Tombo Ati

 Lirik lagu itu kira-kira begini (sebab ada beberapa versi menurut dialek masing2 daerah) :
Tombo ati iku lima ing wernane, moco quran angen – angen sak maknane/Kaping pindo sholat sunah lakonono/Kaping telu wong kang sholeh kumpulono/Kaping papat kudu wani weteng luwe/ Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe/ Salah suwiji sopo biso hanglakoni/ Insya Allah – Allah ta’ala nyembadani.
Obat hati itu ada lima/(pertama) membaca Quran serta menghayati maknanya/Kedua mengerjakan sholat sunah/Ketiga bergaul dan berkumpul dengan orang sholeh/Keempat berani menahan lapar (puasa sunah)/Kelima dzikir malam yang lama/Barang siapa yang bisa menjalankan salah satunya/ Insya Allah – Allah yang maha tinggi akan mengabulkan segala permintaan kita.
Kami tidak bermaksud mengajak anda menghafal lagu ini tentunya, namun kami ingin mengambil manfaat dari apa yang sering kita dengar. Lagu ini tidak diketahui siapa penciptanya – namun kandungan hikmahnya tidak bisa kita sangkal begitu saja. Sebab apa yang disampaikan benar adanya. Mungkin penciptanya adalah seorang yang berilmu tinggi (ulama) sehingga bisa merangkai sedemikian rupa – sederhana, mudah dicerna, mudah diingat dan berirama. Ada yang bilang ini salah satu produk wali songo. Tapi itu tidak penting, yang penting adalah mari kita ambil kalimat hikmah itu menjadi bagian hidup kita.

Di sini kami akan menunjukkan dalil-dalil yang mendasari untaian lirik tersebut – dari Quran dan hadist. Kita sudah faham apa itu islam, iman dan ihsan, sudah melaksanakan 4 tali keimanan, maka akan lebih lengkap jika kita mampu menjaga hati kita dengan 5 obat hati di atas. Hati adalah tempatnya keimanan – jika baik hati kita, maka baik seluruh tubuh kita dan amalan kita. Sebaliknya jika jelek hati kita, maka jelek pula tubuh kita sehingga menghasilkan perbuatan-perbuatan yang jelek sebagai akibatnya.
Pembaca yang budiaman, barangkali kita mengikat hati kita (dengan 4 tali keimanan) terlalu ketat sehingga terluka, maka inilah (mungkin) obat penawarnya. Padahal kita juga tahu, bahwa sebenarnya tidak ada yang baru dengan tembang tersebut. Namun, dalam hidup ini terkadang kita perlu sesuatu yang bersifat baru, walupun dari barang lama – daur ulang. Setidaknya sekedar idiom – istilah atau apalah – yang bisa menggugah lagi semangat kita dalam beribadah. Khususnya dalam menjaga hati, maka ingatlah tombo ati iku limo ing wernane.


Lagu tombo ati jarang dinyanyikan dengan ugal-ugalan. Biasanya dilantunkan dengan penuh penghayatan – sambil melek merem – melek merem penuh penghayatan. Walaupun Inul sekalipun yang melantunkan, dijamin tidak akan ada goyang ngebornya. Lagu ini seperti punya karisma tersendiri sebab muatan isinya – yang agung dan suci.
Disebutkan bahwa obat hati yang pertama adalah moco quran angen-angen sakmaknane – membaca quran beserta menghayati maknanya. Dalam suatu hadist, Rasulullah SAW pernah bersabda; Sesungguhnya hati itu berkarat (sebagaimana berkaratnya besi). Kemudian dikatakan; ”Bagaimana cara membersihkannya ya Rasul?” Rasul menjawab; ’Dengan memperbanyak Laa ilaaha illallah dan membaca quran.’
Bagi kita yang sering membaca al-quran, tapi diakui atau tidak, kita jarang sekali menghayati maknanya ayat per ayat. Apalagi kalau speed membacanya cepat, banyak makna yang tertinggal atau ketinggalan. Makna yang terkandung dalam ayat yang dibaca acap terlewat begitu saja. Kecuali, mungkin – ayat yang sudah sering kita hafal benar artinya seperti dalil-dalil populer, pasti baru ngeh. Jadi ada hambatan psikologis, mengenai pemahaman makna ketika kita sedang membaca. Apalagi yang bahasa arabnya kurang bagus – bukan ustadz atau ulama maksudnya – insya allah punya kendala yang besar untuk memahami apalagi sambil membaca. Padahal kata para ulama salaf – yang ada dalam gandangannya (syair) dikatakan bahwa sebaik-baik teman duduk adalah quran, dimana ceritanya tidak membosankan dan kalau mengulang-ngulangnya akan semakin bertambah dan terasa keindahannya.
Ketika kita membaca quran semua panca indera terpusat menjadi satu. Mata melihat deretan hurufnya, telinga mendengarkan suara yang kita dendangkan, pikiran terpusat ke makna ayatnya. Sedangkan kulit kita merasakan getaran suasananya. Syahdu. Dan hati kita terkonsentrasi – terinduksi oleh kesadaran indera kita sehingga sejuk – tenang – damai – khusyu pembawaannya sebab diliputi rohmat adanya. Ditambah lagi, bahwa ketika kita sedang membaca quran laksana kita berbincang langsung dengan Allah. Hal ini menyambungkan sifat rahim yang ada di kita pada rahimnya Allah. Penuh kasih – penuh cinta yang akhirnya terpancar pada kepribadian kita. Oleh karena itu, kenapa orang yang faqih tidak bosan-bosannya untuk membaca quran dan menemukan betapa indahnya syair dan kandungan ceritanya. Terkadang pula menangis dibuainya. Sebab hati menjadi tenang – sejuk dan damai karenanya. Berlama-lama akan semakin suka. Berlama-lama semakin aduhai.

Bagaimana kalau kita tidak menemukan itu ketika membaca quran? Berarti belum menemukan blessing in quran. Dan banyak faktor yang mempengaruhinya. Yang jelas kalau saat ini kita telah melakukan rutinitas membaca quran, berarti tinggal selangkah lagi untuk menemukan blessing itu. Selangkah lagi untuk menemukan rahasia hati – mengobati hati. Mengelola naik-turunnya iman yang termuat didalamnya. Teruslah mencoba. Dan teruslah membaca.



Kaping pindo sholat sunah lakonono. Terbayang bukan bagaimana syahdunya instrumen musik yang dibawakan Kyai Kanjeng, ketika mengiringi lirik lagu ini. Gabungan gamelan dan intrumen modern melebur jadi satu dengan sentuhan apik versi Djadug Ferianto – yang anaknya Bagong Kussudiarto – saudaranya Butet itu. Ternyata lebih apik lagi, ketika kita bisa melaksanakan lirik lagu tersebut. Yaitu menjalankan sholat2 sunah. Bisa di waktu siang maupun malam, terutama sholatul lail.
Dalam quran Surat Al-Baqoroh ayat 153 diterangkan; Wahai orang-orang yang beriman minta tolonglah kalian kepada Allah dengan shobar dan sholat. Maksud kata sholat di sini, merujuk pada keterangan para mufassirin adalah melaksanakan sholat-sholat sunah. Dan sholat sunah itu banyak macamnya. Ada sholat sunah rowatib yaitu sholat sunah sebelum dan atau sesudah sholat wajib. Ada sholat dhuha, mulai 2 rekaat sampai 12 rekaat – yang dua-dua atau empat-empat. Ada sholat tasbih, sholat hajat, sholat istikhoroh dan sholat tahajud. Lainnya masih ada sholat syukur wudhu yaitu 2 rekaat setelah wudhu, ada tahiyyatal masjid, sholat taubat dan lain – lainnya. Begitu banyak jenis dan macamnya, tinggal kita memilih mana yang kita suka dan bisa.
Kalau sholat wajibnya tertib (awal waktu), besar kemungkinan orang tersebut dapat melakukan sholat sunah rowatib. Berbeda dengan orang yang sholat wajibnya mepet-mepet. Untuk sholat wajib saja harus berkejaran dengan waktu, otomatis tidak ada waktu tersisa buat sholat sunah.
Sholat sunah mempunyai arti penting sebab fungsinya sebagai suplemen sholat wajib kita: menambal apa-apa yang kurang dan melengkapi sesuatu yang bolong-bolong. Berarti semakin banyak melakukan sholat sunah semakin banyak waktu untuk berbisik-bisik menghadap Allah. Barangkali perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan situasi ini adalah makan! Ada menu pokok dan ada menu pendamping, dimana semuanya membuat selera kita menjadi tinggi, hati senang dan bahagia. Tinggal pilih dan tinggal melaksanakan.
Kembali ke masalah asal, sholat sunah sebagai tombo ati, perlu racikan tertentu agar tak luntur ditelan waktu dan tak hilang diambil kesibukan. Yang pertama perlu disesuaikan adalah kecocokan waktu dan kemauan diri kita untuk melakukan itu. Sebab kendala utama adalah males. Mungkin hanya di bulan puasa saja kita agak tertib sholat sunahnya, tapi sesudahnya seperti disapu angin. 

Kedua adalah prioritas – mana dan kapan kita tekadkan untuk melaksanakan. Ketiga adalah mengingat kefadholannya. Sholat sunnah banyak yang memiliki kefadhilahan. Seperti disebutkan bahwa sholat sunnah 2 rekaat sebelum shubuh itu lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Dua rekaat sholat dhuha seperti menshodaqohi tiap-tiap sendi dalam tubuh kita. Yang bisa melaksanakan sholat dhuha 4 rekaat akan dicukupi Allah di hari itu. Dan masih banyak lagi yang lain. Dan yang pol adalah sholat malam. Allah berfirman;”Dan pada sebahagian malam bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”(Q.S. Al-Isro : 79) Oleh karena itu, jangan tunda dan tunggu-tungu lagi untuk memulai, keburu terluka hati kita dan susah untuk diobati.



Dalam hadist Bukhory disebutkan ar-ruuhu junnudun mujannadah.Ruh itu kelompok (berbala) yang mengelompok atau teman yang ditemankan. Spirit inilah yang diusung untuk menorehkan bait lirik syair tombo ati yang ketiga – Kaping telu wong kang sholeh kumpulono. Kalau kita berkumpul dengan orang-orang baik, maka kita akan diselimuti aura baik pula. Orang baik itu seperti penjual minyak wangi – kata Nabi. Jadi orang baik itu akan menyemprotkan wangi-wangiannya ke sekelilingnya. Jadi sekitarnya akan menjadi wangi karenanya. Oleh karena itu dekat-dekatlah kita kepada penjual minyak wangi sebab kalaupun toh tidak mampu membeli kita akan memperoleh bau wanginya – itulah dawuh Nabi.

Kita sering melihat klub-klub berdiri, bahkan banyak - berseliweran di sekitar kita. Yang suka HD (Harley Davidson) bikin HDCI club. Yang punya susuki satria bikin Jakarta Satria Club. Ada klub olah raga, klub motor, klub sepeda mirip motor, klub remaja, milist group, dll. Itu semua menunjukkan sifat esensial manusia, yaitu berkumpul dalam kesamaan dan keseragaman seperti sesama jenisnya, tujuan atau kepunyaan. Karena semangat kodrati bahwa ruh itu mencari teman yang sejenis. Dampak dari inilah, maka dianjurkan untuk berkumpul dengan orang baik dalam rangka menjaga hati kita untuk tetap menjadi baik. Kita akan malu berbuat jelek ditengah orang yang baik. Kita sungkan bicara jorok di tengah perkumpulan orang alim. Kita takut berbuat nista di tengah orang baik. Kita terdiam – tepekur – untuk menginduksi sekitar kita. Kita ternganga menginspirasi kebaikan yang ada di depan kita. Kemudian meresapi dan menyerapnya. Selanjutnya kita akan meniru tindakan baik orang di sekitar kita.

Nabi bersabda, agama seseorang itu tergatung teman sepergaulannya, maka melihatlah engkau pada siapa berteman?Teman yang baik adalah teman yang setia di kala susah dan senang. Dan hati yang baik adalah hati yang mampu beradaptasi dengan situasi apapun. Oleh karena itu segeralah melatih hati kita untuk berkumpul dengan orang-orang baik, pergaulan yang baik dan media yang baik. Sebab untuk menjadi jelek itu lebih gambang dari pada menjadi baik. Sesuai kata pepatah; sebab nila setitik rusak susu sebelanga.

Untuk berkumpul perlu media – perlu wadah. Nah kita telah mempunyai semua itu. Tinggal kemampuan dan kemauan kita untuk memilah dan memilih dalam wadah yang sesuai dengan karakteristik dan interest kita. Yang pengin wayuh (poligami), ya segeralah bergabung dengan group wayuh. Jangan bergabung dengan oposan wayuh, nanti malah jit-jiten. Namun yang terpenting dari itu semua adalah isilah hati dengan kata mutiara – kalimat hikmah. Dijamin akan berkualitas dan moncer, sehingga bisa menghilangkan sakit-sakit dan borok – noktah yang dikatakan sebagai ron dalam quran. Sehingga hatinya bisa nyegoro, luas tanpa batas. Bisa menampung serta menyaring semua aspirasi, mengimplementasikannya dengan kualitas kepribadiannya yang agung dan berwibawa. Sebab hati kita tidak sakit lagi.

Seperti irama langgam yang mengiringi sebuah nyanyian. Dia akan terus berbunyi sampai detik akhir lirik dinyanyikan, bahkan lebih. Begitulah hasil budi baik kita, yang akan terus dikenang walau kita sudah meninggal. Percayalah!



Sering saya bersiul, rengeng – rengeng boso jawane, melantunkan lagu ini. Ada sesuatu yang unik ketika sampai pada syair : Kaping papat kudu wani weteng luwe. Hati saya sumendal. Sebab jarang, bahkan tak pernah kita merasakan lapar yang sesungguhnya. Bahkan kita sering mengisi perut kita yang masih berisi – belum lapar. Padahal obat hati yang keempat adalah berani berlapar2 untuk menyegarkan hati kita.

Maksud syair ini adalah berpuasa, terutama puasa sunah tentunya selain puasa romadhon. Selain berpahala, berpuasa itu melatih hati kita – diri kita, melepaskan keterikatan – belenggu pada hal-hal yang bersifat duniawi. Kita menahan diri dari minum, menahan diri dari makan dan menahan diri dari bertindak pada hal-hal yang bodoh. Ini adalah latihan jasmani yang merupakan cara sinkronisasi – bagaimana kita bisa menyerasikan hati dan perbuatan kita. Bagaimana hati kita merasakan apa yang diderita oleh jasmani kita. Bahkan lebih jauh lagi untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain di sekitar kita. Ini adalah pendidikan Almu’minu kal jasadil wahid – orang iman itu seperti jasad yang satu. Tak ada latihan lagi yang lebih tepat kecuali hanya dengan berpuasa. Sebab ini latihan dari dalam, sehingga dalil yang menyatakan orang iman seperti bangunan yang saling menguatkan bagain yang satu dengan yang lain, begitulah bunyi sabda Nabi – bisa terakreditasi dengan benar.

Berpuasa juga melatih bersabar. Sabar adalah perbuatan hati. Ketika pikiran dan hati kita bisa terkonsentrasi dimana badan kita berada, maka disitulah letaknya sabar. Dan puasa adalah fokusnya. Ketika kita lapar maka ada syaraf yang memberitahukan kepada panca indra kita untuk segera memenuhi kebutuhan perut. Kita sadar ditarik pada masalah perut, bagaimanapun kita dan dimanapun berada, akan memikirkan itu. Namun secara sadar kita menahannya. Tidak memenuhi tuntutan tersebut sampai pada waktu yang ditentukan. Itulah latihan kesabaran – latihan hati. Pada aplikasi yang luas dan dalam, ada di kehidupan nyata.

Bunyi kendang ditabuh pada dua sisinya dan menghasilkan irama yang luar biasa. Padahal kita tahu kendang itu kosong tengahnya. Hampa – hanya berisi udara, namun resonansi yang dibuatnya mampu menggetarkan sisi lain dari gendang untuk mengeluarkan innernya. Gendang telah menutup diri dari sekelilingnya, dan memancarkan jati dirinya. Gendang adalah dirijen karawitan, siapa pun mengakuinya. Naik turunnya irama, cepat lambatnya ritme gamelan dikomandoi oleh si gendang ini.

Begitulah kira-kira gambaran berpuasa, hati akan menjadi penguasa atas dirinya. Hati menjadi tuan atas hayat dikandung badan. Hati yang sehat. Hati yang kuat – menggerakkan seluruh angota badan dengan pancaran yang sempurna. Cahaya iman – nuur ’alan – nuur. Seperti ketika pujian itu dikumandangkan oleh muadzin2 masjid, ketika fajar memecah malam. Menyentuh sendi2 umat. Menggerakkan urat2 manusia untuk mulai bekerja – seiring datangnya pagi.



Ini yang terakhir; dzikir wengi ingkang suwe. Ingatlah dengan dzikir pada Allah akan tenang sungguh hati itu. Sepintas, laku ini gampang diamalkan. Kelihatannya mudah. Dzikir adalah pekerjaan yang ringan, bahkan bisa dilakukan dengan sambilan. Sambil naik kendaraan, sambil bersepeda motor, sambil berjalan-jalan dsb. (asal jangan dilakukan di atas wc atau berbarengan nonton barang lahan/TV) Namun ketika menyangkut waktu sebagiamana tersirat dalam kata wengi – makna dzikir ternyata berat untuk dikerjakan. Karena sifat malam yang kebanyakan orang gunakan untuk beristirahat. Melepaskan penat dan lelah. Pegal-pegal dan beban seharian. Namun justru di sini kita tidak boleh membobokan hati kita – justru sebaliknya harus membangunkan hati kita untuk berdzikir – bertasbih, tahmid yang banyak kepada Yang Esa. Menghidupkan mata hati kita. 

Dzikir sebagai obatya hati yang mujarab harus dilakukan pada malam hari, ditambah dengan suwe (atawa lama) lagi, semakin merujuk pada tingkat kesabaran dan kebiasaan yang aduhai tinggi. Jarang diamalkan oleh orang banyak tentunya. Dzikir malam mungkin kita bisa, tetapi jika dilakukan dengan waktu yang lama – serta - merta jarang bisa kita lakukan. Aroma kantuk masih menjajah kita. Aroma bantal masih menjejali kepala kita, sehingga berat meninggalkannya. Meregang lambung untuk bangun diwaktu malam. Padahal hati kita butuh tenaga – strom untuk tetap hidup dan memancarkan keimanannya seperti jasmani-jasmani kita yang perlu makan, minum dan vitamin atau suplemen. Dalam suatu riwayat, bertanyalah rojul kepada Nabi; Ya rasulullah, islam ini banyak syariat-syariatnya, sehingga saya tidak mungkin akan bisa melakukan semuanya. Oleh karena itu tunjukkanlah padaku amalan yang bisa aku kerjakan setiap waktu. Nabi menjawab; hiasilah lisanmu dengan dzikir pada Allah sampai berbuih-buih.

Sesusai dengan pamungkas lagu ini, Salah suwiji sopo biso anglakoni/ Insya Allah – Allah ta’ala nyembadani, terdapat pilihan buat kita untuk memilih salah satu dari lima perkara tersebut untuk dijadikan tombo ati. Silahkan yang bisa membaca quran membaca quran dan meningkatkan pemahaman maknanya ketika sedang membaca. Bagi yang rajin sholat sunah, lakukan dengan lebih khusyu’ dan ihsan. Dan bagi yang sering ketemu dan bergaul dengan orang-orang sholeh, maka peliharalah pergaulan dan tingkatkan mutualisme komunikasi dan hubungan tersebut. Bagi yang suka berpuasa, tingkatkan kualitas dan tingkatan puasanya. Dan yang suka dan sering berdzikir, lakukanlah di malam sunyi, menanti janji naungan Allah di hari qiyamat bagi yang meneteskan air mata ketika dzikir di waktu yang sepi, sunyi di malam hari. Mari pilihlah dan lakukanlah. Hasilnya jika kita bisa melaksanakan hal tersebut, maka keinginan-keinginan kita akan terkabulkan oleh Allah SWT. Hati kita terjaga, hati kita tertata, hati kita hidup – jasmani kita terpelihara dan hidup kita semeleh – menuju keridhaan ilahi robbi. Di saat hati terpilih dan rasa terpelihara, kita berbicara atas namanya sebagai kholifatul ardh – wakil tuhan di bumi sehingga baldatun thoyyibatun warobbun ghofur bisa kita rasa. Sebab kita sudah menemukan tombone ati. Hayo mau apa lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar