tetapi upaya menahan diri dari; diam dari perkataan dusta, sia-sia, keluh-kesah, pamer, ujub, berlebihan, melaknat, menhujat, menyakitkan hati, sok tahu dan sok pintar, komentar spontan dan cletukan alias nyeruwing atau saur manuk, dll.

            Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa ridho membimbing lisan kita mengucapkan kalimat thoyyibah “Laa Ilaaha Illallooh(u)” saat ruh kita akan dijemput ajal, sebagai puncak akhir perkataan yang akan menghantarkan kita kesurga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar