Benarkah Warga LDII Tidak Mengikuti Faham / Aliran Madzhab Tertentu?

Benar. Begini, kita mesti mengetahui terlebih dahulu tentang madzhab itu apa? Madzhab berasal dari kata Maslakun / Thoriqun / Sabiilun, artinya jalan (yang akan ditempuh). Menurut istilah, madzhab adalah: Faham atau aliran yang merupakan hasil pemikiran seseorang ulama’ mengenai hukum-hukum Islam melalui ijtihad.

Orang yang bermadzhab ialah orang muslim yang dalam menjalankan ibdah kepada Alloh taqlid/mengikuti kepada hasil pemikiran ulama’ tanpa melihat bahwa hasil /pendapat ulama’ tersebut apakah benar-benar sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, ataukah malah menyalahi/betentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits?!.
Taqlid yaitu: “Menerima perkataan orang yang berkata dengan tidak ada hujjad/dalil”.


Mereka “Madzahibul Arba’”, semua bukan pendiri Madzhab. Jadi, tidak benar jika ada orang muslim tertentu yang mempunyai anggapan atau mengatakan bahwa mereka itu sebagai pendiri Madzhab atau Imam Madzhab, karena timbulnya faham tentang madzhab itu sesudah mereka wafat, yaitu setelah abad ke tiga Hijriyah. Mereka adalah tokoh ulama’, ahli sunnah (al-hadits) yang sangat termasyhur/terkenal. Mustahil mengajak ummat Islam untuk taqlid pada seseorang yang jelas-jelas bukan Nabi dan Rosul. Mereka semua telah sepakat melarang ummat Islam taqlid dan mengambil fatwa dari mereka selama belum mengerti dalil/dasarnya yang dapat dijadikan sebagai urgensi fatwa mereka. Pernyataan mereka tentang tidak boleh taqlid (menerima/mengikuti) pada pendapat mereka sebelum diuji kebenarannya, adalah :
Yang artinya: “Dan sungguh telah menjadi ketetapan dari Abi Hanifah (Imam Hanafi), dan Maliki (Imam Maliki), dan Safi’i (Imam Safi’i), dan Ahmad (Imam Hambali), dan selain mereka, semoga Alloh Yang Maha Tinggi menyayangi mereka. Bahwasannya mereka berkata: “Tidak halal bagi seseorang apabila ia memberi fatwa dengan dasar perkataan (pendapat) kami atau mengambil ucapan kami selama belum mengerti dari mana kami mengambilnya. Dan setiap orang dari mereka telah menjelaskan bahwa “Ketika suatu hadits telah shohih maka dia adalah madzhab kami”, dan mereka berkata lagi “Ketika kami mengatakan suatu perkataan (mengutarakan pendapat) maka ujilah terlebih dahulu dengan Kitab Alloh (Al-Qur’an) dan Sunnah Rosul-Nya (Al-Hadits), jika ternyata perkatan kami itu mencocoki pada keduanya maka terimalah perkataan/ pendapat kami itu dan (perkataan/pendapat kami ) yang menyalahi keduanya maka tolaklah ia dan buanglah jauh-jauh ucapan kami itu di luar pagar”. (Halil Muslim Multazamun Bittiba’i Madzhabin Mu’ayyanin Minal Mdazhibil Arba’atin).

Biasanya, orang yang taqlid kepada Imam Madzhab tidak bertanya bagaimana menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits, tapi ia akan menanyakan bagaimana menurut pendapat mdzhab Hanafi, atau Maliki, atau Safi’i, atau Hambali? Mengenai amalan atau hukumnya ini dan itu. Seharusnya orang muslim mikir bahwa pendapat madzhab itu janganlah dijadikan satu-satunya tolok ukur benar-tidaknya suatu amalan ibadah, sesat tidaknya suatu golongan umat Islam. Karena paham seperti itu dapat memicu konflik agama sehingga dapat memecah belah persatuan dan kesatuan, kerukunan, kekompakan dan keutuhan Ukhuwwah Islamiyah hanya karena berbeda faham atau aliran.

Warga LDII menerima dan mengikuti ucapan atau pendapat siapapun, termasuk ucapan atau pendapat Imam Safi’i, Hambali, Hanafi dan Maliki yang tidak menyalahi Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka dialah madzhab warga LDII. Dengan demikian, jelas akan mendapatkan jaminan kebenaran dari Alloh dan Rosul-Nya. Dasarnya adalah firman Alloh di dalam Al-Qur’an Surat Al-Isroo’/Bani Isroo’il, No. Surat: 17, Ayat: 9, yang berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus/benar”.

Di dalam Hadits Riwayat Malik bin Anas Fii Muwatho’. Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Yang artinya: “Telah aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Alloh (AL-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits)”.

Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Hanafi dan Imam Maliki adalah ulama’-ulama’ terkemuka yang termasuk ulama’-ulama’yang tersohor, dimana faham-faham dan cara istimbat mereka diikuti oleh ulama’ pada zamannya dan generasi setelahnya hingga kini. Mereka telah mengingatkan bahwa bila hasil ijtihad mereka atau pendapat mereka tidak sejalan dengan Al-Qur’an atau As-Sunnah/Al-Hadits agar ditinggalkan dan mengambil yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Mereka adalah orang-orang yang mujtahid yang tidak jauh berbeda dengan ulama’-ulama’lainnya. Sebagai manusia tentu masih mempunyai kesalahan dalam berbagai hal, termasuk dalam berijtihad, karena mereka bukan para Nabi atau Rosul yang maksum, terbebas dari dosa dan kesalahan, mereka juga bukan Tuhan, Alloh. Maka apa yang dikatakannya, bukanlah wahyu yang pasti benarnya. Oleh karena itu, setiap kali kita mendapati pendapat atau ijtihad mereka, hendaknya terlebih dahulu kita uji dengan Al-Qur’an dan Al-hadits, jika ternyata ijtihad atau pendapat mereka itu sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka ijtihad mereka itu dapat kita jadikan sebagai dasar dalam mengamalkan sesuatu. Dan jika ijtihad mereka menyelisihi Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka harus kita tolak. Dasarnya adalah sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Shohih Bukhori, yang berbunyi:
Yang artinya: “Ketika seorang ‘Amil (pekerja dalam agama) atau Hakim (juru okum) berijtihad salah menyelisihi Rosul karena tidak berilmu maka hukumnya ditolak. Berdasar kepada sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam “Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan tidak ada dalam perkaraku maka amalan itu ditolak”.

Sesuai dengan sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Ibnu Majah Juz 1 hal 7, yang berbunyi:
Yang artinya: “Barangsiapa yang memperbaharui dalam perkara kami ini terhadap apa yang tidak pernah ada, maka perkara tersebut ditolak”.

Menurut hadits di atas tidak ada seorang pun yang mempunyai wewenang menambahi/mengurangi perkara agama yang sudah jadi dan sempurna ini, termasuk Imam madzhab yang empat, dan khususnya para pengarang kitab, lebih berhati-hatilah!

Di dalam Hadits Shohih Bukhori dan Shohih Muslim, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada dalam perkara kami maka amalan tersebut ditolak”.

Hadits tersebut menunjukkan bolehnya mengikuti pendapat atau ijtihad seorang Imam, termasuk ijtihad atau pendapat empat madzhab tersebut, tapi dengan syarat yaitu yang sesuai dengan sunnah Rosululloh. Bila tidak, So pasti ditolak!

Jadi, dalam mengamalkan suatu amalan ibadah, kita harus teliti dan hati-hati, tidak sekadar baik menurut kita, tetapi juga harus sesuai dengan perkara Rosululloh, agar amalan kita diterima oleh Alloh dan Rosul-Nya, sehingga amalan kita tidak sia-sia. Dan hasilnya menjadi jelas, yaitu mati sewaktu-waktu dalam keadaan muslim yang husnul khotimah. Pada gilirannya nanti, Alloh menyelamatkan dari adzab, siksa-Nya, yaitu neraka dan memasukkan ke dalam surga-Nya. Ini telah sesuai dengan janji Alloh yang tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 13, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan barangsiapa ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya, niscaya Alloh memasukkannya kedalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dan mereka (hidup) kekal di dalamnya, dan itulah keberuntungan•yang besar”.

Sekali lagi, ingat! Kita semua beribadah tujuan aslinya adalah ingin masuk surga Alloh dan ingin selamat dari api neraka Alloh. Dan tidak ada seorangpun beribadah tujuannya ingin masuk neraka. Tapi, terkadang tidak tahu bagaimana caranya. Maka dari itu, yang perlu kita pahami adalah tentang sebuah pengertian, bahwa bila kita masuk surga, ada kemungkinan kita dari masuk neraka terlebih dahulu. Tapi kalau kita selamat dari neraka, itu artinya kita masuk surga dan tidak pernah masuk neraka terlebih dahulu. Nach, jika kita ingin benar-benar ingin selamat dari neraka, maka hanya ada satu caranya, jalan tunggal, yaitu kita harus mau tetap menetapi, memerlu-merlukan dan mempersungguh Qur’an dan Hadits, baik teori maupun prakteknya. Kalau ada perintah Allooh dan Rosul-Nya, kita kerjakan. Kalau ada larangan Alloh dan Rosul-Nya, kita jauhi dengan sejauh-jauhnya. Dan kalau ada cerita dari dalam Al-qir’an dan Al-Hadits, kita percayai. Cerita yang baik kita jadikan contoh. Cerita yang menerangkan kelakuan buruk dan akibatnya disiksa, kelakuan seperti itu jangan kita tiru. Semua itu kita kerjakan sampai tutug pol ajal mati kita masing-masing sehingga meninggal dunia disaksikan dalam keadaan baik, Islam dan husnul khotimah. Inilah yang disebut-sebut sebagai jalan tunggal menuju surga itu.

28 komentar:

  1. Setuju, lalu apakah bener warga ldii tidak boleh menikah selain dengan kelompoknya, dengan alesan yang berdalil, walaa tankihu musrikat ... seterusnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. dia gak bakalan bisa jawab bro, itulah salah satu kelemahan dia

      Hapus
  2. Hahaha lucu ..
    Kalau gk pake 4 mahzab emangnya ente langsung blajar ke nabi sangat lucu dan tidak masuk akal..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belajat ke mahzab yaa pasti semua dikaji semua d pelajari. Kalo sekira ada yg ga ada dasar dg Alquran dan Hadist. Kenapa harus di amalkan?

      Hapus
  3. apakah di luar jamaah LDII disebutkan murtad?
    dan ada larangan menikah kepada selain warga LDII?

    mohon penjelasan dan penjelasan Logis dari admin

    BalasHapus
  4. Woy yang KOMEN mgkanya bca sampe slesei!!!!! mlah nyalahin LDII
    LIAT NOH DI ARTIKEL > "Hadits tersebut menunjukkan bolehnya mengikuti pendapat atau ijtihad seorang Imam, termasuk ijtihad atau pendapat empat madzhab tersebut, tapi dengan syarat yaitu yang sesuai dengan sunnah Rosululloh. Bila tidak, So pasti ditolak!
    Jadi, dalam mengamalkan suatu amalan ibadah, kita harus teliti dan hati-hati, tidak sekadar baik menurut kita, tetapi juga harus sesuai dengan perkara Rosululloh, agar amalan kita diterima oleh Alloh dan Rosul-Nya, sehingga amalan kita tidak sia-sia."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trus Klo disalahin Mau Apa luh, para 4 imam juga Tentunya sudah memikirkan dalam tentang mazhab mereka. mazhab itu ibarat rambu lalu lintas..spaya jln elu lurus

      Hapus
    2. Mazdhab nurhasaniyyun, .., wkakakkakakakakkkkk..

      Hapus
    3. Ente tahu syarat2x orang untuk berijtihad,..
      Org berijtihad tdk boleh sembarangan, sebab klo ijtihad sembarangan justru akan menyesatkan ummat...

      Hapus
    4. Apa klo mau makan sate harus teliti bos.ni ayam dari mana ayam sendiri atau di kasih atau mncuri.makanan ayam ini apa padi atau jagung arau gaplek umur ayam ini brapa waktu di potong.dan motongnya gi mana ayak cati dulu yg punya ayam.kita tanya ayam ini milik siapa tiap hari makannya ayam ini apa dan motong nya umur berapa lalu caramotongnya gimana.orang yg mau masak ayam tidak jadi makan ayam karene ribet tak menemukan pemilik ayam.jadi gagal deeeh makan daging ayam.wkwkwkwkwk

      Hapus
    5. Dikatakan jamaah itu harus punya imam jika tidak punya imam berarti bukan jamaah, jika tidak berjamaah maka mati sewaktu waktu seperti orang jahiliyah, ... Mungkin Karena itulah orang islam yang berjamaah tidak boleh menikah dengan orang islam yang tidak berjamaah, .... Mohon jika komentar saya salah tolong dibetulkan

      Hapus
    6. Sesama muslim jangan debat tolol. Kalian bodoh , yg senang malah yg non muslim meliat debat ini

      Hapus
  5. Teori dan fakta gak sama.
    Itulah 354

    BalasHapus
  6. ldii madzhab madigoliyyah, pokoe manqulane ngono wis ngono.....kaga tau mereka ulama ulama hadist dunia,...terkungkung dalam tempurung!!!

    BalasHapus
  7. Yuk ngaji biar paham, innamal ilmu bitt'alum, wal fikkuhu bittafakkuh

    BalasHapus
  8. Ulama yang dulu yang dekat ama jaman nabi masih bnyak ahli hadis.. aj masih di bilang salah apalgi sekrang coba anda fikir.. apa lagi skarng.udah jrng ahli hadis..
    Allhuaklam bisouaff

    BalasHapus
  9. Klo memang sesuai qur'an sunnah seharusnya pemahaman warga ldii berbeda2, empat imam madzhab saja berbeda2, ini mah sama semua mengikuti paham kyai madighol, emang ada yg berani menentang, kalian akan dikeuarkan dan dicap murtad, coba difikir daripada mengikuti imam madighol ya lbh baik mengikuti imam madzhab, imam madighol pun pasti belajar dari guru2 beliau yg sanadnya sampai jg ke imam madzhab terus sampai rosululloh. Tp ya sdh lah toh kalian sdh dibai'at di ldii, tp tp kalian coba istikharoh mohon petunjuk apakah ldii sdh benar ato perlu mencari yg lain, tp kunci istikharoh, hatinya harus kosong dan jangan berat sebelah, klo ldii sdh di hati ya istikharoh munculnya ldii lg. Tp ya sdh lah, jalam orang memang berbeda2 mudah2an kita ditakdirkan Alloh menjadi orang yg selamat dunia akhirat. Aamiin

    BalasHapus
  10. Kalo LDII sesat LDII gak bakal bertahan sampai sekarang k

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya Yang bertahan juga sama sesatnya dan bodoh, simpel

      Hapus
    2. Masnya sudah mondok atau ngaji di pondok LDII? Sejauh mana?
      Alasan sesatnya apa?

      Hapus
    3. Sesat sih tidak, Tp ada ajaran2x yang janggal, Klo kita memahami quran hadist dgn cara pemahaman terjemahan, maka salah kaprah...

      Hapus
  11. Klo izin komentar, daripada menyebabkan perdebatan .. mari kita perlurus , yakin lah dengan ajaran masing-masing, boleh rasa akan penasaran dengan ajaran lain.. tapi, kembali lagi ke ajaran Islam ketika kalian lahir.. surga maupun neraka nya Allah SWT, itu sebagaimana atas kehendak Allah SWT, kita manusia tak bisa mengkehendaki apapun, tugas kita hanya menjalankan.. ingat!! Surga ,neraka.. itu kehendak Allah SWT.. saya tak membela LDII, saya mengikuti madzhab nya keempat imam diantara nya imam Syafi'i, cuma.. wahai sesama umat Islam , jangan kita perdebatkan dan mempermasalahkan hal ini..

    BalasHapus
  12. Menurut imam ghozali ada beberapa syarat ijtihad,.
    Diantaranya,
    1. Harus hafal al qur'an tidak sebatas hafal tp harus memahami al qur'an
    2. Hafal kutub sittah beserta ilmu2x memahami hadist karena banyak macam hadist
    3. Ijma,
    4. Qiyas, qiyas juga banyak macem2xnya..
    3. Mampu berfikir rasional.
    Coba baca kita "Almunqidz adholal"

    BalasHapus
  13. Hidup LDII,,,hidup LDII ,,lancar barokah jamaah semua,,tetap dalam menetapi Al-Qur'an dan Al-hadist secara berjamaah,,wes Ojo terpengaruh Karo tonggone sing koyo ngono..lancar barokah.

    BalasHapus