Fenomena Lilin

Dalam kegelapan, mati lampu, kita sering menggunakan lilin sebagai penerang. Benda lunak berwarna putih itu berjasa memberikan cahaya penerang sehingga kita bisa beraktivitas. Namun pernahkah kita perhatikan apa yang terjadi dengan lilin itu? Lihatlah ketika kita menyalakan korek dan mulai membakar sumbunya. Api menjalar dari sumbu, dan secara pelan tapi pasti batang lilin itu meleleh – hancur lebur – seiring dengan nyala api menerangi segala penjuru ruang. Ketika batang lilin habis, api pun padam. Tak ada bekas, hanya gumpalan2 putih tak beraturan. Lilin itu memberikan manfaat kepada kita, namun dia menghancurkan diri sendiri sebagai taruhannya. Menyedihkan bukan? Walaupun lagu lilin-lilin kecil-nya Chrisye memenangkan berbagai lomba, toh pada realitanya lilin adalah sebuah fenomena yang acap kita jumpai dalam kehidupan ini. Lagi berbahaya.
Ingat dayust? Ingatkah kita tentang muflis? Atau masih ingatkah kita tentang almannanu? Itulah contoh-contoh dalam hadist yang tergolong sebagai fenomena lilin. Banyak orang beramal sholeh, banyak orang berbuat kebaikan, namun tidak terasa telah menghancurkan diri sendiri. Tidak terasa menghapus pahala baiknya. Alhasil nol. Bahkan diancam masuk ke neraka.

Jadi ketika kita memulai sesuatu, berupa kebaikan atau amal sholih yang lain, mulailah dari diri sendiri. Sempurnakan diri kita lahir dan batin. Hiasilah dengan budi pekerti yang luhur – akhlaqul karimah, kemudian semaikan kepada keluarga kita. Keluarga dekat kita. Ingatlah selalu quu anfusakum wa-ahlikum naro. Orang sunda bilang ajaklah batur sakasur, lajeng salembur, terus sa sumur. Jadi jangan lirwa-kan keluarga dalam beramar-ma’ruf. Jangan lupakan pembinaan anak-anak kita melebihi anak-anak orang lain. Jangan lupakan istri kita – keluarga dekat maupun jauh sebelum melangkah lebih jauh. Jangan kita bisa memberi nur – cahaya kepada orang lain tetapi keluarga kita tidak teramut alias amburadul. Seperti yang dikatakan dalam hadist sebagai dayust – mbuh ora weruh.
Juga kita jangan sampai muflis – alias bangkrut. Dimana kita telah punya banyak pundi2 amal menurut ukuran dunia – tetapi kita tidak bisa menjaga amal jelek kita. Akhirnya di akhirat amal baik kita habis untuk menebus amal jelek kita. Kita sholat, puasa, zakat, haji, membela dll, tapi kita juga mendholimi orang lain, kita ngrasani saudara kita, kita menjelekkan dulur sendiri dan perbuatan2 lain yang merusak amal kita. Atau kita bersedekah dan banyak, tapi kita tidak bisa menjaga lisan dan mulut kita untuk tidak undat2. Inilah fenomena lilin; berbuat baik, tetapi juga merusaknya sendiri. Setiap bulan kita selalu diingatkan, sebagai menu pokok yang disajikan bulanan oleh pengurus, agar terhindar dari fenomena lilin ini. Jangan sampai salah niat, mal praktik dan menebar kejelekan tidak terasa. Pengurus selalu mengingatkan bahwa keberhasilan kita tergantung pada kesiapan diri kita masing2. Melihat contoh kasus2 di atas, kita mafhum, bahwa mulut adalah sumber api itu. Tidak mau nasehat akhirnya dayust berpangkal dari lisan. Muflis juga banyak disebabkan olehnya. Demikian juga dengan sodaqoh. Jika kita tidak berhati2 karenanya, maka tak ayal lagi mulut akan membakar diri kita seperti lilin yang sebenar2nya. Nabi bersabda, kebanyakan sesuatu yang memasukkan orang ke neraka adalah fami wa farji atawa mulut/lisan dan kemaluan. Maka, janganlah menjadi lilin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar