LDII

Setelah kita menguji Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan Al-qur’an dan Al-Hadits dan terjun lansung ke pondok-pondok Lembaga Dakwah Islam Indonesia mengikuti penyampaian materi Al-Qur’an dan Al-Hadits kepada santriwan dan santriwatinya, ternyata Lembaga Dakwah Islam Indonesia bukanlah aliran sesat, Islam sesat seperti yang diisukan negatif oleh pihak-pihak yang mengaitkan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan Islam Jama’ah. Dan semua pihak, orang yang merasa pernah memberikan tuduhan ataupun menghembuskan isu-isu negatif tentang Lembaga Dakwah Islam Indonesia kita mengingatkan hendaknya segera bertaubat dan istighfar dengan kesadaran hati karena Allah. Bertaubat itu bukanlah pekerjaan yang hina/rendah.
Dasarnya adalah berturut-turut berikut ini:
Di dalam Al-Qur’an, Surat Adz-Dzaariyaat, No. Surat: 51, Ayat: 55, Allah berfirman:
Yang artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”.

Ingatlah firman Alloh Subhaanahu Wa Ta’alaa dalam Al-Qur’an Surat Al-Buruuj No. Surat: 85 ayat: 10 berikut ini :
Yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memfitnah orang-orang iman laki-laki dan orang-orang iman perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat maka mereka mendapat siksa jahannam dan memperoleh siksa yang membakar”.

Di dalam Al-qur’an, Surat At-Tahriim, No. Surat: 66, Ayat: 8, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang setulusnya)”.

Di dalam Hadits Shohih Bukhori, Rasulullahi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Maka sesungguhnya hamba ketika ia telah mengakui dengan dosanya kemudian ia bertaubat maka Allah menerimanya”.

Di dalam Hadits Sunan Nasa’i Juz 5 hal 80-81, Rasulullahi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:
Yang artinya: “Ada tiga golongan pada hari kiamat kelak Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung tidak memperhatikan mereka; orang yang berani menyakiti pada kedua orang tuanya, dan orang perempuan yang menyerupai orang laki-laki, dan orang yang dayyuts (membiarkan kepada orang yang berbuat salah)”.
Ketahuilah, orang yang pasti tidak nyaman dalam dunia ini, orang yang pasti tidak tenang dalam bernegara, orang yang pasti tidak tentram dalam bermasyarakat, orang yang paling tidak bahagia dalam keluarga, orang yang pasti tidak nikmat dalam bekerja adalah orang yang paling busuk hatinya. Yakinlah semakin kita memenuhi hati dengan kesombongan, semakin hati suka riya’/pamer, penuh kedengkian, kebencian maka akan habis seluruh waktu produktif kita hanya untuk melayani kebusukan niat hati kita. Dan sungguh beruntung dan berbahagia bagi kita yang memiliki hati yang jernih, bersih, lapang, lurus karena suasana hidup ini tergantung bagaimana suasana hati. Di dalam penjara bagi kita yang berhati lapang tidak akan menjadi masalah. Sebaliknya, jika kita hidup di dalam rumah yang lapang selapang lapangan pesawat terbang tetapi hati dan pikiran kita sempit, pasti akan banyak masalah.
Salah satu yang harus kita lakukan agar hati kita tetap bening adalah kemampuan kita dalam menyikapi ketika orang lain berbuat salah. Karena, kepala negara bisa berbuat salah, ulama’ bisa berbuat salah, umaro ijtihadnya bisa salah, atasan kita di kantor ada peluang salah, teman sekantor kita sangat mungkin melakukan perbuatan yang salah atas kita, tetangga, kedua orang tua kita, isteri-isteri dan anak-anak kitapun demikian sebabnya adalah mereka itu bukan malaikat. Sebenarnya yang menjadi masalah adalah bukan hanya kesalahannya, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara kita menyikapi kesalahan orang, golongan, agama lain.
Sebenarnya sangat sederhana sekali resep dan tekhniknya, yaitu tanyakan kepada diri kita sendiri, apa sih yang paling diharapkan dari sikap orang lain pada diri kita ketika kita yang berbuat salah?! Pasti kita sangat menharapkan agar orang lain tidak marah kepada kita. Kita berharap agar orang lain mau memberitahu kesalahan kita dengan cara-cara yang bijaksana, nada, irama dan suara yang enak didengar, kata-kata yang diucapkan tidak menyakitkan hati, sikap yang sopan santun. Pasti kita tidak ingin orang lain marah besar bahkan mempermalukan kita di depan umum, media cetak, elektronik. Kalaupun sampai hukuman dijatuhkan kita ingin agar hukuman yang dijatuhkan itu adil dan dengan penuh etika. Kita ingin diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, ingin diberi semangat agar bisa berubah lebih baik lagi. Jika betul semua keinginan tersebut ada pada diri kita, mengapa ketika orang, golongan, agama lain yang berbuat salah, malah kita caci maki, hina, vonis, marahi, dan tidak jarang malah mendhzoliminya.
IKHWAN muslimin, seharusnya ketika ada orang, golongan, umat beragama lain yang berbuat salah, apalagi posisi kita sebagai seoarang pemimpin suatu pemerintahan negara, organisasi kemasyarakatan, organisasi Islam, lembaga dakwah, lembaga bantuan hukum maka yang harus kita lakukan adalah sabar berpangkat tiga, sabar,sabar,sabar. Artinya kalau kita menjadi pemimpin dalam skala apapun kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa? Karena yang dipimpin kwalitas pribadinya belum tentu sesuai dengan yang memimpin. Maka, seorang pemimpin yang tidak siap dikecewakan ia tidak akan siap memimpin, kerjanya hanya akan marah, kesal, emosi, menyalahkan orang lain.
Oleh karena itu kalau ada orang, golongan, agama lain melakukan kesalahan, siapkan sikap dan mental kita. Pertama, kita harus bertanya terlebih dahulu apakah yang berbuat salah itu, tahu apa tidak kalau dirinya telah berbuat kesalahan? Karena ada orang, golongan, agama yang melakukan kesalahan tetapi tidak menyadari apa yang telah dilakukannya itu suatu kesalahan atau bukan, itulah yang disebut di dalam agama Islam masih jahiliyah, harap maklum. Contoh yang sederhana, ada seorang wanita dari kamso (kampungan lagi ndesso, katro) yang dibawa ke kota Jakarta untuk bekerja sebagai tenaga amal sholeh (pembantu rumah tangga) di rumahnya orang Islam yang kaya raya. Ketika hari-hari pertama bekerja dia samasekali tidak merasa bersalah pada saat semua pakaian untuk sholat majikannya ia masukkan kedalam Toilet lalu ia isi air, ia tutup toilet itu kemudian ia cuci beberapa saat kemudian, mengapa? Karena di kampungnya tidak ada toilet seperti itu, yang ada hanya kakus jumbleng. Setelah beberapa hari kemudian ia baru ditanya oleh majikannya bagaimana cara kamu mencuci dan mensucikan pakaian sholat tersebut? Kata pembantunya “Saya masukkan kemesin cuci kecil itu, lalu saya rendam dahulu baru kemudian saya cuci”. Majikannya berkata “Waduuh, bagaimana to kamu ini, kok tidak mau bertanya dahulu, itu kan toilet untuk membuang hajat, ya najis semua pakaian saya!
Tata nilai yang berbeda membuat pandangan akan suatu kesalahan pun berbeda. Jadi kalau ada orang, golongan, agama yang dianggap berbuat salah, akan lebih baik ditanya terlebih dahulu, ia tahu atau tidak bahwa yang dilakukannya itu suatu kesalahan. Apalagi dalam hal agama, ketika kita menjumpai orang/golongan lain mengerjakan sesuatu yang kita anggap beda dengan kita, jangan cepat memvonis, mencap sesat, kafir dan melakukan tindakan anarkis, perusakan dll. Sebaiknya kita tanyakan terlebih dahulu kepada fakarnya. Di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat 43, Alloh telah memperingatkan, yang berbunyi:
Yang artinya: “Maka bertanyalah kepada ahli peringatan (orang yang mempunyai pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui”.

Kedua, kalau dia belum mengetahui kesalahannya maka kita harus meberinya tahu, bukan malah memarahi, memaki, mendhzoliminya. Coba kita pikir, bagaimana mungkin kita akan memarahi orang yang tidak mengetahui bahwa amalannya salah, agamanya sesat, namanya juga masih jahiliyah belum memiliki ilmu tentang amalan yang benar, belum mendapatkan petunjuk yang benar. Seperti halnya, bagaimana mungkin kita akan memarahi anak kecil yang belum bisa berpikir dewasa, pagi hari keluar rumah dengan telanjang, hidung ingusan, mata belekan, bau ompol, namanya juga anak kecil belum nalar, tapi tidak juga kita biarkan saja. Perlu cara yang arif dan bijak, penuh kasih sayang. Jika perlu di rayu, ya dirayu. Jika perlu dibujuk, ya dibujuk sampai mau kembali ke rumah, mandi dan bepakaian rapi.
Perbuatan yang paling mulia adalah membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya, dengan cara dituturi, dinasehati, diajak mengaji langsung sama-sama membuka Al-Qur’an dan Haditsnya, ini lebih dapat menyelesaikan masalah ketimbang mencaci, memaki, menghina, merusak, mempermalukan di depan umum melalui media cetak, elektronik, menebarkan isu-isu negatif, kejelekan, apalagi dengan ditambah-tambahi, malah menjadi fitnah, bagaimana ini? Lalu Islam dan Iman kita kemana terbangnya? Merasa atau tidak, manusia itu tempatnya lupa dan salah, ada kelebihan dan ada juga kekurangannya, tidak ada yang sempurna, yang Maha Sempurna hanya Allah Subhaanallahu Wa Ta’alaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar