Muslim dalam Memahami dan Menyikapi Poligami

Agama Islam selain mengatur tata-cara beribadah yang benar, mulai dari membersihkan dan mensucikan najis, membersihkan darah selesai haid, nifas, istihadhoh, hukum haid, nifas, istihadhoh, berwudhu, bertayammum, mandi junub, musholla, masjid, adzan, sholat, zakat, puasa, umroh, haji, i’tikaf di masjid, dzikir, do’a, ta’ziyah dan lain-lain. Juga mengatur tentang peraturan berumah tangga (nidhomul usroh) meliputi; hukum nikah, tholak (perpisahan sementara / selamanya), ruju’ (kembali kepada isteri), iddah (menunggu jatuh tempo), sifah (perzinahan), sumpah dhzihar, sumpah li’an, sumpah ila’ dan lain-lain. Termasuk juga tentang bolehnya berpoligami (beristeri lebih dari satu orang).


  • Bagi muslim walmuslimah tidak mempunyai pilihan, kecuali ia harus percaya dan yakin dengan adanya qodar (takdir/ketentuan) dari Alloh Ta'alaa, seperti halnya kita yakin bahwa Alloh Ta'alaa jualah yang telah mentakdirkan seseorang menikah untuk yang pertama, kedua, ketiga, keempat, dan atau untuk mentholaaq satu, dua, tiga, dan atau merujuk isteri yang telah dijatuhi tholaaq. Begitu juga, seseorang menjadi orang kaya, fakir, miskin. Semua itu bisa sampai terjadi, semata-mata karena urusan Alloh Ta'alaa. Alloh Ta'alaa hendak membuktikan, bahwa Dia melaksakan sesuatu yang sudah menjadi kehendak-Nya. Sebagaimana potongan firman Alloh Ta'alaa dalam Al-Qur'an, Surat At-Tholaaq, No. Surat: 65, Ayat: 3, yang artinya: "Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Alloh telah mengadakan takdir/ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu".

  • Muslim walmuslimah hendaknya merasa yakin yang sebenar-benarnya, bahwa yang namanya garis qodar itu ada kalanya tentang hal baik atau buruk dan bisa menjadi baik (menyebabkan mendapat pahala), juga bisa menjadi buruk (menyebabkan mendapat dosa). Semua itu tergantung dari cara bagaimana menyikapi qodar/takdir tersebut, bukan karena qodar/takdirnya. Jadi, qodar atau takdir yang disikapi dengan benar, maka akan membawa seseorang yang menyikapinya dengan baik dan benar itu untuk mendapatkan pahala sehingga kelak pada hari pembalasan ia akan mendapatkan ganjaran masuk surga. Nach, itulah yang disebut dengan ia sedang menjalani qodar baik atau telah diqodar baik. Dan sebaliknya, Qodar yang disikapi dengan tidak baik dan tidak benar, maka akan membawa seseorang yang menyikapinya dengan tidak baik dan tidak benar mendapatkan dosa dan selama hidupnya ia tidak pernah mentaubatinya sehingga kelak pada hari pembalasan ia akan mendapatkan ganjaran masuk neraka. Itulah yang disebut dengan ia sedang menjalani qodar buruk atau telah diqodar jelek. Berarti, qodar poligami dan qodar menjadi orang kaya, dua-duanya mempunyai potensi yang sama dalam menentukan seseorang mendapat pahala atau dosa, masuk surga atau pun neraka.

  • Muslim walmuslimah hendaknya merasa yakin yang sebenar-benarnya, bahwa mereka tidak dapat merubah qodar, kecuali dengan berdo'a dan yakin bahwa kalau seseorang yang tidak bisa menerima serta tidak menyadari sesuatu yang telah terjadi pada dirinya adalah sudah qodar dari Alloh Ta'alaa, dan tidak bisa menyikapinya dengan baik dan benar karena Alloh Ta'alaa, maka ia akan merasakan kehidupan yang sulit dan sempit. Coba perhatikan firman Alloh Ta'alaa dalam Al-Qur'an, Surat Thoohaa, No. Surat: 20, Ayat: 124, yang artinya: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya ma’isyah (penghidupan) yang sempit”.

  • Permasalahan dalam poligami yang telah dicontohkan oleh orang-orang tertentu yang kontra poligami menunjukkan suatu ilustrasi tentang sikap dan persepsi negatif masyarakat umum tentang poligami sehingga poligami makin tidak diterima di kalangan masyarakat umum itu sama sekali tidak disebabkan oleh buruknya qodar poligami, akan tetapi di karenakan oleh salah persepsi dan salah menyikapi terhadap qodar poligami dari para pelaku poligami dan ditambah dengan sikap yang tidak baik orang-orang lain di sekitar mereka yang mempunyai paradigma poligami yang tidak benar.

  • Jika ada seorang isteri yang takut, tidak mau atau tidak senang dipoligami, adalah hal yang lumrah dan wajar, kemudian mengadu kepada Alloh dalam do'a 'agar tidak dimadu', adalah cara yang biasa dan itu tidak dilarang Alloh Ta'alaa, Rosulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam. Kemudian si istri ini meninindaklanjuti do'anya itu dengan berbuat amal sholih/kebajikan, yakni membantu meringankan beban para janda dan atau gadis lanjut usia yang memang sangat membutuhkan uluran tangan, maka insyaa Alloh dengan demikian akan lebih melancarkan terijabahnya do'a yang dimaksudkan.

  • Bagi suami-suami yang memang sudah merasa mampu dan berkeinginan keras berpoligami, hendaknya segera memasang niat yang kuat yaitu niati berpoligami semata-mata hanya karena Alloh Ta'alaa, yakni untuk menjaga agama, menjaga diri dari kemaksiatan dan pelanggaran dan untuk mencari keridhoan Alloh Ta'alaa, pangkat, derajat yang tinggi di surga. Janganlah hanya karena terdorong oleh fantasi seksual, dan jangan pula karena hanya ingin mencoba-coba alias icip-icip, dan jangan pula karena pelarian dari ketidak-harmonisan keluarga yang telah ada. Upayakan untuk tidak menggunakan jalur poligami tertutup, akan lebih mudah mengatasi permasalahan yang kemungkinan terjadi di kemudian hari apabila niat dan pelaksanaan poligami sudah terbuka dari awal. Karena poligami dengan melewati jalur tertutup seringkali sangat menyulitkan pemecahan masalah dan wanitalah yang paling banyak dirugikan, kalau sudah mempunyai anak, bila terjadi perceraian, maka anak seringkali tidak mendapatkan jaminan kesehatan, kesejahteraan dan pendidikan dari mantan suaminya. Kalau sampai itu terjadi, maka akan semakin menambah daftar panjang orang sengsara dan menderita.

Dalam poligami, tidak ada istilah 'selera rendah, nafsu rendah, apalagi kucing garong' yang terlibat di sini. Tetapi ini justru ujian bagi kaum suami untuk mengatakan yang sebenarnya kepada publik: Bahwa Nabi Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam menikahi isteri-isterinya itu tidak melalui jalur tertutup, “Kalau saja Nabi Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam suka menyembunyikan sesuatu dari apa yang diwahyukan kepadanya, beliau pasti akan menyembunyikan ayat 'poligami' ini”. Ternyata beliau tidak pernah menyembunyikan ayat 'poligami' tersebut.

  • Poligami adalah masalah yang sangat sensitif di dalam kehidupan berumah tangga, banyak contoh keluarga yang berpoligami (wayuh) malah menjadi berantakan karena para pelakunya tidak/kurang memahami bagaimana berpoligami yang baik dan benar secara Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sehingga poligami sering diidentikkan dengan kerusakan, pelecehan, dan penghinaan, ketidaksetiaan kepada pihak wanita (isteri) yang sering menimbulkan persangkaan buruk (su’udhzon/berfikir negatif), kebencian bahkan antipati dengan poligami, dan lain-lain.

Image (anggapan) poligami yang demikian, di tambah dengan adanya informasi miring tentang poligami, diperkuat dengan naluri dan perasaan kewanitaan yang tidak mau diduakan, ditigakan, apalagi diempatkan. Ini telah menimbulkan sikap dan prilaku apriori dan penolakan terhadap poligami. Lebih jauh lagi ada sementara kaum muslimin walmuslimah yang belum berpoligami ikut menyebarkan kebencian, ikut mengompori, memprovokasi, mengerasani /menggunjingkan  bahwa poligami itu sama dengan mencari masalah (bahasa Jawa: ibarat kutuk marani sunduk, ulo marani gebuk) tidak lain hanyalah kejelekan saja.

Tapi, yakinlah bahwa image yang demikian negatifnya terhadap poligami tidaklah mampu merubah ataupun menghentikan kehendak Alloh Ta'alaa untuk membuktikan apa yang sudah difirmankan-Nya dalam Al-Qur’an itu adalah haq/benar, boleh diamalkan, maka suatu saat Insya Alloh, kaum perempuan dapat menerima poligami ini dengan ikhlas, karena Alloh Ta'alaa. Dengan demikian poligami tidak lagi dilakukan dengan bersembunyi-sembunyi. Bahkan orang perempuan yang suaminya tidak berpoligami merasa rendah, hina, tidak setia kawan, egois dan terisolir dari lingkungannya yang mayoritas teman/sahabatnya sudah dipoligami sehingga ia menawarkan kepada suaminya agar berkenan berpoligami. Namun sayang, suaminya malah takut yaitu takut tidak bisa berbuat adil.

  • Menikah, baik untuk yang pertama, kedua, ketiga, keempat adalah merupakan satu potensi besar untuk memperoleh pahala yang besar. Akan tetapi besarnya pahala akan selalu diikuti oleh cobaan yang besar pula, dan Iblis pun akan selalu berusaha menghalang-halangi jalan pahala yang besar tersebut sehingga pahala yang besar itupun hanya dapat diraih apabila pelakunya bisa tetap tabah, tegar, sabar dan bertawakkal kepada Alloh Ta'alaa dalam menghadapi dan menjalani cobaan yang sedang menimpanya, dan tidak terpancing oleh godaan dan rayuan Iblis yang akan menyesatkannya, dan hendaknya dalam menghadapi godaan seperti itu, caranya teruskan beribadah yang murni dan karena Alloh Ta'alaa. Inyaa Alloh tidak akan mampu digoda oleh Iblis. Sebagaimana firman Alloh Ta'alaa dalam Al-Qur'an, Surat Al-Hijr, No. Surat: 15, Ayat: 49-40, yang artinya: "Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis/memurnikan [ialah orang-orang yang telah diberi taufiq hidayah untuk menta'ati segala petunjuk dan perintah Alloh Ta'alaa] di antara mereka".

Dalam kaitan nilai-nilai dan norma masyarakat kita yang masih menempatkan perbincangan tentang poligami dalam wilayah yang masih kelabu. Maka artikel ini hadir sebagai komplementer atau pelengkap dalam hal menyajikan formula cantik bagi kaum muslimin walmuslimah pecinta sunnatulloh wasunnatu Rosululloh.

  • Tujuan saya dokumenkan artikel ini bukan untuk memaksa saudara kaum muslimin walmuslimah untuk melaksanakan poligami, akan tetapi yang utama dan yang pertama adalah untuk menjawab sebagian pertanyaan tentang pro dan kontra tentang poligami. Agar para kaum muslimin walmuslimah mengetahui dan memahami serta menyadari bahwa poligami itu ada hukumnya (telah direkomendasikan) di dalam Al-qur’an dan Al-Hadits, dan supaya kita bisa mempersepsikan poligami itu dengan benar sesuai dengan yang dikehendaki oleh Alloh Ta'alaa dan yang sudah dicontohkan oleh Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar