Manquul

“Belajar agama tanpa guru, maka gurunya syetan”

 “Manquulberasal dari bahasa Arab, yaituNaqola-Yanqulu”, yang artinya  pindah”. Maka ilmu yang manquul adalah ilmu yang dipindahkan / transfer dari guru kepada murid. Dengan kata lain, Manqul artinya berguru, yaitu terjadinya pemindahan ilmu dari guru kepada murid. Dasarnya adalah sabda Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam, dalam Hadits Abu Daud, yang artinya: “Kamu sekalian mendengarkan dan didengarkan dari kamu sekalian dan didengar dari orang yang mendengarkan dari kamu sekalian”.

Dalam pelajaran tafsir, “Tafsir Manquul” berarti mentafsirkan suatu ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an lainnya, mentafsirkan ayat Al-Qur’an dengan Al-Hadits, atau mentafsirkan Al-Qur’an dengan fatwa shohabat. Dalam ilmu Al-Hadits, “manquul” berarti belajar Al-Hadits dari guru yang mempunyai isnad (sandaran guru) sampai kepada Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam. Dasarnya adalah ucapan Abdulloh bin Mubarok dalam Muqoddimah Hadits Muslim, yang artinya: “Isnad itu termasuk agama, seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan berkata menurut sekehendaknya sendiri”.


          Dengan mengaji yang benar yakni dengan cara manqul, musnad dan mutashil (persambungan dari guru ke guru berikutnya sampai kepada shohabat dan sampai kepada Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam), maka secepatnya kita dapat menguasai ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan mudah dan benar. Dengan demikian, kita segera dapat mengamalkan apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Al-hadits sebagai pedoman ibadah kita. Dan sudah barang tentu penafsiran Al-Qur’an harus mengikuti apa yang telah ditafsirkan oleh Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana dalil berikut ini, yang tercantum di dalam Hadits Tirmidzi, yang yrtinya: “Tafsir Al-Qur’an dari Rosululillahi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam”.

            Dan sebaliknya, jika kita membaca Al-Qur’an atau menterjemahkannya dengan dasar kepintaran pemikiran kita sendiri tanpa berguru, maka menurut Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam dalam sabdanya di Hadits Abu Daud, artinya: “Barangsiapa berkata dalam kitab Alloh Yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan pendapatnya sendiri lantas benar, maka itu sungguh-sungguh salah”.

            Di dalam Hadits Tirmidzi, Rosulullohi Shollallohu Alaihi Wasallam, bersabda lebih tegas lagi, yang artinya: “Barangsiapa berkata dalam urusan Al-Qur’an dengan tanpa ilmu (hanya berdasar pada pemikirannya sendiri, tanpa ada petunjuk guru sesuai dengan dalil yang benar), maka hendaknya ia bertempat pada tempat duduknya di dalam neraka”.

Na’uudzu Billaahi Min Dzaalik(a).

KETERANGAN RINGKAS TENTANG MANQUL

  1. As-Sama’ Min lafadhz As-Syaikh; Penerimaan hadits atau ilmu dengan cara mendengar langsung dari guru yang mendiktekan dari hafalannya atau catatannya cara seperti ini oleh mayoritas ulama’ dinilai sebagai cara yang paling tinggi kualitasnya.
  2. Al-Qiro’ah ‘Ala As-Syaikh; Murid atau temannya (sesama murid) membacakan hadits atau ilmu yg akan dipelajari di hadapan guru yang menyimak melalui hafalan atau catatannya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh imam Asy-Syafi’i ketikan manqul Kitab Muwatho’ kepada imam Malik, atau imam An-Nasaa’i ketika manquul pada Harits bin Miskin guru yg membencinya. Catatan: Para ulama berbeda pendapat ada yg berpendapat bahwa Al-Qiro’ah lebih tinggi kualitasnya dari pada As-Sama’ akan tetapi yg lebih umum adalah yang berpendapat As-Sama’ adalah yang tertinggi kemudian disusul oleh Al-Qiro’ah. ‘Alaa Kulli Haal, Al-Hamdulillah, di kalangan majlis ta’lim kita, yang dilazimkan adalah dua cara manqul yg terunggul ini.
  3. Al-Ijazah; Guru memberikan izin kepada seseorang (murid) untuk meriwayatkan (menyampaikan) ilmu yg ada pada guru, pemberian izin ini bisa dinyatakan dengan bentuk lisan ataupun tulisan.
  4. Al-Munawalah; Guru menyodorkan kepada muridnya hadis atau ilmu yang ada padanya seraya berkata; “Anda, saya beri ijazah (kewenangan) hadits atau ilmu saya ini.”
  5. Al-Mukatabah; Guru menulis hadits yang diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang (murid) tertentu, yg sa’at penulisan tersebut bisa jadi ada di hadapan guru atau di tempat lain.
  6. Al-I’lam; Guru memberi tahu kepada murid akan adanya hadits atau ilmu yang pernah diterimanya dari gurunya, tanpa disertakan penjelasan secara detailnya.
  7. Al-Wasiyyah; Guru mewasiatkan kitab hadits atau ilmu kepada salah satu muridnya dengan tanpa pernah membacakannya secara langsung kepada murid.
  8. Al-Wijadah; Seseorang yang membaca kitab atau tulisannya orang lain dengan tanpa As-Sama’ atau pun Ijazah. Cara seperti ini oleh para ulama’ dianggap paling lemah kualitasnya bahkan seorang ahli hadits yang bernama Ahmad Muhammad Syakir tidak membolehkan periwayatan dengan cara Al-Wijadah ini, menurutnya bila cara ini dibiarkan terus maka akan terjadi pemindahan riwayat (ilmu) secara dusta. (Ahmad Muhammad Syakir “Al-Bais al-Hasisi Ikhtishar Ulumul Hadits : 141-142).

Manqul yang dianjurkan boleh dipakai, ada lima, yaitu:
  1. As-Sam’u ‘Alaa Asy-Syaikh.
  2. Al-Qiro’ ‘Alaa Asy-Syaikh.
  3. Al-Munawalah.
  4. Al-Ijazah.
  5. Al-Kitabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar