Benarkah Warga LDII Mengamalkan Ajaran Pemimpinnya Secara Konsekwen Betapapun Tidak Masuk Akal?

Tidak Benar. Di dalam Al-Qur’anul Kariim, Surat At-Tiin, No. Surat: 95, Ayat: 4, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Niscaya, sungguh Kami (Alloh) telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk”.

Demikian, karena manusia adalah makhluk Allah yang memang bentuknya paling bagus apabila di bandingkan dengan makhluk-makhluk Allah yang lain, misal binatang. Selain itu manusia juga di beri nafsu dan akal. Sedangkan binatang sudah bentuknya tidak sebagus manusia, binatang hanya di beri nafsu dan tidak di beri akal, contoh saja yaitu sapi sampai kapanpun ia tidak akan pernah memakai celana dan gaya berhubungan badannyapun cenderung monoton, sarang tawon atau sarang burung sampai kapanpun tidak akan berubah bentuk, tapi hanya begitu-begitu saja dari tahun ketahun. Kelebihan manusia terletak pada akalnya. Lihat saja bangunan rumah atau gedung yang senantiasa selalu berubah setiap tahunnya. Maka, apa jadinya kalau manusia tidak dapat menggunakan akalnya atau tidak mau menggunakan akalnya, lalu apa bedanya manusia dengan binatang? Justeru salah satu hal yang menyebabkan manusia masuk neraka adalah karena mereka tidak mau menggunakan akalnya. Lihatlah Al-Qur’an Surat Al-Mulk, No. Surat: 67. Ayat: 10, yang mengungkapkan tentang penyesalan para penghuni neraka:
Yang Artinya: Dan mereka berkata: “Seandainya dulu kita mau mendengarkan dan mau menggunakan akal, pasti kita tidak akan menjadi penghuni neraka Sa’ir seperti ini”.


Di dalam Al-Qur’an pun, tidak kurang dari 13 kali Alloh menyuruh untuk menggunakan akalnya, dengan firman-Nya : “Afalaa Ta’qiluun”, artinya: “Apakah kalian tidak menggunakan akal?”. “La’allakum Ta’qiluun”, artinya: “Agar kalian menggunakan akal“. Maksudnya adalah: “Gunakanlah akal kalian!”. Contohnya: Allah Subhaanahu Wa Ta’alaa dan Rosul Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam telah mewajibkan kepada setiap orang yang akan mengerjakan sholat untuk menutupi aurotnya. Maka akal kita gunakan dan akhirnya kita memutuskan untuk berpakaian yang rapi dan menutupi aurat. Sholat merupakan ibadah wajib, sedangkan pakaian adalah salah satu produk akal manusia. Alloh telah mewajibkan kepada setiap manusia yang mampu untuk berhaji ke Baitulloh di tanah suci Makkah. Bagaimana cara agar kita bisa sampai ke sana dengan waktu yang relatif cepat, aman dan nyaman? Maka kita menggunakan akal kita, akhirnya kita memutuskan untuk naik pesawat terbang saja. Perjalanan haji, sejak dari rumah sudah merupakan melaksanakan agama/ibadah, sedangkan memutuskan untuk naik pesawat terbang adalah hasil ro’yi / mikir dan pesawat terbangnya adalah salah satu produk dari akal manusia. Namun akal itu harus dikendalikan oleh iman. Kalau akal tidak dikendalikan olah iman akibatnya orang akan menggunakan akal untuk menentang Alloh. Misalnya saja Iblis. Ketika diperintah oleh Alloh untuk bersujud kepada Adam, Iblis berkata “ Aku tidak mau sujud kepada Adam, karena saya lebih mulia dibandingkan dengan Adam. Saya diciptakan dari api sedangkan Adam diciptakan hanya dari tanah”. Alasan tersebut menurut Iblis sangat masuk akal. Itulah jadinya jika akal menjadi “panglima” dalam kehidupan ini. Jadi, menggunakan akal untuk tho’at / patuh kepada Alloh itu sudah seharusnya. Yang tidak boleh menggunakan akal itu untuk menentang Alloh dan Rosul-Nya. Jika ada muballigh atau ketua kelompok pengajian yang mengatakan “tidak boleh memakai akal dalam beragama”, itu hanya “slip of tonge” alias keseleo lidah atau salah ucap saja. Mungkin yang dia maksud, adalah dalam menafsirkan Al-Qur’an kita tidak boleh Ro’yi (berdasar hasil pemikiran sendiri tidak mempunyai ilmu tentangnya). Kalau demikian maksudnya maka dia betul, seperti sabda Rosul dalam Hadits Riwayat Imam Tirmidzi:
Yang artinya: “Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri maka hendaklah ia mengambil tempat duduk di neraka”.

Dan di dalam Hadits Abu Daud Juz 3 hal 63-64, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Yang artinya: “Barang siapa yang berkata dalam (urusan) kitab Alloh Yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan ro’yinya (pendapatnya sendiri) lalu benar maka itu sungguh salah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar